Happy Reading:)Tanpa sepengetahuan mereka rupanya wali kelas mereka yang bernama Bu Sarah melihat adegan pembullyan itu dengan jelas. Tubuhnya yang besar melangkah lebar mendekat ke arah Reza dan teman-temannya yang sudah berkeringat dingin.
Sontak jambakkan dan regangan tangan itu terlepas. Pelakunya menjauh dari posisi Yesa seolah berharap kejadian pembullyan itu tidak di lihat oleh wali kelasnya.
Yesa meringis seraya memegang kepalanya yang masih terasa sakit karena jambakkan itu.
“Kalian berempat ayo ikut saya ke kantor!” ucap Bu Sarah tegas. Kedua bola matanya serasa ingin keluar menatap keempat muridnya tersebut. Berbeda dengan Yesa mata Bu Sarah tiba-tiba meredup melihat keadaan Yesa yang tampak acak-acakan.
“Yesa tubuh kamu ada yang sakit?” tanya Bu Sarah lembut. Yesa hanya menggeleng canggung.
Bu Sarah bernafas lega. Ia kembali menatap keempat murid itu dengan tajam. “Sebelum ikut saya ke kantor, saya mau kalian berempat minta maaf sama Yesa sekarang juga!” ucapnya tak mau dibantah.
“Cepat!” teriak Bu Sarah kencang. Sehingga membuat seisi kelas terkejut. Mereka berempat kalang kabut antara ragu dan tidak sudi meminta maaf pada Yesa. Namun, mau tidak mau mereka harus melakukan hal itu karena kalau tidak maka siap-siap saja wali kelasnya itu akan kembali berteriak.
Mereka menunduk dengan memasang muka pura-pura merasa bersalah. “Yesa maafin aku ya,” satu persatu dari mereka mengucapkan ucapan yang sama.
Yesa hanya mengangguk sebagai jawaban. Walaupun sebenarnya hatinya sangat menolak permintaan maaf tersebut, tapi apa boleh buat ini terpaksa ia lakukan karena tidak ingin terkait masalah lagi.
“Baiklah. Sekarang kalian ikut saya ke kantor.” Ucap Bu Sarah.
Bu Sarah berjalan ke depan kelas untuk memberitahukan informasi penting kepada semua muridnya. Sedangkan mereka berempat sudah mengekor di belakang mengikuti langkah gurunya itu.
“Persiapkan diri kalian. Hari ini akan ada kedatangan guru baru mengajar di bidang penjaskes. Saya harap, kalian bisa menjaga sikap kalian. Jangan nakal dalam kelas. Jangan malu-maluin saya sebagai wali kelas kalian. Ngerti?” jelas Bu Sarah panjang lebar.
“Ngerti Buk!” jawab semuanya kompak.
Bu Sarah akhirnya keluar dengan diikuti keempat muridnya tersebut.
Belum lama Bu Sarah keluar datanglah seorang pria jangkung memakai baju khusus guru penjas. Wajahnya yang tampan membuat seisi kelas berdecak kagum akan hal itu. Kulitnya putih, memiliki rahang yang terpasang kokoh di bawah pipinya, hidung mancung, rambut di tata rapi seperti ala idol Korea.
“Pagi anak-anak. Senang bisa berjumpa dengan kalian hari ini, pertama-tama saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu pada kalian.” Ucapnya menyapa murid barunya itu sambil tersenyum bersemangat.
Anak-anak tak kalah bersemangat. Senyuman sumringah menghiasi wajah mereka semua.
“Nama saya Aksa Purnama Putra, umur saya tiga puluh tahun. Seperti baju yang saya gunakan sekarang, saya mengajar di bidang penjaskes. Saya rasa cukup perkenalannya.” Ujar Aksa memperkenalkan diri sambil mulai duduk di kursinya.
“Karna hari ini hari pertama kali saya mengajar di kelas ini, saya absen dulu ya, saya ingin mengenal kalian.” Aksa mulai membuka buku absen kemudian menyebut nama murid satu persatu. Jumlah murid di kelas ini berjumlah dua puluh lima.
“Andre.”
“Saya Pak.”
“Andi.”
“Saya Pak
“Aldi.”
“Saya Pak.”
Akhirnya sampailah pada abjab urutan 'Y.' Sekaligus abjad terakhir.
“Yesa Zavira.”
“Saya Pak.” Jawab Yesa menunjukkan tangan ke atas. Nama Yesa adalah nama yang terakhir. Setelah merasa selesai, Aksa segera menutup buku absen tersebut. Satu persatu dari murid di sini ia mulai mengenalinya walaupun tidak semuanya.
Dari nama yang dia absen tadi, Aksa salah fokus sama gadis imut yang duduk di belakang. Karena merasa penasaran, Aksa pun mulai menghampirinya.
“Nama kamu Yesa kan?” tanya Aksa memastikan. Yesa hanya mengangguk.
“Kenapa tampilan kamu acak-acakan? Dan, pergelangan tanganmu kenapa merah?” tanya Aksa berturut-turut membuat Yesa merasa sedikit risih. Karena ia baru saja mengenal guru barunya ini. Mengapa perhatian sekali. Yesa hanya diam membuat Aksa semakin bertanya-tanya.
“Dibully sama Siska Pak,” jawab gadis kecil yang bernama Mita selaku sekretaris kelas.
Aksa tampak sedikit terkejut. Di awal ia memang sudah menebak bahwa gadis kecil ini merupakan korban bullying. Miris sekali. Ia heran pada siswa tersebut karena telah pandai melakukan tindakan bullying padahal masih di bawah umur. Tindakan yang sangat tidak wajar dilakukan oleh siapapun. Yang Aksa pikirkan, bagaimana kalau mereka telah dewasa. Masih di bawah umur saya kelakuannya sudah seperti itu.
Aksa berjongkok menyamakan posisinya sama Yesa. “Mending kamu istirahat aja ya, di UKS. Pelajarannya bisa nyusul.” Ucap Aksa menyakinkan agar Yesa mau menuruti sarannya itu. Karena baru saja mengalami tindakan pembullyan, ia rasa, gadis ini butuh istirahat.
Melihat tidak ada respon apapun dari Yesa membuat Aksa meringis merasa canggung.
“Nggak usah Pak. Yesa di sini aja, ngikut pelajaran.” Jawab Yesa akhirnya, sambil tersenyum tipis.
Alden menghela nafas. “Baiklah.” Ucap Aksa pasrah kemudian kembali ke tempat duduknya.
.........
“Untuk kalian berempat, kali ini kalian Ibu beri kesempatan agar tidak mengulangi perbuatan yang sama. Kalau sampai Ibu lihat kalian membully Yesa lagi atau siapapun selain Yesa, siap-siap saja orang tua kalian Ibu panggil.” Tegas Bu Sarah. Wajahnya yang terlihat sangat ganas ketika sedang marah membuat mereka berempat menunduk ketakutan.
'Kalau sampai panggil orang tua. Bisa-bisa Ayah Yesa tau siapa orang yang sering bully anaknya.' Batin Widya merasa cemas.
“Paham?!” teriak Bu Sarah di depan Widya Membuat semuanya tersentak kaget.
“Iya Buk.” Jawab mereka takut-takut
“Jangan harap tidak ada hukuman buat kalian,” ucap Bu Sarah tersenyum sinis.
“Saya ingin kalian bersihkan toilet murid dan toilet guru. Silahkan keluar!” Usir Bu Sarah dengan wajah serius.
Tanpa membuang waktu, mereka berempat segera pergi dari sana. Setelah keluar ruangan wajah bad mood mulai menghiasi wajah mereka.
“Sialan! Awas aja lo Yesa. Mulai hari ini gue janji akan buat hidup lo menderita!” ucap Widya tidak main-main.
Teman-temannya hanya bisa menenangkan.
Dengan berat hati mereka pun akhirnya pergi ke toilet untuk menjalankan hukuman yang diberikan Bu Sarah.
Jangan lupa vote and komen🥺