Tiga Belas

2.5K 207 26
                                    

Dua hari kemudian, Jungkook dikejutkan dengan kedatangan sebuah paket yang datang ke rumahnya. Anehnya, ia tidak membeli apapun, ia tidak mungkin menerima paket.

Namun benar atas nama Jeon Jungkook.

Ia duduk di sofa sembari tangannya mulai membuka perlahan bagian map coklat. Sambil berpikir bahwa apa yang ada di dalam map coklat tersebut. Apakah segepok uang yang banyak? Atau bahkan sebuah surat dari secret admirer nya?

Oh, Jungkook salah sangka. Bukan uang maupun surat, lebih parahnya lagi, sebuah kartu undangan pernikahan berwarna rose gold dengan nama kekasihnya.

Apakah, Taehyung menerima perjodohannya dengan gadis yang dimaksud?

Apakah ia harus percaya dengan Taehyung?

Jungkook sakit, sakit hati. Undangan itu telah jatuh dari tangannya, air mata perlahan jatuh ke pipinya.

Ia terisak perlahan membuat sang bunda yang asik memasak di dapur pun beranjak keluar.

"Adek kenapa?"

Bunda duduk di samping Jungkook, mengelus pundak anaknya itu supaya tenang. Namun tangisan Jungkook malah semakin kencang, isakan membuat dadanya sakit. Bunda tidak tega melihat anaknya kesakitan seperti ini.

"Adek? Jawab bunda dong, bunda ga bisa lihat adek nangis kayak gini."

Jungkook malah memeluk bundanya yang akhirnya balas memeluk.

"Bunda, hiks, Koo sakit."

Bunda hanya bisa meneteskan air matanya seolah-olah merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh anaknya sekarang. Jungkook yang biasanya ceria, kini menangis tersedu-sedu di pelukannya.

Selang beberapa menit isakannya mereda.

"Sudah mau cerita?" Jungkook hanya terdiam. Bunda memakluminya. "Baiklah kalau belum. Janji pada bunda kalau adek bakalan cerita nanti ya? Tidur dulu sini."

Jungkook merebahkan kepalanya di paha sang bunda, entah sudah berapa lama ia tidak seperti ini dengan bundanya.

Ia memejamkan matanya, sangat nyaman. Akhirnya ia tertidur.

Seorang pria memasuki rumah sederhana itu, ayah Jungkook yang habis bekerja, terkejut melihat keadaan anaknya yang matanya bengkak dan hidungnya memerah. Tertidur di pangkuan dang bunda.

"Ada apa?" tanya sang ayah pelan.

Bunda menggeleng. "Tidak tahu, tapi sepertinya karena itu." Tangannya menunjuk sebuah kartu undangan pernikahan dengan nama Taehyung.

Ayah perlahan mengambil kartu undangan itu. Membacanya perlahan.

"Hah, aku sudah dengar ini. Tapi aku harap mereka bisa menyelesaikan masalahnya."

Bunda hanya bisa menatap sendu Jungkook yang tertidur dipangkuannya, sembari mengelus surai lembut anak bungsunya itu. Malang sekali nasib anaknya.

-∞-

J

ungkook terbangun di sore hari, kepalanya sangat sakit karena menangis beberapa jam yang lalu. Ia memutuskan untuk tetap berbaring menahan rasa sakitnya.

Namun tak lama, kak Yoongi masuk ke dalam kamarnya, membawa sup ayam yang dibuat oleh bunda serta segelas teh dingin. Meletakkannya di nakas samping ranjang.

"Mata lo tuh sembab, jelek jadinya."

Jungkook mendengus. "Gue tonjok lo bang, ga paham adeknya lagi sedih apa?"

Yoongi hanya terkekeh ringan. "Makanya bangun, jangan males." Yoongi membantu adiknya duduk sembari menyender ke heardboard(?) ranjang.

Mengambil meja lipat di samping lemari, lalu meletakkannya di hadapan Jungkook.

"Ih tumben lo rajin bang?"

Yoongi sempat untuk memukul kening adiknya itu. "Cepet makan."

Pintu Jungkook diketuk dua kali seperti meminta izin untuk masuk ke dalam kamar. Setelahnya terbuka, menampakkan sosok Kim Taehyung, sosok yang ia tangisi beberapa jam yang lalu, masuk ke dalam kamarnya.

Jungkook membuang wajahnya, terlampau malas untuk sekedar melirik Taehyung.

"Gue keluar dulu." Yoongi paham, keduanya harus berbicara soal ini.

Ia pun keluar dari kamar Jungkook, mempersilahkan Taehyung untuk masuk ke dalam kamar. Lalu menutup pintu dengan rapat.

"Jungkook, kita harus bicara, ya?"

Jungkook tidak menjawab, masih memalingkan wajahnya menghindari tatapan Taehyung.

Yang lebih dewasa paham, ia pun duduk di kursi tepat di samping ranjang Jungkook, mengambil tangan kanan kekasihnya untuk ia elus.

"Jungkook, maafkan saya." Jeda sebentar. "Saya tidak bisa menolak permintaan kedua orang tua saya kali ini. Tapi tolong pecraya bahwa saya sangat mencintai kamu. Saya akan coba lagi untuk menolak. Percaya kepada saya, bahwa saya pasti bisa membatalkan pertunangan saya.

Saya sangat menyayangi kamu, Jungkook. Bukan sebagai pemilik sekolah kepada muridnya, namun sebagai pria. Maukah kamu menunggu saya? Saya berjanji akan menolak keras tentang pertunangan saya. Tunggu saya ya, Jungkook."

Taehyung melepaskan tangan Jungkook, meletakkannya di ranjang. Lalu beranjak keluar dari kamar Jungkook.

Namun sesuatu menahannya. Ia menoleh, mendapati Jungkook yang menahannya dengan menarik jas yang ia pakai. Wajahnya tertunduk mennahan tangisan.

"Jangan pergi.."

Jungkook menatap wajah Taehyung dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya.

"Jangan pergi, hiks, a-ayo berjuang bareng-bareng, hiks.."

Taehyung menarik Jungkook ke dalam pelukannya, ia sungguh tidak kuat melihat air mata yang keluar dari kedua mata bambi milik kekasihnya itu. Ia menghapus jejak air mata di pipi gembul Jungkook, sembari menenangkannya.

"Shh, jangan menangis, Jungkook. Terima kasih sudah mau berjuang bersama saya. Saya sangat menyayangi kamu."

Kecupan kecil dihadiahkan Taehyung di kening si manis.

"Sayang om juga."

-∞-

TBC

Adakah yang masih menunggu buku ini? Maaf ya, kelamaan hiatus hihi.

Maaf juga kelamaan bikin draft ini. Jujur aku harus bolak-balik baca ulang book ini dari awal biar feelnya dapet. Aku juga lupa sebenernya ini book alurnya apaan jadi harus baca mulu
˚‧º·(˚ ˃̣̣̥⌓˂̣̣̥ )‧º·˚

Terima kasih yang udah mau nunggu!

See you next chapter-!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sound of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang