[14]. Lari dari Serigala

464 20 3
                                    

Semenjak kejadian ciuman hangat nan memabukkan di kolam renang itu, Bumi merasa canggung. Akan tetapi hati dan sikapnya mulai bisa menerima tentang Airlangga dan segala hal yang dipaksakan padanya. Namun justru, sikap Airlangga jauh berubah. Ia kini lebih luwes terhadapnya.

Penjaga yang biasa mengawasi dengan ketat pun, kini tidak kelihatan batang hidungnya. Keadaan ini tentu menguntungkan baginya. Dia leluasa untuk menyusun rencana tanpa sepengetahuan Airlangga.

Hari ketiga sejak peristiwa yang selalu membuatnya tersipu malu apabila mengingatnya, mansion tampak lengang. Bibik dan Misel tidak kelihatan. Pun dengan Ali. Penjaga dan pelayan lain seperti menghilang.

Apa mereka sedang diliburkan?

Atau bosnya itu mulai mempercayainya?

Jika iya. Maka, ini adalah kesempatan untuknya. Ia harus segera bertindak dengan cepat.

Kini, di sudut-sudut yang tidak terjangkau CCTV, Bumi menyelinap. Untuk menyempurnakan pelariannya, pakaian pelayan yang dia curi sebelumnya, membantunya menyamarkan kala CCTV tidak mampu terhindarkan.

Bumi sengaja berganti pakaian di ruang kamar mandi pelayan. Di depan sana tidak ada CCTV.

Kini, satu langkah lagi ia mencapai tepian dinding belakang. Beberapa waktu sudah diawasinya di sana ada sebuah celah dari jalan sempit pintu besi. Jalan tersembunyi yang tertutupi tanaman rambat. Entah sengaja atau tak sengaja. Ia menemukannya ketika mengejar kucing yang menhilang lalu ditemukan lagi muncul dari dalam tembok. Setelah daun-daun disibak tampak sebuah jalan sempit berpagar besi. Sangat kebetulan kuncinya sudah berkarat dan rusak.

Setelah berkali-kali mencoba membuka menggunakan linggis, dengan berpura-pura bermain dengan kucing, akhirnya hari ini, pintu telah terbuka. Kucing yang ia bawa di usao lalu ditinggalkannya.

"Sst, Putih, jangan nakal, ya." Bergegas ia menerobos celah dengan paksa. Beberapa duri dan besi menggores tubuhnya.

Bumi terengah-engah. Ia berhasil menjauhi mansion dengan berlari menelusuri perkebunan hingga menemukan jalan besar. Lokasi mansion sangat jauh. Nyaris privasi. Ia sudah sangat lelah.

Sial, kalau begini caranya bisa cepat ketahuan dan tersusul. Matanya menatap nanar jalan lengang dengan kebun-kebun buah-buahan dan sayuran yang terhampar luas.

Tiiin Tiin!

Terperenyak, nyaris melompat, Bumi menepi ke pinggir jalan. Hatinya was-was. Jangan-jangan itu mereka sudah menyusulnya. Sebuah mobil pick up melintas. Bumi menyembunyikan wajahnya dengan berpura-pura memandang ke arah lain. Sayangnya, mobil itu malah berhenti tepat di dekatnya.

Jantung Bumi semakin berdetak cepat. Jangan-jangan dia mau membawanya kembali ke mansion. Bisa gawat, ini, pikirnya.

Aku harus lari!

Saat kakinya bersiap mengambil langkah seribu, supir itu sudah mendahuluinya.

"Mbak, mbak, mau ke mana? Di sini jauh lho, hutan doang. Apa Mbak enggak takut ada penjahat?"

Ternyata, dari nada suaranya tidak kelihatan sedang memburunya. Mungkin supir ini bukan dari mansion dan tidak mengenalinya. Perlahan ia menghadap wajah.

"Em, a-apa di sini tidak ada kendaraan umum?"

"Tidak ada. Saya satu-satunya yang lewat. Mari kalau mau ikut. Tampaknya Mbak pelayan di mansion itukah?"

Perlahan Bumi mengangguk. Lebih baik disangka pelayan dari pada disangka kabur. Matanya melihat muatan bak belakang yang tertutup terpal. Beberapa daun pakchoy dan capcay tersembul keluar. Sepertinya baru mengambil sayuran yang di panen.

Istri Rahasia Dosen TajirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang