[16]. Tamu Tak Diundang

217 16 0
                                    

"Kamu?!"

"Mi ... Kamu baik-baik saja, Kan?" Sorot mata Airlangga yang terlihat begitu mengkhawatirkannya berubah menjadi binar lega kala tatapan mereka bertemu dengan Bumi yang kaget melihat kedatangannya.

"Pak Er? Kenapa ngikutin saya? Saya janji akan bayar uang itu, tapi please--"

"Mi!"

"Tolonglah, kembali, saya mohon jangan ganggu saya dan keluarga saya. Mereka tak tahu apa-apa," pinta Bumi.

"Mi--"

Arrgh. Gadis itu mendadak kesal luar biasa. Tidak cukupkah selama ini, bosnya itu membuatnya terkurung selama ini?

"Pak--"

"Teteh, ada tamu siapa?"

"Bukan siapa-siapa, hanya orang nanya alamat Mbu!" teriaknya sebelum Ambu keluar.

"Punten, Ambu, saya ---"

Siapa lagi lelaki ini? Bumi menangkap sesosok lelaki yang yang tak dikenal membungkuk hormat pada Ambunya.

"Aeh, Kang Saep. Aya naon?"

"Ini, Ambu. Saya mengantar tamu, katanya mencari alamat Neng Bumi. Katanya dosennya dari kota. Saya antar kemari karena ingat, Abah sering cerita tentang Neng Bumi."

Lelaki muda, terlihat gagah dan bersih itu berbicara dan mengangguk dengan sopan. Bumi masih memindainya. Siapa lagi dia? Orang asing. Semenjak hal buruk penculikan yang terjadi padanya, Bumi selalu memasang tingkat kewaspadaan tinggi pada orang yang asing dan memiliki gelagat mencurigakan.

"Dosennya Teteh?" gumam Ambu. Airlangga mengangguk dengan sopan.

"Saya Airlangga, dosen sekaligus atasannya Bumi."

Airlangga mengulurkan tangan, refleks Ambu yang tersihir dan grogi pada ketampanan dan kesopanan dosen putrinya mengulurkan tangan dan hendak mencium lengan Airlangga.

Airlangga terlihat kikuk. Ia tidak terbiasa dengan adat mencium tangan, apalagi Ambu adalah ibu dari gadis yang disukainya. Namun, tindakan spontan Ambu membuat refleks menolaknya jalan. Ia cepat-cepat membungkuk dan berusaha mencium. Mereka berdua jadi terlihat saling mencium tangan dan alhasil beradu kening.

"Aduh!" Ambu mengaduh dan mengusap keningnya.

"Eh, maaf, maaf. Nyonya tidak apa-apa? Saya tak sengaja," sesal Airlangga. Wajahnya terlihat memerah. Ini pertama kali Bumi melihat dosennya kikuk, apalagi wajahnya terlihat merah seperti tomat dalam pantulan cahaya obor. Dan tentu membuatnya tak mampu untuk menahan geli. Refleks tangannya membekap mulut usilnya. Ini adalah sejarah luar biasa. Dosennya yang sehari-hari cool dan lebih terlihat arogan tanpa tahu malu serta rasa takut, bisa terlihat salah tingkah.

Imut.

Bumi membantin. Baginya Airlangga itu terlihat lucu.

"Teh Mimi mah, Ambu sama dosen teh malah diketawain. Hiyap ajak ke dalam. Di luar dingin."

Walaupun hatinya diliputi kekesalan, demi melihat wajah lelah dan cemas Airlangga, juga tak ingin mempermalukan ambu karena dianggap anak yang tak sopan pada tamu, akhirnya Bumi mempersilahkan Airlangga masuk. Sementara untuk orang asing itu, ia masih enggan.

"Kang Saep ini, Tetangga baru kita. Baru 6 bulan menjadi tetangga, Ambu. Menempati rumah Kang Misnung yang sudah pindah ke kota menyusul anaknya," jelasnya.

Ambu menjelaskan demi menyadari tatapan putri sulungnya yang meminta penjelasan dan tatapan curiga pada tetangganya. Tak salah memang. Kampung mereka terpencil. Orang baru hanyalah menantu baru yang menikah dengan pengantin yang berasal dari desa ini. Dan itu biasanya sangat jarang. Kebanyakan ikut ke kota. Ini, orang kota malah tinggal di desa tentu ada kepentingan tertentu.

Istri Rahasia Dosen TajirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang