Bab 15 - Nggak Cocok

60 8 14
                                    

"Ham, Nisma biar bareng gue aja, ya. Lo duluan nggak apa-apa. Ada janji sama nyokap, kan?"

Gue lagi beresin beberapa barang yang berserakan di atas meja kerja, ketika dengar Kenzo ngomong kayak gitu. Otomatis gue kaget, dong. Tadi pagi emang gue berangkat bareng Ilham, karena males bawa motor sendiri. Punya teman kayak gitu harus dimanfaatkan, kan? Toh juga rumah kita searah.

"Boleh, deh. Gue buru-buru soalnya."

Ilham kampret! Aturan mah dia nolak. Sebagai sahabat yang baik dan budiman, harusnya dia mendukung aksi gue yang rada menjauh ini. Bukan malah ngumpanin balik ke kandang kadal. Geblek emang.

"Loh, kok gitu?" Gue protes, dong. Nggak bisa gue diginiin.

"Halah Kenzo sama gue sama aja. Lo bareng dia baliknya, sekalian lurusin noh masalah lo berdua."

Jadi pengin nabok.

"Ya udah, gue duluan, Ken. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Ilham langsung ngibrit pulang lepas ngucap salam. Ya udah deh ya, gue maklumi buat hari ini. Nggak apa-apa gue balik sama oknum kampret yang sekarang duduk di kursi dekat meja kerja gue.

"Nis, buka blokirannya, dong. Mau sampai kapan gue didiemin gini?"

Rasanya gue mati kutu. Emang gue juga yang bego sih. Nggak mungkin lah Kenzo sebodoh itu kalau gue blokir. Gue aja yang mikirnya cetek sehingga main gas aja.

"Nanti."

"Kapan?" Dia ngembusin napas pelan. "Masa kudu disogok, sih? Kalau gitu, lo mau apa?"

Gue maunya lo jangan deket-deket sama Maya. Itu udah lebih dari cukup.

"Nanti, hape gue lowbat."

"Lowbat apa alasan?" cecar Kenzo. "Lagian, nih, ya, lo ngapain pake blokir segala, sih? Salah gue apa coba?"

Salahnya elo tuh kenapa bego jadi cowok? Di saat gue sakit, bilangnya mau balik nemenin, ending-nya juga zonk. Dikira nggak sakit apa dibohongin?

"Iseng," jawab gue asal.

"Gilak! Nggak ngerti lagi." Kenzo geleng-geleng kepala sambil nyandarin tubuh di kursi kantor.

Bodo, sih. Gue nggak peduli. Salah siapa mulai duluan, kan?

"Ayo pulang. Katanya mau nganter." Gue udah berdiri, udah siap mau cus balik. Tinggal nunggu dia aja, nih, yang sekarang malah merem di kursi.

"Ken,"

"Iya."

Dia melek lagi, abis itu mulai berdiri. Dia tatap gue beberapa saat sebelum kembali menghela napas. Tiba-tiba, telapak tangannya yang kanan udah nempel aja di kening gue. Bikin freeze seketika.

"Masih rada panas. Lo masih pusing?"

Gilak sih! Di saat gue mau mencoba cuek bebek, kenapa dia malah soft kayak gini? Nggak tahu apa kalau gue mati-matian nahan buat nggak ambyar?

"Ng-nggak."

Emang kampret! Otak sama tubuh nggak sinkron dan nggak bisa buat diajak kompromi.

"Bener?"

"Iya." Gue berusaha buat nurunin tangan Kenzo yang masih nemplok di kening. Lama-lama gue pingsan beneran kalau sedekat ini terus. "Udah ayok pulang!"

Gue udah siap jalan, tapi tangan gue ditahan sama dia. Siapa lagi kalau bukan Kenzo? Pengin gue maki aja itu orang demi apa. Bikin deg-degan, tapi nggak tanggung jawab.

Between You and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang