Bab 05 - Kode

60 9 25
                                    

Sebenarnya, acara akikahan anaknya Mbak Diana udah berlangsung sore tadi. Mungkin sekitar abis ashar, tapi malam ini masih rame. Keluarga Kenzo masih pada ngumpul sambil makan malam, dan gue ikutan nimbrung. He he.

Ternyata, yang ngundang gue itu maminya Kenzo. Lama nggak ketemu katanya. Padahal, tempo hari ketemu pas gue ikut mamah belanja di mamang tukang sayur pojok kompleks. Gue pikir, mami itu agak lebay, sih. Mirip gue gitu.

"Kok, Nisma jarang main ke sini lagi, sih?"

Gue berhenti ngunyah, terus dongak buat natap Mbak Diana yang nanya ke gue.

"Eh, gimana, Mbak?" Gue mah, kalo lagi makan kadang nggak konsen sama sekitar. Maksud gue, kadang mendadak bolot. Maklum, lapar itu mengalahkan segalanya.

"Kok, jarang main? Idan nyariin, loh!" ulang Mbak Diana.

Anyway, Idan itu anaknya yang pertama. Namanya Zaidan, sih. Terus anak kedua baru umur semingguan, yang di akikahin tadi.

"Oh itu ... aku lagi bantuin mamah buat pesenan kue, Mbak. Jadi, belum bisa main, he he."

"Wah, lagi banyak pesenan, yah?"

Gue ngangguk. "Iya, Mbak. Alhamdulillah rame."

Acara akikahan yang Kenzo maksud, ujungnya jadi acara makan malam. Secara gitu kan, acaranya udah lewat beberapa jam yang lalu. Meski gitu, di rumah Kenzo tetep rame kayak pasar. Maklum, dia banyak bersaudara. Kakaknya ada dua, adeknya ada satu. Belum ponakannya, terus tante sama omnya juga datang. Jadi berapa, tuh? Itung sendiri, deh!

Well, gue selalu disambut baik kalau ada di tengah-tengah keluarganya Kenzo. Mungkin karena gue cepet akrab sama orang kali, ya, makanya cepet deket juga. Jadi, tiap kali ketemu sama mereka pasti udah nggak canggung lagi. Mereka udah jadi keluarga kedua buat gue. Sampai-sampai, gue sering diledekin sama Mbak Diana.

Katanya gini, "Nisma, kapan gabung jadi keluarga kita?"

Apakah ... ini yang dinamakan kode?

🌷🌷🌷

"Nisma duduk aja di ruang tengah sama yang lain, biar Mami yang nyuci piring."

Di rumah, mami itu nggak punya pembantu. Jadi, semua pekerjaan rumah tangga beliau kerjakan sendiri. Well, dibantu Mbak Diana sih, tapi sebelum dia melahirkan anak kedua.

"Nggak apa-apa, Mi. Nisma seneng kok, bisa bantu. Lagian, Nisma udah jarang main ke sini."

Mami berhenti gosok piring pake spons, terus beliau nengok dan senyum ke gue. Aduh, cantik! Sekarang gue paham dari mana kecantikan Mbak Diana berasal.

"Makasih, ya," kata mami tulus, abis itu lanjut nyuci piring lagi.

Gue mah, bantuin bagian bilasnya aja, he he.

"Mamah kamu apa kabar?" tanya mami mulai ngajak gue ngobrol.

"Alhamdulillah baik, Mi."

"Ayah sama Kamal?"

"Alhamdulillah baik juga."

"Mami rasanya lamaaa banget nggak ketemu mamah kamu."

Gue ketawa kecil. "Lah, tempo hari itu apa, Mi?"

"Kalau itu sih, cuma ketemu sepintas aja."

Iya juga, sih. Tempo hari di mamang tukang sayur itu ketemunya bentaran doang. Soalnya, waktu gue sama mamah baru datang, mami udah selesai belanja. Jadinya, ya, gitu deh.

"Mi, Budhe mau pamit pulang, tuh!"

Gue sama mami kompak nengok ke belakang, waktu dengar suara Kenzo. Dia lagi berdiri di dekat kulkas sambil megang satu botol isi air mineral. Bajunya udah ganti, udah nggak pake baju koko lagi. Sekarang cuma pake kaus polos warna hitam. Gue otomatis cengo, dong! Gilak ganteng banget!

"Oh, iya, Mami ke depan sekarang." Suara mami adalah hal pertama yang nyadarin gue dari lamunan. "Bantuin Nisma nata piringnya, ya, Ken!"

Kenzo ngangguk. "Iya, Mi."

Mami buru-buru jalan ninggalin dapur, begitu beliau udah ngelap tangan pake serbet. And then, tinggal lah gue berdua doang sama Kenzo lagi berdiri di depan wastafel. Entah kapan itu orang udah ada di samping gue.

"Siniin piringnya!"

Jemari Kenzo ngambil alih piring bersih yang masih ada di tangan gue. Gue melongo aja gitu, kayak lagi lihat Joshua Seventeen di depan mata. Perlahan, gue nengok ke arah samping, di mana Kenzo berdiri.

Gue tahu Kenzo itu ganteng, tapi gue nggak nyangka kalau dia diperhatikan dari samping gini bakalan makin kelihatan gantengnya. Serah deh, mau dikata gue bucin cogan atau semacamnya. Cuma, ya, emang gitu kenyataannya. Dan begonya, gue baru sadar sekarang. Buset, Nis! Selama ini lo ke mana aja?

"Malah bengong." Kenzo berdecak. "Lo mundur aja, gih!"

Kenzo narik tangan gue, supaya mundur dikit. Pas ada di belakangnya, gue bisa lihat dia begitu telaten nata piring-piring yang abis dicuci. Kedua sudut bibir gue refleks ketarik.

Kenapa mendadak jadi jedug-jedug gini, ya?

"Kenapa lo senyum kayak kucing nahan boker gitu? Sakit?"

Karena asyik lihatin dia dari belakang, gue nggak tahu kapan dia udah selesai sama kerjaannya. Bikin gue kaget dan kesel secara bersamaan. Emang kalem sih, tapi kadang mulutnya ngeselin minta ditabok. Gue curiga ini ajaran si Ilham kampret itu.

"Nggak!" sahut gue kesel. Lagian, sejak kapan dia lihat kucing nahan boker?

"Canda kali, Nis. Biasa aja itu mukanya." Dia nyubit hidung gue sambil ketawa kecil gitu.

"Apa, sih? Aset berharga, neh!"

"Iya-iya." Dia narik tangannya menjauh, masih dengan sisa tawanya. "Ngomong-ngomong, besok temenin gue, yuk!"

Gue ngernyit. "Ke mana?"

"Ke suatu tempat."

"Iya, tapi ke mana?"

Kenzo nggak langsung jawab, dia diam untuk beberapa detik ke depan.

"Elah, lama!"

Gue nggak sabar nunggu dia mikir yang entah itu mikir beneran apa enggak. Ini udah hampir jam sembilan dan gue harus segera pulang. Kalau enggak, bisa-bisa pagar rumah dikunci sama ayah. Auto manjat dah.

Gue udah siap balik badan, tapi tangan Kenzo nahan lengan gue. Otomatis gue nggak jadi jalan ninggalin dapur. Gue masih tertahan di sana dengan posisi yang mungkin aja bikin orang salah paham.

"Bentar, gue belum selesai ngomong."

"Ya, lo sih, lama! Ke mana?"

"Ke acara nikahan temen gue."

Alis gue terangkat. "Nikahan?"

Kenzo ngangguk. "Mau, ya?"

Gimana, ya? Kebetulan besok hari Minggu dan gue nggak ada acara juga. Ada sih kondangan, tapi itu minggu depan. Kalau gue di rumah aja, bakalan bosen. Apalagi katanya besok Kamal bakalan ngerjain tugas sama temennya. Gue curiga kalo dia cuma mau main game doang.

"Ya, udah, deh." Gue ngangguk. "Ke mana? Jangan bilang lagi ke suatu tempat!"

Kenzo ketawa kecil, abis itu ngusak rambut gue pake sebelah tangannya yang bebas. Sumpah, ini mah kayak gue ada hubungan khusus sama dia!

"Ke luar kota. Jadi, besok pagi sebelum jam tujuh udah harus siap, oke?"

🌷🌷🌷
.
.
.
.
.

Sepertinya Nisma mulai mleyot

Between You and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang