Happy Reading:)
“Lo apain adek gue?” tanya seseorang di belakangnya.
Deg!
Kegugupan mulai menyelimuti Widya sekarang. Ia mengenal jelas suara itu milik siapa. Dengan ragu ia mulai membalikkan badan.
Widya menelan ludah kasar ketika melihat Vito berdiri tak jauh di depannya. Widya semakin dibuat kalang kabut ketika melihat tatapan curiga dari Vito.
Widya tersenyum kaku. Entah apa yang harus ia katakan pada abang tirinya ini. Ia berharap Vito tidak melihat kejadian yang sebenarnya.
“Kenapa Yesa bisa pingsan?” tanya Vito datar. Menatap bocah di depannya dengan sinis.
“Itu kak, Yesa kejedot. Widya mau nolongin tadi. Tapi Yesa nya keburu pingsan.” Ucap Widya tenang. Sebisa mungkin ia untuk tidak menunjukkan kegugupannya pada Vito agar tidak ketahuan. Ia berharap alasan ini dapat membuat Vito percaya.
“Yesa nggak buta. Lagian, masa kamar segede itu gak keliatan, sampai kejedot,” ucap Vito kebingungan. Widya dibuat senam jantung mendengar ucapan Vito. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Otaknya berfikir keras, alasan apalagi yang harus dia katakan pada Vito.
“Gue tau itu cuman alasan lo buat nutupin apa yang sebenarnya terjadi. Gue tandain lo. Kalau sampai terjadi apa-apa sama adek gue, lo akan tau akibatnya!” pungkas Vito. Menatap Widya penuh peringatan. Setelah mengatakan itu ia langsung mendekati Yesa dan mulai menggendongnya ala koala. Membawanya masuk ke dalam kamar gadis itu.
Widya kembali menelan ludah kasar. Ucapan Vito barusan sukses membuatnya terkejut sekaligus takut. Kalau saja tadi ia tidak gegabah mungkin kejadian ini tidak akan terjadi. Yesa benar-benar membuatnya tidak tenang. Gara-gara Yesa ia harus berhadapan dengan Vito. Gara-gara Yesa juga ia harus terjerat masalah yang sangat besar. Rasa benci semakin menyelimuti hatinya. Membenci Yesa sebuah keharusan bagi Widya ia iri melihat Yesa yang bisa merasakan kasih sayang seorang Ayah, merasakan bagaimana mempunyai seorang kakak. Ia ingin merasakan itu semua. Ibunya tidak terlalu memperhatikan dirinya dia malah sibuk dengan dunia luar sehingga melupakan dirinya yang juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Hidup diambang kemiskinan membuat Widya selalu mengeluh pada ibunya. Ayahnya pergi meninggalkan mereka berdua demi memilih hidup baru bersama istri barunya. Demi bertahan hidup Syura terpaksa bekerja mencari uang untuk kebutuhan mereka.
Melihat hidup Yesa yang serba mewah dan berkecukupan membuat rasa iri Widya tumbuh. Dengan licik ia menyuruh ibunya untuk bekerja di perusahaan milik Alden. Untuk mendekati Ayah Yesa tersebut agar tertarik pada ibunya. Selang dua tahun lamanya Widya bersorak senang ketika mengetahui kalau rencananya berhasil. Cukup membutuhkan waktu lama untuk membuat Alden kembali ingin menikah karna terpaut akan masa lalu kepergian mendiang istrinya. Namun, dengan sifat baik dan kepolosan yang Syura punya membuat hati Alden luluh akan pesona wanita itu.
Itu alasan dibalik rasa bencinya pada Yesa. Widya ingin merebut semuanya. Dengan membencinya maka ia akan mudah menyingkirkan gadis itu dari hidup keluarganya sendiri.
“Kenapa jadi kayak gini sih!” ucap Widya kesal.
“Pokoknya, gue harus cari cara agar mereka semua nggak tau siapa yang udah nyelakain Yesa.” Tekat Widya serius.
.......
Dengan pelan Vito mulai mengusap dahi adiknya menggunakan kapas yang sudah diberi sedikit betadine. Matanya tak lepas dari wajah adiknya itu. Menatap Yesa prihatin.
Sebagai seorang kakak, hari ia merasa gagal menjaga adik bungsunya itu.
Selang beberapa menit. Yesa mulai sadar. Yesa merasa bingung perasaan tadi ia tidak berada di kamar dan kenapa bisa ada kakaknya di sini? “Abang.” Ucap Yesa kaku. Merasa canggung karna Vito yang terus menatapnya.
“Siapa yang udah buat kamu kayak gini? Jawab.” Desak Vito menuntut.
Mendapat pertanyaan secara tiba-tiba membuat gadis itu bingung harus menjawabnya.
“Siapa?” Vito kembali bertanya.
'Kalau Yesa aduin ke Abang, nanti Widya bakal kena marahin dong. Gapapa lah, anggap aja sebagai balas dendam Yesa ke dia karna udah buat Yesa pingsan.'
Tanpa ragu Yesa menjawab. “Widya Bang. Dia udah jambak rambut Yesa trus di jedotin ke dinding.” Adu Yesa mulai menangis.
Melihat Yesa menangis Vito langsung menarik adiknya ke dalam dekapannya. Mengelus rambut panjang Yesa lembut. Memiliki adik perempuan satu-satunya membuat Vito sangat menyayangi Yesa. Melihat Yesa sedih membuatnya juga ikut bersedih. Adiknya terluka maka ia juga ikut sakit.
“Kamu jangan khawatir, Abang akan urus bocah tidak tau diri itu.” Ucap Vito dengan smirk nya. Sudah ia duga dalangnya adalah Widya. Sejak tadi ia memang sudah mencurigai gerak-gerik gadis itu.
“Kalau dia nyakitin kamu lagi bilang sama Abang, jangan diam aja. Tugas Abang jagain Yesa. Kalau sampai terjadi apa-apa sama Yesa maka itu akan buat Abang gagal menjadi Abang terbaik buat Yesa,” terang Vito setelah mengurai pelukan mereka. Menatap Yesa sendu.
Yesa cemberut ingin kembali menangis merasa terharu atas ucapan abangnya itu. Namun sebelum itu terjadi, Vito segera melebarkan mulut adiknya agar terlihat tersenyum. Bukannya menenangkan, Yesa malah merasa diejek oleh Vito.
“Ih Abang! Kayak joker tau nggak!” kesal Yesa cemberut.
“Biarin. Tetap imut kok,” puji Vito membuat Yesa tersenyum senang.
Kembali ke topik. “Abang. Jadi orang kalem itu susah ya. Abang tau nggak, kalau Yesa di sekolah nggak ada temen. Mereka nggak mau temenan sama Yesa karna Yesa kalem, pendiam, kurang pergaulan. Mereka cuman mau berteman sesama mereka. Yesa merasa nggak dianggap di kelas. Apa Yesa harus jadi jahat kayak Widya agar mereka mau temenan sama Yesa?” curhat Yesa panjang lebar. Mata sendu itu menatap Vito nanar. Seolah banyak luka di dalamnya. Mendengar curhatan Yesa tadi membuat Vito terhenyak. Rasa sesak mulai menghimpit dadanya mengetahui kalau adiknya tidak memiliki teman di sekolah.
“Yesa nggak harus jadi jahat buat dapetin temen. Jangan peduliin mereka yang gak mau temenan sama Yesa. Anggap sifat kalem dan pendiam Yesa itu sebagai kelebihan. Sangat jarang Abang temuin anak kecil kalem dan pendiam kayak Yesa. Abang lihat sekarang banyak bocil yang udah dewasa sebelum waktunya. Padahal itu sangat tidak baik buat mereka, itu akan hanya menjerumuskan. Dengan Yesa pendiam maka Yesa tidak akan mudah mendapatkan temen yang seperti itu. Bagi Abang, Yesa nggak kurang pergaulan. Mereka aja yang milih-milih soal pertemanan. Ingat kata Abang! kalau berteman dengan orang jahat maka kamu akan terpengaruh untuk berbuat jahat, begitu juga sebaliknya. Pesan Abang, jangan sembarangan memilih teman.
“Makasih nasehatnya Bang. Setelah mendengar nasehat dari Abang hati Yesa merasa lega.” Ucap Yesa yang dibalas senyum oleh Vito.
“Ternyata bener ya Bang, kalau temen yang paling setia itu cuman Tuhan dan diri sendiri.” Ungkap Yesa menatap Vito sendu.
Jangan lupa vote and komen🥺🥰