Happy Reading:)
Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari bibir Ayah dan kedua abang kembarnya ketika melihat kondisi Yesa yang hampir mengenaskan. Bercak darah di seragam putih, dengan bibir yang sedikit robek.
“Siapa yang ngelakuin ini sama kamu, jawab Ayah!” tanya Alden, Ayah Yesa. Merasa tidak ada jawaban dari anaknya membuat Alden semakin dilanda kecemasan.
Yesa diam seribu bahasa. Tatapan matanya kosong, matanya sembab karena terlalu lama menangis. Pertanyaan dari Ayahnya dia abaikan.
Alden menekan pundak Yesa kemudian menatap mata itu lekat. “Siapa yang ngelakuin ini, hm?” tanya Alden lembut. Lagi-lagi Yesa tidak menjawab.
Kedua abang kembarnya, Vito dan Vino tak kalah cemas. Adik kecilnya terluka? Siapa yang berani melakukan ini?! Itulah pertanyaan yang ada di benak mereka berdua.
Tanpa banyak bicara Alden segera menggendong Yesa ala koala dan membawanya duduk di sofa ruang tamu. Dengan diikuti si kembar.
Masih dengan tatapan yang sama, yaitu kosong. Alden berjongkok di depan anaknya dan menggenggam tangan itu erat, matanya berlinang seolah ikut merasakan apa yang Yesa rasakan.
“Ayo! cerita ke Ayah siapa yang bully Yesa sampe kayak gini? Yesa jangan diem aja, jangan buat Ayah khawatir.” Yesa tetap pada pendiriannya. Alden yang tak kunjung mendapat jawaban merasa sangat terpukul. Sebelumnya Yesa tidak pernah seperti ini, ia selalu terbuka pada Ayahnya. Apapun yang terjadi ia selalu berbagi, seolah masalah itu tidak mendapat ruang untuk terus mengusik pikirannya, karena Alden selalu memberi ia solusi dan nasehat agar dia terus bangkit dan tetap semangat menghadapi masalah tersebut. Alden bahkan menganggap dirinya sebagai pendengar terbaik sekaligus pendengar pertama ketika Yesa mengeluarkan keluh kesahnya. Tapi sekarang, Yesa berbeda.
“Vito ambil kotak p3k.” Perintah Alden. Tangannya terulur mengusap sisa darah di bibir Yesa dengan penuh kasih sayang. Mata yang selalu memancarkan kecerian kini menjadi sayu bagai tidak ada kehidupan di sana.
Vito kembali dengan membawa kotak p3k dan langsung memberikan kotak itu pada Alden. Tanpa membuang waktu, Alden langsung membuka kotak itu, mengambil kapas di sana lalu kemudian memberikannya sedikit betadine. Dengan sedikit terburu-buru ia mengusapkan pelan pada bibir Yesa yang terluka. Tidak ada reaksi dari gadis itu, meringis kesakitan pun tidak keluar dari bibirnya.
Alden terpaku di tempat. Tangannya terturun lemas. Air matanya keluar tanpa permisi. Dadanya terasa sesak melihat kondisi Yesa sekarang. Dia memang sangat menyukai sifat pendiam dari Yesa tapi bukan diam yang seperti ini yang dia maksud.
Vito dan Vino ikut terkejut melihat dua orang di depannya. Dengan perasaan khawatir mereka membopong Alden untuk duduk di samping Yesa.
Vino menenangkan ayahnya, sedangkan Vito beralih menggantikan posisi Alden yang tadi sempat terhenti. Vito berjongkok menatap Yesa dengan tatapan tajam.
Ia mengambil plaster lalu kemudian menempelkannya di bagian bibir Yesa yang robek.
“Kalau ada masalah tuh ngomong! Jangan diem aja.” Ujar Vito cetus. Ia kesal pada orang yang seperti ini. Membuat orang lain cemas, namun enggan memberi tahu masalahnya. Mendengar ucapan itu membuat Yesa Sontak menatap Vito sendu.
Bibir Yesa bergetar menahan tangis. Ia ingin mengatakan semua masalahnya di sekolah hari ini, tapi rasa sesak terlebih dahulu menghimpitnya sehingga membuat dirinya enggan untuk berbicara. Makin diingat makin sakit.
Untuk kali ini biarlah ia melawan rasa sesak itu dengan mengatakan semuanya. Mungkin dengan berbagi masalah akan membuat hatinya sedikit lebih tenang dari sebelumnya.
Yesa menatap lama mata Vito kemudian mulai berbicara. “Bang. Abang pernah gak kehilangan sebuah kenangan dari seseorang yang sangat berharga di hidup Abang?
Raut kebingungan menghiasi wajah mereka setelah mendengar pertanyaan dari Yesa. Apa maksud dari pertanyaan Yesa? Sebuah kenangan? sebagai seorang suami dan juga Ayah bagi anaknya, Alden memang telah kehilangan sosok istri dan juga anak tertuanya, Reno. Kepergian istrinya Mia, cukup menggoreskan luka di keluarga tersebut. Tidak dapat dipungkiri, bahwa Alden sangat merasa terpukul atas kepergian istrinya itu.
Istrinya meninggal tepat setelah berhasil melahirkan Yesa. Akibat banyak darah yang keluar membuat Mia dalam keadaan kritis, waktu itu. Namun, Takdir berkata lain, kehilangan darah cukup banyak membuat keadaan istrinya semakin memburuk dan berakhir menuju kematian.
Setelah kepergian Mia, keluarga itu harus kembali berduka atas kematian Reno. Tidak terasa kini sudah dua tahun lebih Reno meninggalkan mereka. Penyebab dibalik kematian Reno adalah karena mengidap penyakit leokimia. Kini hanya tinggal mereka berempat, bernaung di atap yang sama, saling berbagi kasih sayang, layaknya keluarga harmonis.
Mendengar pertanyaan dari Yesa membuat Vito teringat pada almarhum ibunya. Banyak kenangan ketika ia bersama ibunya. Walaupun hanya bentuk perhatian kasih sayang seorang Ibu, tak menutup kemungkinan bahwa itu semua juga bagian dari kenangan dari almarhum. Foto ibunya juga termasuk kategori kenangan terakhir. Berbeda dengan Yesa, jangankan memiliki kenangan bersama ibunya, merasakan kasih sayang seorang Ibu saja, belum pernah ia rasakan.
Vito juga memiliki satu kenangan dari abangnya, Reno. Ini berbentuk sebuah benda, Yaitu sebuah rekaman audio yang berisi tentang keluh kesah dari Reno. Hanya itu, selebihnya tidak ada. Walaupun memiliki ikatan persaudaraan, Vito akui ia sangat jarang berkomunikasi kepada abangnya itu.
Kalau masalah hilang atau tidaknya, Alhamdulillah, masih tersimpan dengan aman.
“Sebuah kenangan?” kedua alisnya mengernyit menatap Yesa penuh tanya.“Abang gak ada nyimpen kenangan dari siapapun kecuali dari Bang Reno dan juga Mama. Kalau masalah hilang, Alhamdulillah masih ada Abang simpan.
Mendengar nama Reno seketika membuat air mata Yesa luruh. Dadanya terasa dihamtam berbagai tombak sehingga membuat deru nafasnya menjadi tidak teratur. Pikirannya dihantui oleh rasa bersalah. Otaknya berputar mengingat dimana Widya merusak kenangan yang sangat berharga dari Reno.
Melihat Yesa menangis membuat mereka merasa semakin khawatir. Vito segera mengusap air mata itu lalu kemudian tersenyum hangat. “Ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba nanya soal itu?”
“Assalamu'alaikum.”
Belum sempat Yesa berbicara, tiba-tiba ada sebuah suara mengalihkan mereka semua. Yesa menatap terkejut melihat kedatangan orang tersebut. Ia semakin dibuat terkejut ketika melihat reaksi Ayahnya yang biasa saja, sama sekali tidak terkejut sama seperti dirinya saat ini. Alden malah nampak tersenyum bahagia melihat seorang wanita cantik dengan balutan dres pendek selutut menuju ke arahnya.
Tapi, tunggu dulu. Siapa anak yang bersama wanita itu?
Jangan lupa vote and komen😊