25. Awan Kira

861 163 12
                                    

"Mas boleh duduk di sini?"

"Nggak." Jawab gue dengan cepat.

Tapi kayak nggak ada artinya. Mas tetep duduk di samping gue.

"Kamu makan apa yang?" Tanya Mas lagi sambi lihatin makanan yang ada di depan gue. "Mas boleh minta nggak?"

"Nggak." Jawab gue lagi.

Kalau biasanya gue bakal seneng dengan tingkah Mas yang menggemaskan seperti ini, nggak dengan sekarang. Gue beneran jengkel. Karena Mas Awan tuh kayak nggak ngerti salahnya dia dimana.

"Mau kemana lo, Bar?" Tanya gue ketika Sebaru berancang-ancang bangun dari tempat duduknya.

Gue juga jengkel sama Sebaru, karena udah pasti dia yang ngasih tahu ke Mas Awan kalau gue lagi sama dia.

"Ngangkat telpon?" Jawab Sebaru sambil nunjuk ke arah luar restoran.

"Telpon dari siapa?"

"Togar?"

"Boong!"

"Beneran." Jawab Sebaru sambil ngangkat kedua jarinya membentuk V.

"Tapi kan hape lo di gue!" Ucap gue lagi sambil angkat hapenya Sebaru tinggi tinggi. Ya tadi kan emang rencananya gue mau fotoin Sebaru sebelum akhirnya Mas Awan dateng dengan tiba - tiba.

Sebaru langsung ambil hapenya dari tangan gue.

"Gue lupa kalau mau ngabarin dia soal tugas pemrograman!" Ucap Sebaru lagi sambil langsung ngibrit lari keluar.

Gue mendecih.

Bener bener itu anak satu. Bohong kok nggak profesional?! Bang Togar sama dia kan beda jurusan! Buat apa coba dia ngabarin Bang Togar soal tugasnya dia?

"Nina sayaaaang~"

Gue gerakin bahu gue yang dicolek sama Mas Awan sambil majuin posisi duduk gue biar jauhan dikit sama si Mas.

"Kamu kenapa sih? Kamu marah sama Mas? Kalau Mas ada salah maafin ya?" Ucap Mas Awan dengan suara super lembut.

Duh nggak bisa gue tuh diginiin sama Mas. Dua kelemahan gue yang diakibatkan oleh seorang Awan Prasada.

Pertama, senyumnya.

Kedua, suara lembutnya kalau lagi baik-baikin gue begini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua, suara lembutnya kalau lagi baik-baikin gue begini.

Ah dasar buceeeen.

"Nina?" Panggil Mas Awan sekali lagi.

Gue hela napas panjang. Kemudian balikin badan gue supaya noleh ke belakang. Sialnya wajah Mas yang terlalu deket bikin gue agak kaget.

"Kok kantong mata Mas gede banget?" Tanya gue refleks. "Eh engga engga. Bukan itu!" Ralat gue cepet sebelum Mas Awan sempet jawab.

"Mas tahu salah Mas dimana?" Tanya gue kemudian.

"Mas kurang tidur." Jawab Mas Awan.

Sial. Dia denger pertanyaan gue yang pertama. Jadi tengsin kan.

"Dan ya, Mas nggak tahu salah Mas dimana. Bisa kamu kasih tahu?" Pinta Mas Awan.

Gue berdecak kesal.

Nggak.

Gue nggak boleh luluh sama sikap Mas Awan kali ini.

"Sebaru jomblo, Mas." Ucap gue.

"Terus?"

"Kayaknya aku mau jomblo juga."

Sumpah.

Gue kelepasan.

Gue nggak ada maksud buat putus dari Mas Awan.

Pengen rasanya gue tepok mulut gue.

Tapi gue tahan.

"Maksud kamu? Kamu minta putus?"

Kening Mas Awan bertaut. Raut wajah lembut sebelumnya berubah jadi raut wajah penuh pertanyaan. Dan bau baunya bentar lagi si Mas mulai emosi nih.

Gue langsung buang muka gue ke arah lain. Nggak mau natap mata Mas Awan secara langsung.

Pasrah deh gue kalau sampe Mas ngeiyain.

"Tolong jelasin dulu, kenapa kamu minta putus?" Tanya Mas Awan sambil ambil kedua tangan gue buat dia genggam.

Gue muterin bola mata gue malas.

Ini seriusan Mas belum tahu salahnya dia apa?

"Ni-"

"Siapa Alice?" Tanya gue kemudian sambil noleh ke arah Mas Awan lagi.

Dan pertanyaan gue barusan bikin raut wajah Mas Awan berubah lagi. Nggak sampai beberapa detik, Mas Awan malah langsung tarik badan gue buat dia peluk.

Gue? Kaget tentu aja. Gue berusaha ngedorong badan Mas Awan. Tapi tenaganya lebih gede dari gue. Jadi rasanya usaha gue emang sia sia aja.

Bisa gue denger helaan napas kelegaan Mas Awan.

"Ya Tuhan Mas kirain kamu suka sama cowok lain." Ucap Mas Awan di sela sela pelukannya.

Sumpah gue jadi bingung.

Ini maksudnya apa ya?

Tentang Awan; Tay Tawan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang