[11]. Rasa yang Kian Membara

354 12 0
                                    

Jangan lupa : subcribe, vote, dan komen, yess.


Bumi terbangun dini hari, ia sudah berada di atas peraduan yang hangat. Seingatnya, terakhir kali dirinya sedang menyangga kepala Airlangga yang tertidur pulas di bahunya, di dalam mobil. Kini, kenapa jadi dirinya yang tertidur dan tidak mengingat apapun--siapa yang menggendongnya--mungkinkah Pak Er yang memindahkannya, batinnya.


Tak terus menerus memikirkan pria yang seenaknya itu, ia segera bergegas mandi, sebelum para pelayan itu datang untuk memperlakukan bak seorang putri. Ia tak suka akan hal itu. Selesai mandi segera turun ke bawah dan lagi-lagi meja porselen panjang itu kosong tanpa kehadiran Airlangga. Jujur hatinya sangat kecewa. Dikurung seperti burung dalam sangkar emas, tetapi pemilik sangkar malah menghilang. Bukannya senang dengan kemewahan yang diterimanya. Namun, yang ada malah kesal.


Hari demi hari berlalu Bumi menghuni mansion yang megah itu. Tepat seminggu Ia yang tak diperkenankan keluar rumah sedikit pun, sementara Airlangga memang penug kesibukan, pergi saat masih pagi buta dan pulang jauh malam, ketika Bumi sudah terlelap.


Airlangga bosnya, memang masih mengkhawatirkan keselamatan dirinya dari para penjahat yang mengincarnya. Untuk membunuh rasa jenuh, ia hanya mengisi waktu dengan menulis cerita di aplikasi dengan memakai nickname karena bahkan semua alat komunikasi disita dengan sangat arogan.


Terkadang ia hanya berjalan-jalan di sekitar mansion. Taman dan kolam yang sangat indah itu tak mampu mengobati kerinduannya pada Atap Hijau miliknya. Bagaimana keadaannya anak-anak kesayangannya? Tanaman yang dia rawat sepenuh hati, juga ikan Koy yang menjadi teman kala gundah. Apakah hidup atau sudah mati. Juga kaktus dan anggrek hitam kesayangannya. Bumi berharap mereka bertahan dengan sistem penyiraman metode infus yang dipasangnya. Namun, tentu akan beda jika dirawat tiap hari, terutama menjaga kesetabilan PH airnya.


Mengingat betapa susah payah bibit-bibit langka itu ia dapatkan, hatinya terasa mencelos. Bahkan, ia tak diizinkan untuk sekedar kembali ke rumah sebentar pun walaupun itu demi mengambil pakaian dan merawat tanamannya. Bibit-bibit unik, baik beli, maupun hasil ikutan kuis di grup tanaman, ataupun hunting langsung hutan. Ia pun tak sungkan memungut ketika menemukan tanaman unik yang hidup tak terawat di tepi selokan. Atau barter dengan sesama pecinta tanaman.


Setelah mendapatkan tanaman unik semacam cabe berbagai bentuk dan tingkat kepedasan level tertinggi di dunia, juga anggrek hitam yang ia dapatkan dari temannya yang bekerja membuka lahan di perkebunan sawit di pedalaman Kalimantan, itupun, karena ia barter dengan tanaman Si "Janda Bolong" Monstera jenis varieganta, hasil sentuhan tangan dinginnya. Bicara soal tanaman anturium jenis satu ini, Konon harga janda bolong ini bisa ratusan juta sama seperti ketika boomingnya, tanaman Gelombang Cinta pada massanya.


Seandainya saja sekarang masih di kosan, dapat dipastikan ia akan mendapatkan keuntungan dari menjual tanaman langkanya, dan mampu membayar hutang 100 juta pada Bosnya. Ah terkenang itu ia menjadi sedih dan kesal, kenapa Airlangga sangat arogan. Bahkan ia tidak memahami kalau dirinya bosan. Untuk sekedar berhubungan kabar dengan sahabatnya saja dilarang. Sungguh keterlaluan!


Malam ini ia harus bicara. Tekadnya sudah bulat. Bahkan Si Arogan itu tak menjelaskan apapun dan bahkan seperti tak peduli pada keberadaannya. Jika hanya untuk diperlakukan tak acuh, kenapa harus mengurungnya. Padahal ia hampir setengah mati merindukannya. Eh, merindukannya? Dosen arogan itu? Nonsense, batinnya. Ia sepertinya merasa ada yang salah dengan pemikirannya dan perasaannya. Tanpa disadari terus memukul-mukul kepalanya.

Istri Rahasia Dosen TajirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang