Forgive Me

65 10 0
                                    

Jangjun melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa. Ia sudah tiba di rumah kakeknya, bersama Mama dan Papanya juga. Begitu sampai di depan rumah Kakek Minho, Jangjun langsung berlari ke kamar dan mengganti pakaian.

Ia sudah ingin segera bertemu dengan Sungyoon. Mungkin Sungyoon akan marah seperti yang Woong katakan, tapi Jangjun tidak peduli. Ia akan menerima apapun sikap Sungyoon padanya. Karena sungguh, Jangjun tidak bermaksud untuk melupakannya.

Langkah kakinya kian melambat begitu memasuki hutan. Hawa sejuk yang membuat bulu kuduk merinding mulai menerpa tubuhnya. Ia tak ingat jika hutan ini begitu dingin bahkan ditengah musim panas.

"KAK SUNGYOON! INI AKU, LEE JANGJUN! AKU KEMBALI! KAKAK ADA DIMANA?"

Jangjun berteriak sekeras-kerasnya, berjalan mengelilingi hutan yang biasa ia pijak jika bersama Sungyoon. Ia tak begitu ingat sebenarnya, hanya menggunakan perasaan saja.

"KAK MAAFIN AKU! AKU UDAH JAHAT KARENA LUPA DENGAN JANJI YANG AKU BUAT SENDIRI!"

"MAAF KARENA AKU PERNAH LUPAIN KAKAK!"

"KAKAK MARAH SAMA AKU? Ah bodoh banget sih, pastinya Kak Sungyoon marah sama aku kan?" Monolog nya.

"KAKAK BOLEH MARAH SAMA AKU, TAPI MARAHNYA DIDEPAN AKU AJA"

"KAKAK DIMANA? JANGAN SEMBUNYI TERUS, KAKAK MARAHIN AKU AJA SEKARANG"

"Lebih baik kakak maki-maki aku daripada sembunyi kaya gini Kak..."

"Kak-"

Teriakan Jangjun terhenti ketika melihat sosok yang pernah ia lupakan. Sungyoon berdiri sambil meraba kulit pohon, juga menggenggam sebuah liontin yang ia pakai di lehernya.

"Ku kira kau tidak akan pernah kembali" ujarnya tanpa membalikan tubuhnya.

Meski Sungyoon tidak berteriak atau membentaknya, Jangjun tau kalau Sungyoon marah padanya. Wajar saja, siapa sih yang tidak marah kalau dilupakan begitu saja?

"Maaf..."

"Tidak perlu meminta maaf, aku tau seharusnya aku tidak mempercayai perkataan anak kecil"

Jangjun menggeleng pelan.

"Aku udah lupain janji aku, aku udah lupain Kakak. Aku jahat ya? Kakak pasti kecewa kan sama aku?" lirih Jangjun.

Sungyoon membalikan tubuhnya, ia melihat Jangjun yang kini telah tumbuh.

Sudah 6 tahun berlalu dan kini tidak ada lagi Jangjun si anak kecil, hanya ada Jangjun yang beranjak dewasa. Tubuhnya pun sudah hampir sama dengannya. Anak itu termasuk lebih cepat tumbuh daripada anak yang lain.

"Aku tidak pernah marah padamu"ujar Sungyoon.

Jangjun menutup mulutnya tak percaya, betapa sucinya hati Sungyoon sampai ia tak merasa marah padanya.

"Kakak~"

Bugh

Jangjun terduduk sambil mengusap-usap dahinya yang terkena pukulan ranting pohon dari Sungyoon. Masih saja.

"Apa kau lupa tentang hal itu?"

Jangjun cemberut, "Maaf, cuma refleks aja kok"

Sungyoon memandang ranting pohon yang ia pegang. Ini bukan ranting yang dulu, ini ranting baru yang ia patahkan sebelumnya. Karena ranting yang dulu sudah membusuk sejak beberapa tahun yang lalu.

"Jadi, Kakak maafin aku? Beneran?" Tanya Jangjun. Ia sudah bangun dan nampaklah kemerahan di dahinya. Hasil karya dari ranting pohon Sungyoon.

Sungyoon mengangguk singkat.

"Ya, jadi hapus saja air matamu itu" ujar Sungyoon.

Jangjun terkekeh malu lalu mengusap air matanya, ia tak sadar kalau sejak memasuki hutan ini ia sudah menangis.

"Kakak juga hapus dong air matanya, aku tau pasti Kakak kangen banget kan sama aku? Hehe"

Bola mata Sungyoon melebar, ia segera merana pipinya. Basah. Ternyata ia juga menangis. Tak bisa dipungkiri bahwa ia sangat merindukan Jangjun.

"Aku tidak menyadarinya"

Jangjun tertawa, menertawakan dirinya dan Sungyoon yang sama-sama tak sadar kalau sudah menangis. Padahal Jangjun sudah berjanji kalau tangisan terakhirnya adalah ketika ia disuntik vaksin ketika masih kelas 2 SD.

"Maaf udah bikin Kakak nunggu lama" ujar Jangjun.

"Tak apa, lagipula kau sudah disini sekarang" ucap Sungyoon membuat Jangjun tersenyum.

🐮🐰

Kini Jangjun dan Sungyoon sedang berjalan-jalan di pinggir sungai. Jangjun tidak ingat kalau di hutan ini ada sungai kecil juga. Atau mungkin ini pertama kalinya Sungyoon mengajak Jangjun ke sungai?

"Kakak ngelakuin apa aja selama aku gak disini?" Tanya Jangjun sambil memainkan air sungai yang dingin.

"Aku belajar membaca, sesuai permintaanmu" jawab Sungyoon.

Jangjun menoleh dengan cepat.

"Oh ya? Aku minta Kakak belajar baca? Kok aku gak inget ya?" Gumam Jangjun diakhir kalimat.

Sungyoon mengedikan bahunya.

"Terus sekarang Kakak udah bisa baca?"

Sungyoon mengangguk singkat.

"Woahh!!" Pekik Jangjun.

Ia bertepuk tangan heboh setiap Sungyoon berhasil membaca tulisan yang ia tulis di atas batu.

"Kakak beneran udah bisa baca ya. Ngomong-ngomong Kakak belajar sama siapa?"

Seingat Jangjun, Sungyoon itu tak bisa meninggalkan hutan ini dengan sembarangan. Hanya diwaktu tertentu dan itupun tak bisa terlalu lama.

"Anak-anak kampung, aku menyelinap diantara mereka agar bisa belajar bersama"

Jangjun tersenyum bangga. Sungyoon benar-benar melakukan permintaan Jangjun.

"Terus, sekarang Kakak udah tau kan apa yang aku tulis di pohon itu?" Tanya Jangjun yang teringat tulisannya saat masih kecil.

"Ya, sudah lama aku bisa membacanya"

"Pasti tulisannya udah agak pudar ya? Udah lama banget soalnya"

Sungyoon mengangguk.

"Ya, kau mau menulis sesuatu lagi?"

Jangjun langsung berdiri dan membersihkan celananya.

"Iya dong, tapi aku mau nulis sesuatu yang beda"

Mereka berjalan menuju pohon yang sama. Alasan mereka menulis disana adalah karena di pohon itulah Sungyoon dibuang dulu. Pohonnya sudah sangat tua sekarang, berusia ratusan tahun.

"Kau ingin menulis apa?"

Jangjun tersenyum jahil, "Kakak baca aja nanti ya"

Lama Sungyoon menunggu, akhirnya Jangjun memanggilnya untuk melihat tulisan Jangjun.

"Ayo baca, Kak"

Jangyoon♡

"Jangyoon? Siapa itu?"

Jangjun terkekeh melihat tatapan bertanya Sungyoon.

"Itu nama kita, Kak. Jangjun dan Sungyoon, Jangyoon. Bagus kan?" Sungyoon tersenyum tanpa sadar.

"Ah apa aku udah pernah bilang ini? Kakak sangat manis kalau tersenyum"

Firefly Forest; jangyoon✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang