Bunyi nyaring alarm dari jam jadul bikin telinga pengang. Jungkook pelan-pelan bangun sambil ngucek matanya, membiasakan cahaya matahari yang masuk lewat ventilasi. Kaki pendek gempal sedikit berjinjit buat gapai pengait jendela. Pagi ini terasa lebih hangat sebab makhluk berbulu ikut terbangun, kemudian menggesek kepala ke kaki adek.
Jungkook mengangkat anak kucing bernama Ciko itu ke pangkuannya, mengelus lembut sekalian rebahin ke kasur. Sementara dirinya, menyiapkan sarapan roti utuh tersimpan sejak satu bulan yang lalu.
"Beljamul? Ya ampun sayang banet ini..."
Tangannya aktif bersihin jamur roti, sebagian sudah berubah warna jadi kebiruan. Tapi dimakan sama Jungkook karena merasa bagian yang lain masih bagus. Padahal sebaiknya dibuang aja. Cuman, kalo dibuang, mau makan apa? Kayaknya, hari ini adek harus korbanin tabungan buat sekolah. Dia enggan memakai uang modal sebelum buna ngizinin. Kalo tabungan sekolah kan, itu hasilnya pas kerja sama bareng Bangtan hyung. Jadi kangen sama enam orang ganteng baik hati itu, pasti mereka sibuk tour sekarang. Apalagi baru comeback, jelaslah sibuk hadirin acara musik. Ngomong-ngomong, Jungkook jadi pengen ikut konser lagi. Seru banget, teriakan fans bikin dia ikut merinding. Mendengung kayak ribuan tawon.
"Ciko mau makan apa? Nanti kita jajan kelual ya. Kalo dipikil-pikil, aku halus na senang-senang. Da bole setles." ketawa kecil sambil menaiki kursi buat ngambil tabungan kelinci dalam lemari.
"Ciko, kamu mau jadi babi ngepet da? Bial cepet kaya. Hehe."
Bersuara ngga karuan, nyomot beberapa lembar uang secukupnya buat jalan nanti. Sekarang, dia mau mandi dulu barengan sama kucing baru. Ciko ngga susah dimandiin walaupun kucing itu sempat liar.
Mandi berendam, ngusap tubuh pakai sabun wangi, emang bikin tenang. Jungkook nahan kucingnya biar tetap mengembang di permukaan, kalo tenggelam bisa innalillah nih.
Sejak beberapa menit yang lalu, badan pendeknya nyatu sama air sabun. Ketawa senang waktu Ciko mengeong gara-gara kena usil. Makin lama, Jungkook merasa baik-baik aja kalo sendirian. Dia sudah terbiasa hidup tanpa bergantung pada orang lain."Ayo, belhenti." telanjang bulat keluar dari baskom gede, ngambil handuk buat kucing sekalian buat dirinya.
Kookie keluar dari kamar mandi sambil gendong Ciko, pantat gembulnya gerak kiri kanan seiring kaki melangkah. Bersenandung ceria, sesekali menggoyangkan pinggul.
Ketukan pintu bikin anak kecil itu heran. Siapa yang bertamu? Oh, atau tagihan listrik? Buru-buru kelarin masang baju. Kemudian ngintip sedikit di sela-sela gorden.
Mobil Hanbin terparkir di halaman. Jungkook mendengus, moodnya mendadak turun. Mau apalagi manusia babi ini?
"Kena—
—BUNA?" kaget banget. Wajahnya yang semula datar ngga minat, berubah jadi sambutan sukacita. Meluk paha Arika, ngendusin wangi yang dia rindukan sejak sebulan lalu. Akhirnya kepala Kookie mendapat elusan lembut itu lagi. Enggan nunjukkin muka sebab dirinya menangis sekarang.
Arika melangkah ke dalam sambil nyeret Jungkook yang masih melukin kaki. Ketawa kecil liat anaknya begitu manja. Punggung Kookie ditepuk pelan.
"Cium, sayang."
Pelukan perlahan naik ke perut, lalu ke leher, sampai kecupan mendarat di pipi Arika. Adek masih sembunyiin muka walau ibunya tau kalo dia nangis.
"Jagoan buna baik?"
Jungkook narik wajahnya, mata sudah merah sampai pucuk hidung juga ikutan merah. Bibirnya bergetar.
"Coba pikil, anak mana yang masih baik ditinggal mama? Aku capek loh, aku cuma anak kecil yang belum bisa jalanin semua na sendilian."
Ditariknya kembali perasaan mandiri seolah bisa hidup sendiri. Arika memeluk kepala putranya, kembali mendekap ke dalam pelukan hangat.
"Maafin, seandainya buna bisa normal selamanya, buna ngga bakal tinggalin kamu."
"Nomal apa? Memang buna da nomal?"
"Ibu lo gila, bocah."
Hanbin. Pemuda itu emang suka ceplas-ceplos kalo ngomong. Adek berdiri, ngambil vas bunga, kemudian lempar ke dekat kaki pamannya. Sengaja ngga dikenain, karena dia masih punya moral biar ngga nyakitin orang.
Arika mengangguk ke arah Hanbin, menyuruh iparnya pulang.
"Nih, obat. Jangan lupa diminum."
"PELGI!"
"Iya, iya, ini mau pergi. Sensi betul."
Sepeninggal Hanbin, Jungkook kembali ke pangkuan buna. Masih belum puas hirup aroma cherry campur bunga mawar yang begitu candu bagi hidungnya.
"Coba, Kookie cerita kenapa bisa pergi ke tempat buna dirawat?"
"Loh, ingat? Ih, aku kemalin itu takut sekali liat buna kayak kuntilalak. Buna okay?"
"Okay sayang. Ayo cerita. Penasaran ini."
"Aku sebenelna ikut nganu, buna tau tidak? BTS loh, yang telkenal itu, meleka ngajak aku kelja sama buat jadi konsep. Aku dapat duiiiit nanti boleh sekolah?"
Tangan mungil Jungkook menahan dua tangan ibunya. Takut dipukulin lagi karena pergi tanpa seizin buna waktu itu, takut buna nya marah. Dia ngga mau punya badan biru-biru. Sakit, kalo mau tidur atau banyak gerak, rasanya nyeri.
Beberapa kali Jungkook mendengar ibunya menarik nafas pelan, kemudian menghembuskan perlahan. Arika kelihatan kayak lagi mengontrol emosi. Senyum buna terbit setelah menghembuskan nafas teratur.
"Boleh nak, kita mulai dari awal sama-sama ya? Selagi Jungkookie ada di sini, buna berusaha baik-baik aja."
"Mmmm, buna... Aku cowok loh."
"Iya, tau."
"Janji ya? Janan beliin baju pelempuan lagi."
Arika tergelak, mengangguk sambil ngecup sayang kepala si gembul.
"Kita hali ini pelgi kelual yuk? Aku mau jajan."
"Ayo, berangkat sekarang?"
"Ciko, legooooo!!!" menggendong kucingnya sambil menggenggam tangan buna.
"Tuhan, makasih, aku telnata masih dibeli bahagia. Aku tau, Tuhan pasti baik, da bakal bialin aku sedih telus. Kalo nanti aku bisa ketemu Tuhan, aku mau ngucapin telimasi yang banyak kalena bikin kuat sampai aku kembali ke pangkuan-Nya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[Donat-Donat Kookie]
RandomJungkook itu, bocah 5 tahun yang sudah bisa kerja bantu bundanya. Akankah nasibnya yang malang berubah menjadi gemilang?