"Terima kasih sudah membuatku begitu diinginkan kemarin, dan dilupakan begitu saja hari ini."
- Lalisa🕊
Lalisa tengah memperhatikan Jennie dari kejauhan yang sedang menanam bunga, sudut bibirnya terangkat kala melihat sang kakak mengusap peluh yang menetes membasahi pipi gembilnya. Baginya Jennie adalah kebahagiaannya.
Segera Lalisa memalingkan wajahnya saat ia tertangkap basa oleh Jennie tengah memperhatikannya. Lalisa bisa melihat dari ekor matanya bahwa Jennie tersenyum kecil. Bahagia, iya itu yang Lalisa rasakan saat ini.
Jennie berdiri dari tempatnya dan berjalan sembari membawa pot berisi bunga matahari yang baru saja ia tanam. Di simpannya dengan hati hati, setelah itu ia mencuci tangannya sampai bersih.
Lalisa sengaja membuang muka kearah lain saat Jennie melewati dirinya, karena ia sangat takut jika Jennie memarahinya. Namun yang dipikiran Lalisa salah, kini Jennie berjongkok di depannya, memegang kedua sisi kursi rodanya dan berkata, "yaa! berani sekali membuang muka saat aku berjalan melewatimu?" Lalisa segera memalingkan wajahnya dan menatap Jennie yang sangat dekat dengannya. Jantungnya berdetak sangat kencang.
Tiba-tiba Jennie tertawa lepas saat melihat wajah Lalisa yang sangat ketakutan itu. Aneh, ini sangat aneh karena untuk pertama kalinya Jennie tertawa sangat lepas seperti ini di depannya. Lalisa tersenyum senang, namun ia tidak menyadari bahwa air matanya luruh begitu saja saat melihat sang kakak tertawa. Jennie kebingungan saat melihat Lalisa yang meneteskan air mata, dan tiba-tiba Jennie mengulurkan tangannya, ibu jarinya bergerak menghapus air mata yang membasahi pipinya.
"Jangan menangis, air matamu terlalu berharga, Lili-yaa.."
Lalisa tertegun, ia mendadak bisu saat mendengar Jennie mengucapkan kalimat barusan.
Lalisa tersadar saat tangan lembut Jennie mengelus kedua pipinya, dengan cepat Lalisa menyentuh tangan Jennie yang masih berada di pipinya. Jennie tersenyum tulus.
"Apa ini mimpi? Tolong katakan jika ini bukan mimpi.." ucap Lalisa dengan sedikit terisak.
Jennie menggeleng pelan, "tidak, ini bukan mimpi, ini nyata Lili-yaa.."
Lalisa kembali terisak, ini moment yang tidak akan pernah ia lupakan. Jennie berbicara dengannya, bahkan mengusap pipinya dengan sayang.
"Tuhan, terima kasih, terima kasih, terima kasih, karena Engkau telah mendengarkan doaku, mengembalikan Jennie Eonnie seperti dulu.." batin Lalisa.
"Berhentilah menangis, kau sangat jelek Lili-yaa.." ledek Jennie sembari terkekeh pelan.
Di balik pintu ada seseorang yang yang diam-diam memperhatikan mereka berdua, senyum serta air mata bahagia muncul disaat yang bersamaan, kala melihat interaksi kakak beradik itu.
"Kajja, aku antar ke kamar.."
Jennie mengambil alih dan mendorong kursi roda dengan hati-hati dengan satu tangan, karena sebelah tangannya digenggam oleh Lalisa.
Lihatlah senyum itu, senyum kebahagiaan terpancar dengan sangat jelas diraut wajah Lalisa.
Tuhan, biarkanlah moment ini berjalan dengan lambat, agar tidak berakhir dengan cepat.
Sesampainya di kamar Lalisa, segera Jennie menuntun Lalisa dengan sangat hati-hati lalu membaringkan Lalisa di ranjang. Lalisa tersenyum, saat Jennie yang sangat telaten menyelimuti dirinya dengan selimut tebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mianhae.. | JENLISA [Sistership] ✔
FanfictionAku tidak pantas dipanggil Eonnie dan aku tidak layak mendapat maafmu, tapi aku akan tetap mengatakan Mianhae, Lili-yaa. -Jennie ©matchakopi_, 2020