Melihat kehadiran Tama untuk yang kedua kalinya membuat Lavina semakin merasa tidak aman. Dari sejak laki-laki itu menghilang dan meninggalkan tanggung jawabnya, Lavina sudah tidak ingin lagi melihat atau berurusan dengan mantan pacarnya itu. Tama yang seenaknya pergi, dan kini juga seenaknya muncul sehingga membuat ketenangan Lavina terganggu.
Apa dia datang untuk menghancurkan hidupnya lagi lebih dari sebelumnya? Atau malah, Tama ingin mencoba memperbaiki apa yang telah di lakukannya? Tapi tentu itu tidak akan mengubah apa-apa dan tidak akan membuat semuanya menjadi lebih baik. Semuanya sudah terlalu terlambat, tidak ada yang bisa di perbaiki lagi. Pria itu sudah merusak segalanya.
Saat ini Lavina benar-benar membutuhkan Alby di sampingnya untuk membuat perasaannya lebih tenang. Namun, suaminya masih berada jauh darinya dan dia baru akan kembali besok. Lavina juga sudah mencoba menghubungi pria itu, tapi nomornya tidak aktif dan itu membuatnya semakin tak karuan. Ia menangis tanpa suara di kamarnya bersama pikirannya yang kalut dan dada yang terasa sesak. Posisinya menyamping menghadap jendela yang tidak tertutup gorden sehingga Lavina dapat melihat langit malam yang di hiasi bulan purnama.
Setiap melihat bulan, terlebih bulan purnama, Lavina selalu teringat pada Alby. Sebab, pria itu sangat menyukai bulan dan selalu antusias setiap melihat bulan purnama yang menghiasi langit malam. Jika pria itu ada di sini, mungkin sekarang dia sedang berceloteh mengagumi keindahan bulan di sampingnya. Ah, Lavina semakin merindukan Alby jika begini.
Suara dering ponsel membuat lamunan Lavina buyar. Wanita itu segera meraih ponselnya untuk menjawab panggilan yang ternyata dari suaminya, yang sudah ia tunggu kabarnya sejak tadi.
"Lav, maafin aku. Aku baru selesai kegiatan dan hape aku baru selesai di charge, jadinya chat sama telepon kamu nggak aku jawab. Maaf ya." Alby mencoba menjelaskan, nada bicaranya terdengar merasa bersalah.
"Iya, nggak apa-apa. Aku ngerti," jawab Lavina dengan suara yang kentara seperti menahan tangis. "K-kamu sekarang lagi apa? Udah makan malam? Atau—"
"Sayang, kamu... nangis?" Alby tahu ia salah menanyakan hal ini karena itu hanya akan membuat istrinya semakin ingin menangis. Dan benar saja, di tanya seperti itu membuat air mata Lavina semakin mengalir, ia sampai menggigit bibir bawahnya untuk menahan isak tangisnya agar tidak keluar.
"A-aku gak apa-apa, jangan khawatir," Lavina menjeda beberapa saat karena harus mengontrol suaranya agar terdengar stabil. "Aku cuma kangen kamu. Maaf lebay, tapi tiga hari rasanya kayak tiga bulan kalau di tinggal kamu."
Sebetulnya, alasan Lavina menangis bukan hanya merindukan suaminya, tapi juga karena melihat Tama sore tadi. Itu membuatnya otomatis kembali mengingat masa lalunya yang kelam, yang tak ingin ia ingat lagi.
Terdengar suara kekehan Alby yang terdengar samar. "Gimana kalau kita beneran LDR ya. Cuma tiga hari aja kita udah nggak kuat jauhan begini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Bucin
Romance[COMPLETED] [2nd of short story collections] Bucin setelah menikah itu nikmat dan menyenangkan. (17+) Copyright © 2021 by carameluv.