Happy Reading:)Alden berdiri menyambut wanita tersebut sembari memeluknya. Yesa dan si kembar masih dibuat bingung oleh kedatangan wanita itu.
Yesa menyipitkan sebelah matanya melihat seorang gadis kecil berkuncir kuda yang dia yakini seumuran dengannya. Seperti pernah melihatnya, tapi dimana? gadis kecil itu memakai masker sehingga membuat Yesa kesulitan untuk mengenalinya.
“Ayah, mereka siapa?” tanya Yesa mendongakkan kepala sembari menatap Alden. Yang ditanya tersenyum sambil berjongkok menyamakan posisinya dengan Yesa, seraya memegang kedua bahu itu. “Dia istri baru Ayah. Dan gadis kecil itu mulai sekarang menjadi saudara baru kalian,” wajah Alden seketika berubah sendu melihat ekspresi Yesa yang tampak cemberut.
“Ayah jahat! Ayah gak cinta Mama lagi!” racau Yesa memukul dada Alden keras. Alden hanya bisa pasrah menerima pukulan kecil dari tangan anaknya itu.
“Ayah ... Yesa cuman butuh kalian. Yesa hanya ingin kalian di hidup Yesa. Yesa gak suka sama orang asing! Mereka hanya bisa nyakitin Yesa. Mata itu kembali berair. Entah sudah berapa kali ia menangis hari ini. Mendengar Alden memiliki istri baru dan juga anak baru membuat Yesa terkejut sekaligus kecewa.
Ia kecewa. Mengapa Alden tidak menunggu persetujuan darinya dalam hal sakral seperti ini? dan kenapa Alden tidak memberitahu dirinya kalau dia akan menikah? Yesa akui ia memang ingin merasakan kasih sayang seorang Ibu, tapi entah kenapa Yesa merasakan aura aneh dari wanita dan anak kecil tersebut. Ia rasa wanita itu bukan wanita baik-baik. Itulah sebabnya Yesa enggan menyetujuinya.
“Apa Ayah mau ikutan nyakitin Yesa juga? Yesa gak tau kapan Yesa bisa bahagia. Tapi Yesa yakin, Ayah dan Abang bisa bahagiain Yesa suatu saat nanti. Hanya kalian harapan Yesa, nggak ada orang yang bisa ngertiin perasaan Yesa selain kalian, keluarga Yesa sendiri. Gapapa Yesa gak bisa ngerasain kasih sayang seorang Ibu, tapi jangan sampai Ayah juga hilang kasih sayang sama Yesa gara-gara kedatangan mereka. Yesa harap jangan sampai ya Ayah?” ucap Yesa panjang lebar. Mata itu terus mengeluarkan bulir air mata tanpa henti, seolah banyak luka di dalamnya. Menatap Alden penuh permohonan.
Alden ikut menangis mendengar penuturan anaknya itu. Ia sungguh mengerti perasaan Yesa. Tapi bagaimanapun ia juga masih seorang pria yang berusia tiga puluh dua tahun.
Ia rasa ia masih bisa memiliki seorang teman hidup setelah kematian istri pertamanya. Dalam hal ini dia juga ingin Yesa bahagia atas kedatangan istri barunya itu. Tapi sepertinya dia salah. sikap Yesa malah sebaliknya. Dia bingung. Apa yang harus ia lakukan. Bolehkah Alden bersikap egois kali ini saja? Walau bagaimanapun mereka telah menikah secara agama lagi pula pernikahan bukanlah hal main-main yang bisa seenak jidat dipermainkan begitu saja. Tidak mungkin ia menceraikan wanita itu hanya karena perkataan Yesa, tadi.
Alden mengusap air di pelupuk matanya kemudian menatap mata rapuh anaknya penuh permohonan seolah menyakinkan Yesa kalau keputusan yang akan dia katakan akan baik-baik saja. “Nggak. Yesa gak akan kehilangan kasih sayang dari Ayah, percaya itu. Ayah sayang sama Yesa. Yesa adalah pengganti Mama di hidup Ayah,” ujar Alden terisak hatinya kembali sakit ketika mengingat mendiang istrinya.
Setelah kepergian Mia, Alden menjadi sangat tidak tidak bisa diatur. Ia hampir setiap hari menghabiskan waktunya di clab malam, tentunya ditemani minuman-minuman keras di sana.
Tapi semenjak Yesa beranjak lima tahun, dunia Alden seketika berubah. Anak bungsunya membawa pengaruh besar baginya. Ketika Yesa masih bayi ia memang tidak terlalu memperdulikan anak itu. Ia membencinya karena Yesa istrinya meninggal. Ia tau itu memang bukan kesalahan Yesa. Tapi egonya terlalu besar dan egois untuk menerima kenyataan bahwa istrinya meninggal memang sudah kehendak Tuhan.
Wajah Yesa yang sama persis dengan wajah istrinya membuat hati Alden menjadi luluh untuk memberikan kasih sayang seorang Ayah kepada buah hatinya itu. Setiap melihat wajah Yesa ia selalu teringat pada Mia. Itulah mengapa ia selalu menangis ketika melihat Yesa menangis. Baginya, Yesa adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan untuk mengobati rasa sakit atas kepergian istrinya. Yesa adalah obat ketika ia merindukan wajah damai istrinya.
“Ayah minta satu permintaan sama Yesa. Boleh?” tanya Alden lembut.
“Apa?” jawab Yesa.
“Tapi harus janji gak akan nolak.” Alden mengulurkan jari kelingking dan menautkan di tangan kelingking Yesa yang kecil nan mungil. Dengan polos Yesa mengangguk tanda menyetujui perkataan Alden tersebut.
“Yesa janji.” Alden tersenyum mendengarnya.
Alden menghela napas pelan. Ia memegang kedua bahu kecil itu erat. Tatapan matanya menatap mata hitam pekat itu lekat.
“Ayah minta ... Yesa untuk menyetujui pernikahan ini.” Selesai mengatakan itu Alden menunduk, tidak kuasa melihat wajah anaknya itu.
Satu tetes air mata membasahi rambut Alden yang masih setia menunduk. Sontak pria itu mendongakkan kepala menatap Yesa yang kini menunjukkan senyuman terluka. Ia terisak sembari mengusap air mata yang keluar.
“Tapi, Yesa nggak mau.” Tolaknya dengan gelengan kepala.
Dengan berat hati Alden menjawab. “Tapi Yesa udah janji sama Ayah,” ucap Alden lirih.
Yesa menatap Alden kecewa. “Baiklah. Yesa setujui pernikahan kalian. Ayah bahagia Yesa juga bahagia.
Yesa ingin ada seseorang yang mengetahui isi hatinya sekarang. Tapi sepertinya tidak ada. Hanya Tuhan yang tau. Hanya Tuhan yang mengerti perasaannya sekarang.
'Bagaimana Yesa bisa bahagia, sedangkan Ayah sendiri yang buat Yesa menderita.'
Alden seketika langsung memeluk tubuh kecil itu erat. Matanya memejam seakan tidak mau kehilangan Yesa.
Cukup lama berpelukan. Alden langsung mengurai pelukan itu kemudian menatap Yesa dengan tersenyum lebar.
“Makasih sayang. Ayah janji akan buat Yesa bahagia. Sayang Ayah ke Yesa gak akan pernah luntur, karena tanpa Yesa Ayah rapuh. Yesa sumber kebahagiaan Ayah.”
Yesa hanya diam. Ia hanya membalas dengan senyuman lebarnya.
'Yesa percaya sama Ayah. Semoga Ayah gak ngelanggar janji itu, ya.'
Jangan lupa vote and comen🥺