Bab 18 - Patah Lagi

25 5 0
                                    

"Ham, mampir ke warung lotek, yuk!"

Gue sama Ilham udah perjalanan balik dari mall, setelah membeli kalung dan makan kebab. Gue beneran dibeliin kebab dua, dong! Tambah satu lagi yang jamur juga. Kata dia sih, siapa tahu gue penasaran dan pengin coba. Tadi tuh, total beli lima atau enam gitu, lupa gue. Ilham bilang sekalian buat Kamal di rumah. Adek gue nih kalau tahu nanti girang.

"Dua kebab tadi nggak cukup?"

Kayaknya dia takjub sama gue yang menghabiskan dua kebab ukuran jumbo, tapi masih minta mampir buat beli lotek. Ya, gimana, ya? Gue kenyang, sih, cuma mulut rasanya pengin makan lotek. Kangen sama gurihnya sambel kacang dipadu sayuran, ketupat, juga bakwan.

"Kan pengin, Ham. Iyain aja kenapa? Lagian nggak minta traktir, gue beli sendiri. Sekalian lewat, jadi mampir."

"Pulang dulu aja, nanti sore belinya."

"Kan, gue penginnya sekarang, bukan nanti!"

"Ngeyel banget, heran!" Ilham getok kepala gue pelan pake tangan kiri, sedangkan tangan kanannya memegang kemudi.

Gue cemberut, sambil diam-diam nyubit kecil tangan kirinya. Langsung aja tuh Ilham mengaduh.

"Aduh! Nis, sakit tauk!"

Bodo amat. Lagian jadi orang juga resek. Tinggal bilang iya, tapi repot banget. Emangnya kalau gue beli lotek sekarang, dia bakal rugi? Yang beli gue, yang makan juga gue, yang rempong Si Bongsor.

"Pokoknya mampir! Gue mau sekarang, bukan nanti."

"Iya-iya," putus Ilham.

Gue tersenyum menang. Kalau menyangkut gue sama Ilham, cewek selalu benar itu berlaku. Selain itu cewek juga selalu menang, berlaku juga. Bodo, deh. Tadi gue udah menuruti Ilham jadi setrikaan mendadak, sekarang dia juga harus gitu, dong.

Ini cuma mampir warung lotek pojok kompleks perumahan dekat rumah gue, bukan balik ke mall dan malakin dia buat bayar belanjaan. Heran, deh!

"Lo mau ikut turun nggak?" Gue udah melepas seatbelt, bersamaan dengan mobil berhenti di dekat warung lotek.

"Gue tunggu sini aja." Ilham menggeleng. "Jangan lama-lama."

"Nggak janji." Gue gedikin bahu sambil keluar mobil, tapi abis itu balik lagi.

"Apaan?"

Gue cengar-cengir. "Tenang, gantian gue traktir. Bakwan lima biji cukup nggak?"

Nggak perlu nunggu jawaban Ilham, gue langsung melesat menuju warung lotek tersebut. Entahlah Ilham misuh apa, gue nggak dengar. Nggak penting juga.

Pas masuk, ternyata lumayan ramai. Tempat duduk yang disediakan hampir penuh, tersisa satu meja aja. Itu pun, beberapa masih nunggu pesanan dibuat. Alhasil, gue kudu nunggu selama beberapa saat.

Ibu Yun, penjual lotek yang udah kenal baik sama gue, mempersilakan duduk. Ada satu kursi nggak terpakai di dekat gue berdiri. Sambil nunggu pesanan, gue ambil hape dan kirim chat ke Ilham. Daripada dia ngomel-ngomel nggak jelas, lebih baik dikasih tahu duluan kalau masih ngantri.

Oke, send.

"Mbak Nisma buru-buru nggak, nih? Kalau iya, Ibu buatin duluan."

"Emang masih banyak antreannya, Bu?"

"Masih dua lagi. Gimana?"

Gue kira lebih dari itu. Kalau nggak sih, mending nunggu. "Nggak usah, Bu. Aku nunggu aja, cuma dua kok."

"Oke, siap. Tunggu, ya, Mbak Nisma."

Abis itu gue fokus lagi ke hape. Ilham nggak balas chat, cuma dibaca doang. Biarin lah ya, yang penting udah bilang.

Between You and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang