===Jangan lupa Vote sebelum baca.===
Holaaa, maafken Neng Bumi baru berlanjut.
Author sibuk berlatih menulis, tugas dan urusan duta.
Semoga kali ini bisa menghibur Neng Bumi-nya.
Terima kasih yang sudah membaca.
***
"Bumi ... Maafkan aku!" Direngkuhnya tubuh lemah itu dipeluknya dalam penyesalan dan emosi membuncah.
"Maafkan aku terlambat, arrrgghh!" geramnya menyesali.
Mata Bumi mengerjap perlahan. Bergerak. Merasa sesak dia memicingkan mata, apa yang terjadi?
Pak Erlangga? Kenapa aku ada dalam pelukan pak Erlangga? Ini memalukan. Ingin menggeliat dan melepaskan diri namun terlalu kuat bosnya merengkuh dalam pelukan.
Ini ... sesak, tapi... rasanya nyaman. Aroma minyak wangi yang lembut dan menyegarkan, pelukan hangat, dan isak lirihnya. Dia menangis dan terguncang? Seorang Airlangga menangis? Karena apa dan siapa?
Tapi tunggu, pelukannya terasa erat dan mengganjal. Dadanya menempel erat pada dada Pak Er. Padahal dia hanya mengenakan baju tidur tipis. Rasanya aneh!
"Aah, pak Er! Apa yang Bapak lakukan?" Bumi sontak mendorong tubuh dosennya hingga terjungkal. Menyadari apa yang barusan terjadi, pipinya memerah. Malu!
"Aww," Airlangga yang terjatuh ke lantai mengusap-usap pinggilnya. Namun, bangkit ketika melihat wajah Bumi yang seperti biasa saja tidak pernah terjadi apa-apa.
"Bapak! Kenapa Bapak bertingkah mesum seperti itu?! Tidak pantas Bapak berbuat seperti itu pada saya! Saya mahasiswi Bapak yang harus dilindungi, bukan dilecehkan!"
"T-tenang Mi. Bukan aku pelakunya! Tetapi ... Aku siap bertanggung jawab, jangan khawatir. Kamu akan baik-baik saja. Aku menerimamu apa adanya--"
"Apa maksud Bapak?"
Airlangga senang Bumi tidak histeris, tetapi untuk menjelaskan apa keadaannya dia tidak sanggup. Apakah gadisnya tidak menyadari telah diperkosa? Akankah Bumi hancur ketika mengetahui keadaan dirinya? Ah biarlah mungkin dengan begini, Ia akan baik-baik saja.
"Bapak?" Bumi keheranan melihat Airlangga menatapnya dengan pandangan prihatin.
Tiba-tiba dia merasa ada yang tidak nyaman di bawah sana. Matanya melihat ke bagian intinya. Mukanya memucat. Airlangga menatap dengan tegang. Ia memandang dosennya dengan segenap rasa campur aduk. Duaaarr, dihatinya seperti ada yang meledak. Malu.
"Ba-bapak, bi-bisakah keluar sebentar, please?" mohonnya dengan wajah memerah. Airlangga tak bergeming dia takut Bumi akan histeris.
"Tenang, Mi. Kamu akan baik-baik saja. Aku harus pastikan itu."
"Bapak, aku mohon --- please, keluarlah," mata gadis itu berkaca-kaca, Airlangga makin tak tega. Bergerak hendak merengkuhnya. Bumi menahan dengan kedua tanggannya.
"Keluaaar, Pak!" Ditutupnya wajah dengan kedua telapak tangan. Malu, sangat. Airlangga yang berpikir sebaliknya, makin nekad.
Kasian, Mimiku. Dia pasti syok dengan keadaan dirinya. Dia tentu akan mengurung diri dan histeris, dikhawatirkan akan bertindak menyakiti diri sendiri. Pertimbangan di luar pertempuran antar pengawal masih terjadi, Airlangga harus memastikan Bumi aman dalam perlindungannya.
"Tenang, Mi. Kamu aman bersamaku."
Ditariknya selimut tebal, tanpa menunggu izin, digulungnya Bumi dengan selimut, lalu dibopongnya keluar kamar. Bumi sedianya hendak berteriak-teriak mengetahui tubuhnya digulung tiba-tiba dan dibopong. Matanya terbuka melihat Pak Er yang gagah dan tampan membopongnya keluar kamar.
Wajah mereka sangat dekat. Itu ... sangat tampan dan gagah.
Airlangga menghindari pertempuran, Bumi fokus memandang wajah dosennya.
"Awas Boss, di belakangmu!" Tubuh Airlangga menegang. Matanya menoleh, seorang mengacungkan senapan AK47, tepat arah jam 9, si penodong menyeringai dengan ganas.
Ia diam sejenak, seharusnya mudah untuk mengelak, tetapi membopong Bumi dengan tubuh terbalut selimut, membuatnya tidak leluasa bergerak.
Terdengar letusan tembakan.
Dor!
Bruk!
Sesosok tubuh roboh dari balik pilar, arag jam 3. Mata Airlangga memicing, Adam mengacungkan jempolnya, dibalas dengan anggukan samar.
"Sini, Bos!" panggil Adam, memberi tanda jalur dan tempat yang aman. Menuju mobil. Anak buahnya akan menyelesaikan pekerjaan dan membereskan jejak mereka.
"Bereskan sisanya!" titahnya pada Adam dijawab dengan anggukan.
"Berangkat, Pak!"
Mobil sedan mewah itu meluncur, meninggalkan area pertempuran.
"Pulang ya, Pak. Mansion kita."
"Baik, Den." Supir kepercayaannya, Mang Mimin adalah supir setia dan bisa beladiri. Dari balik spion depan matanya melihat majikannya yang dikenalnya sangat kuat dengan lawannya, dingin terhadap wanita, memeluk possesive perempuan sekretaris dan mahasiswinya. Ia mengenalnya di kantor GARDA. Terlihat keresahan dan kekhawatiran dari wajah Den Angga.
Seumur mengabdi kepada Den Angga, belum pernah terlihat seresah ini, dan baru pertama kali ada seorang gadis yang dibawa pulang ke mansionnya. Biasanya, majikannya tidak menginginkan siapapun datang. Bahkan kedua orang tuanya sendiri tidak pernah menginjakan kaki di mansionnya. 'Gadis ini yang pertama pikirnya, sepertinya ia gadis istimewa.'
Bumi, yang masih syok atas semua yang terjadi, hanya bisa gemetar di dalam pelukan Airlangga. Bergelung selimut, dia tidak mampu membuka mata. Rasa takut atas pertempuran dan malu atas semua kejadian membuatnya terus memejamkan mata.
Terasa Airlangga memeluknya erat, hangat. Walaupun tadi bergelung selimut, tapi entah bagaimana mulanya, posisi selimut telah menutupi mereka berdua. Kini, ia dalam pangkuan Pak Erlangga, tanpa batas. Hanya sehelai pakaian tidur tipis dan baju dosennya.
Sangat terasa tangan dosennya memeluk erat, melingkar di punggung dan dadanya. Mengenai seluruh kulitnya. Possesive. Penuh kekhawatiran. Sementara Bumi sendiri, panas dingin dibuatnya. Jalan terbaik adalah ... pura-pura pingsan!
Ini bukan modus! Ini terlanjur malu! Abah, Ambu! Maafkan, kesucian kulit anakmu telah ternoda! Huaaaa!
***
Next?
Maaf ya sedikit.
Hehe.
Salam hangat dari author.
Damai dan bijak untuk BUMI.
Terima kasih, admin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Rahasia Dosen Tajir
RomanceBumi, mahasiswa cantik dan cerdas tapi paling tidak peka dalam urusan cinta. Airlangga, dosen muda, tampan, tajir sekaligus Ketua LSM GARDA adalah bosnya Bumi. Arogan, dingin soal perempuan dan pekerjaan. Namun, menjadi tak tahu malu dan posesif be...