Happy Reading:)
Awal pagi Yesa lagi-lagi dibuat membosankan. Di mana ia melihat Vino duduk bersebelahan dengan Widya. Yang Sebelumnya juga tidak seperti itu. Rasa iri tiba-tiba muncul. Jangankan untuk duduk bersebelahan, rasanya Yesa tidak pernah merasakan sebuah perhatian dari abangnya tersebut.
Akhirnya dengan perasaan jengkel Yesa terpaksa ikut bergabung untuk sarapan. Wajahnya datar menatap piring kosong di depannya. Alden pun ikut heran dengan tingkah anaknya yang tidak seperti biasanya.
“Kenapa sayang?” tanya Alden lembut. Mengelus rambut Yesa yang memang duduk berdekatan dengannya. Kali ini Widya yang panas dibuatnya. Semenjak pertama kali ia tinggal di sini, ia sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang dari Alden. Bukankah niat awalnya memang untuk mendapatkan itu dari seorang Alden.
“Nggak papa kok Yah,” jawab Yesa tersenyum simpul.
Vito tau apa yang dirasakan oleh adik bungsunya itu. Kembarannya memang sudah keterlaluan.
Vito melirik ke arah Yesa yang duduk di sebelahnya kemudian dengan gerakan cepat ia mengangkat tubuh tersebut kepangkuan nya. Yesa sedikit terkejut, namun raut wajahnya kembali murung ketika melihat Vino yang berada tepat di depannya saat ini.
“Biar Abang suapin,” setelah mengatakan itu, Vito langsung mengambil sesuap nasi dan lauk kemudian memasukkan ke dalam mulut adiknya. Dengan senang hati Yesa menerima suapan tersebut. Yesa selalu menatap ke bawah meja seolah tidak mau berkontak mata dengan Vino apalagi sama Widya.
Widya mendengus merasa kesal dengan adegan romantis kedua adik kakak tersebut. Matanya menyorot tajam ke arah Yesa yang terus menunduk. Ia benci ketika melihat semua perhatian tertuju kepada Yesa. Ia benci ketika melihat dirinya tidak bisa seperti Yesa, ia iri melihat keakraban kedua adik kakak tersebut. Apapun yang Yesa dapatkan itu akan membuat dirinya iri dan ingin merampas hal tersebut.
Ide gila tiba-tiba muncul di kepalanya. Seringaian licik terbit di wajah polosnya, Widya mengambil sebuah silip kecil yang berada di dalam tasnya kemudian tanpa berfikir panjang, Widya dengan gila menggoreskan benda tajam tersebut ke telunjuk tangan kanannya. Membuat goresan yang cukup panjang dan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Ia sempat meringis kesakitan namun hal itu berganti menjadi tersenyum licik. Tidak ada yang menyadari perbuatannya tersebut kecuali Syura. Syura juga sempat kaget dan bertanya-tanya melalui ekspresi wajahnya apa maksut dari semua yang anaknya itu lakukan. Namun Widya tidak mengubris Syura sama sekali. Ia hanya memberi sebuah isyarat agar Ibunya itu diam.
Dengan dramatis Widya menangis terisak sambil menatap telunjuk tangannya yang berdarah. Semua orang sontak mengalihkan perhatiannya kepada Widya. Semua terlihat panik kecuali Vito dan Yesa.
Alden beranjak kemudian beralih menggendong Widya menuju sofa ruang tamu.
Saat itu hanya Vito dan Yesa yang tidak beranjak dari posisinya. Vito segera menenggelamkan wajah adiknya ke dalam pelukannya. Ia tau Yesa akan merasa cemburu ketika melihat adegan selanjutnya. Sudah cukup Yesa membenci kembarannya, Vino. Jangan sampai Karna hal ini Yesa juga akan membenci Alden.
Sudah Vito tebak. Dalam sekejab dia sudah mendengar isakan tangis di bahunya. Yesa telah menangis. Vito semakin mengeratkan pelukannya tersebut. Baiklah, Ia akan memilih jalan yang cepat. Jika ia semakin berlama-lama di sini maka Yesa akan semakin terluka.
Vito tau Widya sengaja melakukan itu semua agar mendapat perhatian. Ia tau jelas watak gadis licik seperti Widya. Karna itu ia tidak akan sudi berlama-lama di sini. Lebih baik ia segera pergi agar tidak masuk ke dalam drama yang dibuat oleh Widya.
Vito menggendong Yesa ala koala kemudian mengambil tasnya dan juga tas Yesa untuk segera pergi ke sekolah.
.........
Selama berjalan di koridor menuju kelasnya, Yesa selalu menunduk. Langkah kaki yang terlihat terburu-buru membuat semua siswa di koridor merasa heran melihatnya.
Pikirannya dipenuhi oleh Widya dan Widya. Kejadian di ruang makan terus berulang-ulang berputar di otaknya. Perasaan gadis itu seolah telah diliputi oleh emosi dan kekesalan. Wajahnya terlihat datar seperti sedang menahan amarah.
Sampai pada akhirnya Yesa merasa tiba-tiba tubuhnya menubruk seseorang. Namun hal tersebut tidak membuat gadis itu berhenti. Bahkan ia tetap melanjutkan perjalanannya tanpa meninggalkan kata maaf pada orang yang ditabraknya tersebut. Yang tak lain adalah Reza.
Reza menarik tangan Yesa kuat sehingga membuat gadis itu meringis kesakitan. Yesa tetap memfokuskan pandangannya ke depan seolah tidak ingin meladeni Reza yang sengaja ingin memancing emosinya. Reza mengernyitkan alis kebingungan, ia melihat aura Yesa yang berbeda kali ini. Biasanya gadis itu akan tertunduk takut jika berhadapan dengan dirinya. Tapi justru kali ini Reza melihat dan dapat menilai kalau Yesa telah berani melawan dirinya. Dan seketika membuat ekspresi Reza berubah menjadi marah.
Sebelum pada akhirnya Reza memelintir tangan Yesa ke belakang. Reza tersenyum puas ketika melihat ekspresi wajah gadis itu nampak menahan kesakitan.
Melihat tidak ada tanda-tanda jika gadis itu akan menangis membuat Reza mendesis tajam. Ini baru pertama kali ia menyaksikan korban bullying nya tidak menangis dan memohon untuk dilepaskan. Ia semakin mendekatkan wajahnya membuat Yesa merasakan deru nafas cowok itu berhembus di permukaan wajahnya.
“Lo lemah!” tekan Reza berbisik. Yesa reflek memalingkan wajahnya sehingga membuat dua insan tersebut saling menatap satu sama lain. Lagi-lagi Reza menemukan sebuah perbedaan dalam diri Yesa. Sebelumnya ia memang pernah, bahkan sering menatap tajam gadis itu, namun yang dia dapatkan adalah balasan tatapan sayu dan ketakutan. Tetapi kali ini berbeda. Ketika mata mereka saling bertemu, Reza yang memang sengaja menatap tajam gadis itu justru malah dibalas dengan tatapan yang tak kalah tajam. Bahkan Reza dapat merasakan kalau dari tatapan tersebut, ia dapat menilai kalau Yesa benar-benar sangat membenci dirinya.
“Lo banci!” balas Yesa dengan suara keras. Mendengar itu membuat Reza semakin emosi.
Yesa bernafas lega ketika tangannya dilepaskan oleh Reza. Demi apapun ini sangat sakit. Lengannya terasa sangat ngilu. Yesa hanya bisa meringis pasrah.
Yesa yang ingin melanjutkan perjalanan tiba-tiba dicekal kembali oleh Reza yang masih terdiam di tempat. Menatap punggung gadis itu dengan tatapan tajam.
Usaha Yesa untuk melepaskan cekalan di tangannya sia-sia. Reza tersenyum miring ketika melihat wajah gadis itu terlihat cemas dan terburu-buru. Ini yang dia harapkan. Membuat gadis itu tetap takut pada dirinya.
“Sejak kapan lo mulai pakai lo-gw?” pertanyaan itu terlihat menuntut. Reza masih setia menatap Yesa dengan tatapan tajam dan menusuk.
“Pertanyaan lo gak penting jadi gak perlu gw jawab.” Ucap Yesa tanpa menatap wajah Reza. Dalam hitungan detik cekalan di tangannya tersebut semakin erat.
“Jangan pake lo-gw pas bicara sama gw!” tegas Reza seakan tak mau dibantah. Yesa mendengus, “Lo gak punya hak buat ngatur hidup gw!” balas Yesa tak kalah tegas.
“Persetan dengan itu semua! Intinya mulai detik ini, gw gak mau denger lo ngomong sama gw pake lo-gw! ” setelah mengatakan itu Reza langsung meninggalkan Yesa yang mematung kebingungan.
'Cowok gila!'
Jangan lupa vote and komen🥺🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WORLD IS NOT FAIR
Literatura FaktuTentang Dia yang ingin merasakan kebahagiaan.