◗ sama(r) '8

1.6K 264 23
                                    

Ditemani oleh semilir angin malam dan sebatang rokok, Eric duduk termenung di pinggiran kolam renang. Pandangannya kosong menatap air kolam yang berkilau akibat pantulan cahaya bulan. Suasana yang tenang sangat cocok untuk memenangkan pikirannya.

Ia memikirkan ucapan mamahnya sore tadi perihal acara keluarga. Eric memang memiliki masalah besar dengan keluarga besar papanya. Masalah yang membuat hidupnya makin rumit, karena dia tidak hanya berurusan dengan Jeno tapi juga dengan keluarga besar papanya.

Eric menghisap kuat rokok di tangannya, aroma rokok bagaikan wewangian yang mampu mendamaikan pikirannya untuk saat ini.

"Gue kira lo udah nggak ngerokok."

Suara dari belakang menginterupsi ketenangan Eric, di sana ada Jeno yang berjalan menghampirinya dengan sebotol minuman alkohol dan vape di tangannya. Ia duduk di sebelah Eric, mencelupkan kedua kakinya ke kolam.

"Ganggu banget," sinis Eric.

"Bukannya itu kewajiban gue?" tanya Jeno. Eric hanya melirik tajam lalu memalingkan wajahnya menghadap depan.

Jeno menyodorkan botol tersebut di hadapan Eric, "Mau?"

Eric menggeleng. "Gue udah berhenti minum."

"Tapi masih ngerokok."

"Gue kan bilang berhenti minum bukan ngerokok. Kuping lo budeg apa gimana, sih?"

"Santai aja kali, kalo nggak mau yaudah gue minum." Jeno meneguk minuman tersebut sampai tersisa setengah botol. "Lagian kita kan udah rusak nggak bisa di perbaiki yaudah tambah rusakin aja nggak usah tobat segala," ucap Jeno.

Eric terkekeh pelan mendengar ucapan Jeno. "Emang lo tuh setan banget ya, Jen."

"Makasih atas pujiannya."

Selanjutnya hening, Eric sibuk dengan pikirannya dan Jeno yang sibuk dengan minumannya. Tenang saja, Jeno tak akan mabuk hanya dengan sebotol minuman beralkohol, minimal dua botol baru dia mabuk. Berbeda dengan Eric yang hanya segelas langsung nggak sadarkan diri.

"Keluarga besar papa nggak salah kok, emang mereka pantes marah dan ngebenci lo, kan lo yang salah." Eric tak merespon ucapan Jeno.

"Karena emang dari awal lo yang mulai, Ric. Lo udah bikin nyawa orang melayang dan sampai sekarang lo masih ngelak nggak ngelakuin apapun? Padahal gue lihat jelas waktu itu, lo harus bersyukur gue tutup mulut, yah walau lo tetep jadi bulan-bulanan mereka sih." Jeno melirik Eric yang masih termenung.

"Gue nggak ngelakuin apa-apa Jen."

"Gak usah ngelak, lo juga dorong gue dari tangga sampai nggak sadar berhari-hari."

Eric menoleh sejenak. "Lo hobi banget ya fitnah gue, gara-gara mulut busuk lo itu gue makin jadi bahan bulan-bulanan keluarga besar papa, bahkan keluarga besar dari mama juga ikut-ikutan."

"Gue nggak fitnah, itu kenyataan."

"Lo ngefitnah gue! gue nggak ngelakuin apa-apa Jen!" Walaupun nada bicaranya pelan tapi tersirat emosi di kilatan matanya.

"Gak usah ngelak."

"Kenapa sih, segitu bencinya lo sama gue sampe ngefitnah kek gitu? Dengerin baik-baik ya Jen, gue nggak ngelakuin apapun seperti yang lo bilang." Eric mencengkram kuat leher sang kembaran, Jeno sendiri hanya menyunggingkan smirk.

Eric melepas cengkraman nya, ia ikut memasukkan kedua kakinya kedalam kolam. Pandangannya lurus menatap bulan purnama di atas sana. "Asal lo tau Jen, dari situ gue jadi makin benci sama lo."

"Gue tau kok," sahut Jeno. "Tapi bukan dari situ gue benci sama lo," lanjutnya.

"Lo kekanak-kanakan Jen, asli."

"Gue realistis bukan kekanak-kanakan."

"Terserah lo!" Eric bangkit dari duduknya. "Gue ingetin ya Jen, gue nggak pernah dorong lo dari tangga dan gue nggak pernah bikin nyawa orang melayang seperti yang lo bilang!" ucapnya penuh penekanan sebelum akhirnya ia meninggalkan area kolam renang. Jeno tak perduli, dia hanya diam lanjut menghisap vape-nya.

=

Akhirnya hari tersebut telah tiba, hari dimana acara keluarga dilaksanakan. Kini Jeno turun ke bawah melihat kedua orang tuanya kepayahan menyiapkan acara tersebut karena cuma berdua saja. Akhirnya Jeno turun tangan membantu kedua orang tuanya, Eric mana mau.

"Acaranya jam berapa mah?" tanya Jeno.

"Jam sepuluhan, ini baru jam delapan masih ada waktu buat nanti kita siap-siap." Yoona mengusap kepala Jeno pelan.

"Adek kamu dimana?" tanya Donghae pada Jeno.

"Ya mana gue tau."

Yoona tersenyum mendengar jawaban ketus Jeno ke papanya. "Eric keknya nggak ikut deh, dia tadi izin sama aku buat keluar dan bakal balik kalau acaranya udah selesai. Gak papa ya mas, sekali-kali ngertiin perasaan dia."

"Ck, dasar anak itu."

Jeno menjauh dari kedua orang tuanya. Ia menyalin nomer yang ada di note hapenya lalu segera menelfon nomer tersebut. Sebenarnya Jeno malas menyimpan kontak Eric jadi dia hanya mencatatnya di note hape. Tak perlu lama akhirnya Eric menjawab panggilannya.

"Halo ini siapa ya?" ucapnya dari sebrang.

"Heh setan lo kemana?!"

"Loh anjing kok lo sih!"

"Ck, lo dimana sekarang?"

"Gausah nanya-nanya anjing, gue mau ngelonte."

"Tapi kan lo cowok."

"Oh salah ya? Dahlah, gue dimana bukan urusan lo njing! Bye gue mau nyari lonte dulu." Dan setelah itu panggilan di putus sepihak oleh Eric. Jeno berdecak kesal, ini pertama kali setelah sekian tahun ia tak menelfon Eric tapi kenapa yang di bahas malah hal unfaedah kek gini.

Donghae menepuk pundak Jeno. "Siap-siap dulu sana, dan jangan malu-maluin papa."

Tanpa menjawab Jeno langsung ke atas. Ia mandi dan bersiap-siap tapi ia tak langsung turun dan duduk termenung di meja belajarnya. Firasatnya mengatakan ia harus pergi dari rumah untuk beberapa jam ke depan seperti Eric, tapi disisi lain ia ingin bertemu dengan keluarga besar papanya.

Jam menunjukkan pukul sepuluh, akhirnya Jeno turun ke bawah. Sialan, itu isi hati Jeno sekarang karena hampir seluruh pasang mata tertuju padanya. Tolong, Jeno malu banget kalo di lihat kek gini. Dia langsung duduk di pojok samping Tiffany.

Bentar— "Loh tante Tiffany kok bisa ada disini sih?" tanya Jeno.

"Mama sama papa mu yang ngundang tante." Tiffany tersenyum simpul. Jeno mengangguk sebagai respon.

Sebenernya Jeno tak terlalu suka acara seperti ini karena agendanya hanya seputar ; makan, gibah, banggain anaknya atau nyudutin anak orang lain. Andai saja ada Eric pasti Jeno sangat antusias karena para tante dan neneknya akan menyudutkan Eric.

"Eh Jeno,  saya denger dari anak saya kalau kamu di keluarin dari ektrakurikuler basket ya gara-gara ngatain pelatihnya. Ih tante kira kamu anaknya sopan ternyata sama kek adekmu yang udah bunuh orang itu." Jeno menyerngit heran akan ucapan salah satu tantenya.

"Percuma tampangnya ganteng tapi akhlaknya nol," sahut tantenya yang lain.

"Jangan ngomong seperti itu dong, gitu-gitu dia tuh berbakat lho. Berbakat nonjok orang sampe masuk rumah sakit. Donghae apa kamu nggak stress punya anak urakan kek dia yang hobi keluar masuk bk. Kalau ada prestasi sih nggak papa, lah ini? Ups!" ucapnya di akhiri tawa keras.

Damn! Jeno salah besar. Tidak ada Eric maka gantian dia yang jadi korbannya.

Fuck!

=

Pelan-pelan nanti seiring berjalannya chapter juga bakal ke ungkap kenapa mereka berdua musuhan. Dan seperti biasa jangan lupa vote dan komen, see you next chapter.

Sama(r) ft. jenricTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang