Semenjak melihat mantan pacarnya di acara resepsi pernikahan, Lavina semakin tidak ingin di tinggal suaminya pergi karena merasa bahwa dirinya tidak aman sekarang. Wanita itu juga menjadi lebih banyak diam seolah kehilangan kata-kata. Ia juga tidak bisa berterus terang pada Alby. Bukan maksud menutup-nutupi sebenarnya, Lavina hanya belum siap menceritakan semuanya dari awal sampai akhir karena itu hanya akan membuatnya sakit. Luka yang di tinggalkan Tama padanya tidak main-main, Lavina bahkan pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya karena dirinya sudah merasa tak berharga dan tak ada artinya lagi.
Namun, Lavina tetap bertahan karena ia memikirkan keluarganya juga. Cukup dirinya saja yang merasa sedih sampai menangis kesakitan, jangan sampai Mama, Papa dan adik-adiknya ikut merasakannya juga karena kehilangannya jika Lavina benar-benar mengakhiri dirinya. Lavina harus tetap hidup walau ia sendiri belum tahu bagaimana kelanjutan hidupnya yang terasa kosong dan gelap.
Jika di tanya apakah Lavina hidup bahagia sekarang? Ya, tentu. Lebih baik dari sebelumnya. Tapi, Lavina juga tidak bisa melupakan luka di masa lalu sepenuhnya. Semakin di lupakan akan semakin sulit, dan yang bisa Lavina lakukan hanya menerima jalan hidupnya yang tidak mudah untuk di lalui hingga sampai tahap di mana dirinya sudah benar-benar merasa lebih baik, lalu bertemu dengan seorang pria baik yang menerimanya tanpa harus berkata dan membuatnya kembali merasakan bahagia serta di cintai dengan sepenuh hati.
"Kamu besok berangkat jam berapa?" Tanya Lavina, yang kini tengah duduk dengan posisi bersandar dan kaki memanjang di atas kasur. Memandang suaminya yang tengah memastikan kembali barang bawaannya yang akan di bawa besok.
"Aku berangkat pagi banget. Setelah salat subuh, aku langsung berangkat," jawabnya seraya mendekat dan duduk di tepi kasur, di samping Lavina. "Jangan khawatir, aku pasti selalu kabarin kamu biar kamu nggak kepikiran."
Kenapa harus di saat-saat seperti ini Alby pergi? Lavina benar-benar membutuhkan pria itu untuk terus berada di sampingnya dan membuatnya lebih tenang. Setidaknya untuk saat ini sampai beberapa hari, atau sampai dirinya benar-benar membaik setelah melihat mantan calon suaminya yang sempat membuat hidupnya hancur.
"Sekarang tidur ya?"
Lavina memanyunkan bibirnya. "Nggak bisa tidur."
"Aku tidurin."
"Ya udah, sini naik."
Alby tersenyum gemas, lantas pria itu memposisikan dirinya di samping Lavina yang kini juga mengambil posisi berbaring yang menyamping dan membelakangi agar suaminya bisa memeluknya dari belakang sambil mengusap perutnya. Posisi yang ia sukai sejauh ini, sebab tubuh mungilnya terasa tenggelam bersama rasa hangat di dalam dekapan Alby yang tubuhnya lebih tinggi dan lebih lebar dari dirinya. Lavina merasa seperti di lindungi, merasa aman dan nyaman. Perasaannya pun terasa sedikit lebih baik tatkala pria itu memberikan kecupan-kecupan ringan di sekitar leher, hingga pipinya.
Lavina sedikit memutar kepalanya untuk menghadap Alby, lalu menerima kecupan ringan yang di lakukan sebanyak tiga kali di bibirnya. Hal seperti ini benar-benar seperti rutinitas mereka sebelum tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Bucin
Romance[COMPLETED] [2nd of short story collections] Bucin setelah menikah itu nikmat dan menyenangkan. (17+) Copyright © 2021 by carameluv.