Jungkook senang. Matanya berkaca-kaca, setelah melihat setelan baju berwarna kuning mustard yang berpadu dengan warna putih tulang. Itu baju sekolahnya! Di samping, ada tas lucu bentuk kelinci, sama botol minum warna jingga bentuk wortel.
Pagi-pagi, sesudah mengusap matanya untuk membiasakan cahaya, Jungkook langsung peluk erat bunda yang lagi masak di dapur. Arika sudah tau begini respon putranya, auto senyum ikut bahagia. Jungkook naik ke atas kursi buat memantau buna yang tiap hari cantik terus. Apalagi pas masak begini.
"Bun—"
"Ngapain duduk di situ? Sana mandi, nanti ke sekolahnya telat."
Mata bulat, makin membulat.
"LOH? HALI INI? KOK DA BILANG-BILANG?"
"Biar kamu kaget. Mandi ya, sementara buna nyiapin sarapan."
Jungkook ambil handuknya yang digantung di dekat mesin cuci. Tapi, langkahnya berhenti setelah satu pemikiran terlintas di otak si kecil.
"Buna, aku benelan boleh sekolah?"
Melihat anggukan bundanya, Jungkook jadi ragu, tapi tetap nanya.
"Kita makan gimana? Sekalang aja masih banyak kebutuhan yang belum bisa dicapai. Aku da mau bebanin buna."
Arika mematikan kompor, menyesuaikan tinggi badannya sama tinggi badan Jungkook.
"Kamu tau, siapa yang membantu kita?"
Adek jadi tertarik, kepala bulat yang mulanya tertunduk lesu, jadi menengadah semangat. Orang baik mana coba, yang mau kasih fasilitas buat anak orang?
"Siapa?"
"Om Hanbin."
Mulut berbibir mungil terbuka lebar, menganga setengah ngga percaya. Kemudian matanya menyiratkan kebencian.
"AKU DA JADI SEKOLAH!"
Hentakkan keras dari kaki gempal bikin Arika kaget. Sama sekali ngga menyangka atas respon putranya.
"JUNG!"
Jungkook terdiam. Menyesal. Dia kelepasan marah pas denger nama Hanbin disebut.
"Tambah sopan kamu sekarang ya?"
Ngga. Jungkook ngga mau mengacaukan pagi yang seharusnya dia jalani dengan indah. Ekspresi Arika yang tajam buatnya buntu harus melakukan apa.
"Kookie takut. Buna selam sekali." Mencicit pelan, berharap Arika emosinya stabil. Karena kalo ngga, bisa-bisa dia jadi sasaran kekerasan kesekian kalinya.
"A-aku sayang om Hanbin, kok."
"Bagus."
Ucapan dingin itu, setidaknya mampu bikin Jungkook merasa lebih tenang. Arika kembali membalikkan badannya, lanjutin masakan yang sebelumnya dia tunda. Sementara adek, langsung ngibrit ke kamar mandi, tanpa banyak bicara lagi.
•••
Keluar dari kamar mandi, suasana sudah kembali normal. Bundanya bersikap seolah baik-baik aja. Jungkook mau heran, tapi ini bundanya yang agak stres.
"Ayo anak buna, sini sayang duduk. Mau disuapin?"
Menggeleng kaku, selain masih canggung sama kejadian sebelumnya, Jungkook juga ngerti kalo kerjaan Arika masih ada. Membuat adonan kue salah satunya.
"Kookie mam sendili aja, buna pasti mau bikin kue kan?"
"Tapi kalo Kookie mau disuapin, boleh."
"Aku bisa sendili, Bun. Buna jualan di sekolah aku ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[Donat-Donat Kookie]
RandomJungkook itu, bocah 5 tahun yang sudah bisa kerja bantu bundanya. Akankah nasibnya yang malang berubah menjadi gemilang?