09. Balance

44 10 2
                                    

Dibawah Langit yang hitam, ditemani dengan gugusan cahaya bintang, Seorang pria berambut putih sedang duduk di atas sebuah batu besar. Menutup kedua mata, angin dingin malam membelai rambut putihnya.

"Ketika sebuah bintang terjatuh, dia dijuluki The Fallen, meskipun berusaha untuk bangkit, namun gelar itu akan tetap melekat di jiwanya, menjadi aib baginya, dan kemudian mulai menghitam." Mata kiri sang pria berubah warna menjadi hitam seutuhnya, menyisakan pupil yang berwarna merah terang.

"Dari hitam menjadi gelap, hingga menutupi seluruh alam semesta, membuat kegelapan tak terbatas yang tak lekang oleh waktu." Mata kanan sang pria di sisi lain memancarkan aura emas, menyisakan pupil orange yang tampak seperti matahari.

"The Shining One, The Neutral One, dua perwakilan dari cahaya dan netral membawa kedamaian dan keseimbangan pada dunia." Tatapannya kemudian terarah pada sebuah retakan yang secara perlahan muncul di langit berbintang itu.

Aura yang sangat kuat keluar dari dalam retakan itu, membuat seluruh rumput berubah layu sebelum kemudian menjadi abu.

"Namun, apakah arti dari keseimbangan jika tidak terdapat kegelapan?" Kedua cahaya di  sorot mata, saling berkebalikan namun seiras perlahan menyebar dan membuat retakan itu hancur,  suasana kembali tenang.

"Dan The Dark One, ku harap kehadiranmu dapat mengembalikan keseimbangan itu." Tersenyum, bola cahaya keemasan mulai tercipta di tangannya.

Bola itu kemudian melayang ke angkasa, sebelum kemudian menghilang entah kemana.

***

"Yumi, Rendy ...."

Sementara itu di suatu tempat, seorang pria berambut hitam mulai menatap kedua orang dihadapannya dengan tatapan sendu.

Tempat sang pria bisa dibilang cukup unik, dia berada di persimpangan antara gelap dan terang, sedikit lagi meninggalkan kegelapan yang berada di belakangnya. Dia kemudian berjalan meninggalkan sisi gelap itu, sementara pria dan wanita di hadapannya melambaikan tangan mereka, berharap Reyhan dapat menggapainya.

"Kau sudah berusaha dengan begitu keras, kau tidak perlu berada di kegelapan itu lagi." Keduanya juga berjalan mendekat ke arah Reyhan yang segera mempercepat langkahnya guna menggapai lengan kedua sosok itu.

Dia terus berlari, dan akhirnya sampai di hadapan keduanya.

"Huh?" Namun, sedikit lagi dia menggapai lengan kedua sosok itu, sebuah sentuhan hangat menyentuh pundaknya.

"Apakah kau ingin menyerah secepat ini Kak Hel?" Suara lembut seorang wanita terdengar, membuat matanya melebar.

Dia kemudian berbalik dan menemukan sebuah bola cahaya yang secara perlahan berubah menjadi sosok wanita bertudung merah. Rambut putihnya melebar tertiup angin, membuat Reyhan hanya bisa menatap gadis dihadapannya dengan tatapan rumit.

"Madya ...." Suara Reyhan lirih. Ada banyak hal yang ingin dikatakannya, namun ketika dia membuka mulut, tidak ada satupun kata yang keluar.

Puk ...

Sebuah pelukan hangat diberikan oleh gadis itu, membuat pikirannya yang sebelumnya berisi kata-kata yang ingin dia ucapkan menghilang, digantikan dengan kehangatan yang belum pernah dia rasakan semenjak semua orang yang dicintainya meninggalkan dirinya.

"Belum waktunya kak Hel, kau masih harus berjuang keras, dan aku akan selalu mendukungmu untuk itu." Tiba-tiba, kegelapan yang perlahan menyusut dengan cepat mengambil alih area cahaya, menutupi Yumi dan Rendy yang hanya tersenyum ke arah Reyhan.

Gadis bertudung merah sebelumnya kemudian melepaskan pelukannya, menatap kedua sosok di belakang Reyhan yang hanya mengangguk menanggapi hal itu.

"Apapun yang terjadi, kami akan selalu ada di sisimu." Ketiga sosok itu kemudian berubah menjadi butiran cahaya, membuat gelombang yang sangat dahsyat di tempat itu.

Hal itu membuat tempat yang sebelumnya berada di persimpangan antara gelap dan terang, kini didominasi oleh kegelapan. Sebuah pusaran hitam tercipta, menyerap dan kemudian menelan seluruh tubuh Reyhan seutuhnya.

"Arghhhh!!" Rasa sakit yang sangat kuat, membuat Reyhan berteriak dengan suara serak.

Hal itu membuatnya kembali ke kenyataan, dengan rasa sakit yang teramat pedih di seluruh tubuhnya.

Hal pertama yang dilihatnya ketika dia membuka mata adalah sesosok pria yang berdiri dihadapannya.

"Heh ..., Kukira tubuhku cukup kuat untuk menahan serangan itu, sepertinya aku salah perhitungan." Badan pria itu hanya tersisa setengah, dengan darah dan daging serta bagian tubuh yang hancur memercik dimana-mana.

Sebelumnya, Samir berniat untuk menahan serangan Dez dengan tubuhnya untuk melindungi Reyhan. Namun naas, tubuhnya juga tak cukup kuat untuk menahan serangan tersebut, membuat Reyhan di belakangnya tetap harus mengalami rasa sakit akibat serangan itu.

"Ya ..., Meskipun begitu, sepertinya aku masih berhasil menyelamatkan nyawamu."Tersenyum, karena hanya tersisa setengah, pria itu mulai terjatuh.

Reyhan yang melihat hal itu memaksakan tubuhnya yang masih  terasa sakit untuk mendekat. Dia merangkak dengan sepenuh tenaga dan akhirnya menggenggam lengan pria itu.

"Aku tahu jika ini mungkin adalah permintaan yang egois dan sangat tidak mungkin terjadi tapi, jika kau selamat dari tempat ini, bisakah kau menjaga putriku?" Dengan sedikit tenaga yang tersisa, pria itu berbicara, menatap Reyhan yang kini hanya bisa menunduk kebawah sambil menyembunyikan wajahnya.

"Aku akan menjaganya, terimakasih, beristirahatlah yang tenang." Jawaban Reyhan bagai angin segar di telinga Samir, dia kemudian menutup kedua matanya sambil tersenyum, membuat Reyhan yang melihat hal itu hanya bisa menghela nafas dan memberikan penghormatan kepada mayat Samir, Joko, dan juga Wulan.

Harus dia akui meskipun singkat, kedekatan mereka bisa sudah dapat dikatakan sebagai belenggu hubungan. Namun, sayangnya hati Reyhan telah lama mati, sehingga hal itu tidak terlalu mempengaruhi dirinya.

Atau setidaknya seperti itu ....

"Huh? Dia masih hidup? well kurasa aku hanya perlu menyerangnya sekali lagi." Dez kemudian melantunkan mantra, membuat sebuah tebasan yang sama dengan sebelumnya, bergerak ke arah Reyhan dengan kecepatan tinggi.

Reyhan disisi lain masih menyembunyikan wajahnya, suaranya terdengar tenang, namun raut wajah yang tersembunyi di balik itu sangatlah pilu.

Dia terlihat menggertakkan giginya, dengan air mata yang tidak dapat berhenti menetes dari sudut matanya.

Tanpa dia sadari, kemarahan yang sangat besar terakumulasi di dalam tubuhnya yang kemudian terkumpul pada tanda hitam di tangan kirinya, membuat tanda tersebut berubah menjadi kemerahan.

BOOM!!!

Ledakan yang kuat bergema sekali lagi, membuat Dez akhirnya menunjukkan senyum puas.

"Dia seharusnya tidak dapat lolos dari kematian kali ini." Menyeringai, dia berniat untuk mendarat di tanah.

Namun, alisnya seketika mengerut melihat serangan sebelumnya tiba-tiba terserap oleh sebuah bola hitam yang tercipta entah darimana.

"Apa yang-"

Sebelum dia sempat untuk bereaksi, lengan kanannya terpotong, membuat pedang di tangan tersebut terjatuh.

"..."

Dia tiba-tiba merasakan aura membunuh yang sangat besar di belakangnya, dan benar saja.

Ketika dia berbalik, sebuah mata merah menatapnya dengan dingin. Tatapan itu bagaikan masuk kedalam jiwanya, membuat tubuhnya terasa lemas.

Dia tidak menyangka, akan melihat sosok itu lagi. Sosok yang sebelumnya meluluhlantakkan seluruh pemain dan bahkan setengah area event ketika event death match berlangsung. Sosok yang dikenal sebagai ....

"Raja Iblis ...."

Alteia Land : The Bird CageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang