38. Dibalik Awan

508 50 39
                                    

"At this point, gue nggak bakal kaget kalau tiba-tiba Mas nongol di depan rumah gue sama keluarganya sambil bawa seserahan."
 
 

Gue ambil satu kentang goreng dari piringnya Sebaru. Tumben banget nih orang mau makan makanan yang digoreng begini buat cemilan.

Biasanya paling anti.
 
 

"Percaya diri amat bos??" kata Sebaru nanggepin sinis omongan gue barusan.
 
 

Gue muterin bola mata malas. Sebaru bisa ngomong begitu soalnya nggak tahu kalau akhir-akhir ini Mas beneran sesering itu nyinggung soal mau nikah sama gue.

Gue seneng sih, asli. Seneng banget. Kayaknya kalau bisa besok nikah mah pasti gue lakuin. Cuma ya.... rada bingung aja, ada apa dengan Mas Awan?
 
 

"Coba deh lo tanyain ke si Mas. Pasti Mas bilang iya," kata gue lagi dengan entengnya.
 
 

Sebaru nepuk-nepuk tangannya buat bersihin remahan kentang goreng di tangannya, terus dia ambil tisu sebelum akhirnya semprot tangannya pakai hand sanitizer.

Dasar jorok.

Bukannya cuci tangan.

Padahal nggak jauh dari meja gue sama Sebaru, ada westafel buat tempat cuci tangan.
 
 

"Tahu nggak lo, Nin?"

"Apaan?"

"Sebenarnya bukan cuma sama lo aja dia bahas soal nikah. Sama kita-kita juga."

"Kita?"

"Gua, Alice, Arman, ya yang lainnya."

"Ah, iya, iya tahu gue."

"Nah, kapan hari tuh kami ngumpul kan di tempat si Christian manggung. Di situ, nggak ada angin, nggak ada hujan tiba-tiba Awan nyeletuk kalau dia jadi bingung."

"Bingung kenapa?"

"Bingung kalau nanti nikah sama lo, mau outdoor aja apa indoor tapi dekorasinya ala-ala cafe yang biasa nyediain live music gitu."

"Hah?"

"Itu ekspresi gua sama yang laen pas denger Awan ngomong begitu!" kata Sebaru sambil nunjuk muka gue.

Gue yang mangap, langsung tutup mulut. Terus nelen saliva gue dan langsung buka suara lagi.

"Menurut lo aneh nggak?" tanya gue ke Sebaru.

"Hmmm...." Sebaru kelihatan mikir bentar. "Dikit."

Kan. Sebaru aja mikir itu aneh. Apalagi gue.

"Tapi, Nin," kata Sebaru lagi. "Emang lo mau kalau misal si Awan beneran ngajakin lo nikah? Lo mau nikah muda?"

"Hmmm, kenapa enggak?" tanya gue tanpa pikir panjang.

Sebaru ngelihatin gue dengan pandangan nggak yakin. Terus ngelihatin gue dari atas ke bawah, terus ke atas lagi.

"Yakin nih potongan kayak lo mau langsung jadi ibu rumah tangga abis lulus? Bukannya mau S2 lo? Terus mau kerja juga, kan, kata lo?"

"Idih!" kata gue sambil mukul tangan Sebaru. "Emang kalau gue nikah, gue bakalan cuma jadi ibu rumah tangga gitu? Kan bisa sambil lanjutin S2 atau kerja!"

"Capek kali, Nin. Kasian nanti Awan pulang kerja nggak ada yang masakin. Soalnya lo capek juga pulang kerja. Terus males masak, eh dikit-dikit beli dah-"

"Bacot deh lo, Baru!"

Lagian, belum apa-apa udah berburuk sangka aja ini orang depan gue.

Kan zaman sekarang kuliah atau kerja bisa lewat rumah ya? Online. Nggak harus kitanya dateng ke tempat kerja. Kayak Tante gue tuh, jadi admin di bagian pemasaran di salah satu kantor di Jakarta. Nah dia ambil ngelakuin job itu dari rumah. Terus sepupu gue juga lanjut S2 di luar, tapi kuliahnya secara daring. Baru bakal ke kampus semester-semester tertentu. Kayak pas akhir mau sidang sekaligus wisuda misalnya.

Tentang Awan; Tay Tawan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang