14. An Adventurer

25 4 7
                                    

Di bawah langit berbintang, dua sosok sedang berdiri di atas hamparan rumput yang luas. Noda darah memenuhi pakaian yang dikenakan dengan beberapa debu yang menempel di badan. Potongan tubuh manusia terlihat berserakan dimana-mana, dengan keduanya berada di tengah-tengah tumpukan mayat-mayat itu.

"Apa kau serius akan hal ini Yang?" Kakek Cornie mulai bertanya pada sosok tua dihadapannya, yang hanya bisa menghela nafas menanggapi hal itu.

"Hah ..., kegelapan dan cahaya, keduanya merupakan hal yang saling bertolak belakang, cahaya memberikan harapan dan sukacita sementara kegelapan memberikan penderitaan dan kesedihan." Kakek Yang berhenti sejenak sebelum menatap sahabat di sampingnya itu.

"Namun, tahukah kau Cornie? jika tanpa kegelapan cahaya tidak akan ada karena pada dasarnya semuanya, bahkan cahaya berasal dari kegelapan itu sendiri." Kakek Yang kemudian menatap langit berbintang di atasnya sebelum menggeleng pelan.

"Itulah yang 'papa' yakini, begitu pula dengan ku, meskipun harus menghadapi sesama pelindung cahaya, aku akan melakukan apapun untuk melindungi hal yang dia yakini!" Kakek Yang terlihat tegas, dia kemudian menatap beberapa orang yang kini sedang berada dalam keadaan tak sadarkan diri sebelum lagi-lagi menghela nafas.

"Ayo pergi dari tempat ini, kita perlu menemukan anak itu secepatnya dan membuatnya memenuhi ramalan itu."

***

"Bagaimana kondisi pemain Peter?" Seorang pria berbaju militer dengan aura berwibawa bertanya kepada seorang pria berkacamata di depannya.

"Kondisi tubuh dan mentalnya stabil, namun aku sedikit takut dengan wanita itu." Doni yang kini berada di depan komputer menyentuh kacamata dengan jari dan segera mengutak atik keyboard, membuat sesosok wanita berambut pirang muncul di layar.

Wanita itu terlihat seperti orang gila, rambutnya acak-acakan dan kini dia menggedor-gedor pintu sambil menangis tersedu-sedu.

"Keluarkan aku dari sini! Pete kau dengar aku? Datang kemari dan aku akan segera memukulmu!" Wanita itu dengan gila memukul-mukul pintu besi didepannya.

Tak peduli sekeras apapun pintu itu, dia tetap melakukannya bahkan membuat lengannya lebam hingga berdarah.

"Hah ...." Menghela nafas, Doni lagi-lagi mengutak-atik keyboard di depannya, membuat ruang tempat gadis itu kini mulai dipenuhi dengan asap yang entah bagaimana membuatnya merasa mengantuk dan pada akhirnya kehilangan kesadaran.

"Hah ..., Pak, mengapa anda tidak mengirimnya juga? bukankah dia juga memiliki level dan kekuatan yang sebanding dengan Peter?" Salah satu penjaga kemudian bertanya kepada pria berwibawa barusan yang hanya bisa menghela nafas menanggapi hal itu.

"Aku tahu, tapi ini sudah menjadi salah satu syarat dari Peter untuk membantu kita." Menggeleng pelan, dia kemudian melanjutkan, " Meskipun aku sangat ingin dia ikut, namun Peter sebelumnya bersikeras agar kita menjaga wanita ini dengan baik sebelum dia kembali." Pria itu berkata dengan nada tegas sebelum menatap penjaga yang hanya mengangguk menanggapi hal itu.

Dia kemudian memberi hormat sebelum memasuki ruang Martha sebelumnya, membaringkannya di kasur dan kemudian keluar dari ruangan serta tidak lupa untuk mengunci pintu.

"Hah ..., Sudah seminggu sejak dia masuk ke permainan, apakah dia baik-baik saja?" Pria berwibawa kemudian menatap ke arah Doni yang lagi-lagi mendorong kecamata di wajahnya sebelum berkata.

"Tak perlu khawatir, dia memiliki skill untuk bangkit beberapa kali ketika mati, selain itu kemampuan bertarung dan levelnya saat ini sudah cukup untuk mencapai area Darkness Horizon tanpa kesulitan yang berarti."

Pria berwibawa yang mendengar hal itu hanya mengangguk pelan, dia kemudian menatap statistik rumit di layar sebelum bertanya kepada Doni sekali lagi.

"Apakah menurutmu program virus ini akan berhasil?"

Alteia Land : The Bird CageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang