Ruangan bercat putih dengan kasur yang berwarna senada menjadi pilihan Zelfan untuk menghabiskan akhir pekan di sana. Tidak ada kegiatan penting yang akan lelaki itu lakukan. Sehingga dia lebih memilih untuk mengulang materi minggu lalu.
Lembar demi lembar sudah lelaki itu baca, tetapi belum ada tanda-tanda bosan yang menyerangnya. Ketika akan membuka lembaran selanjutnya, kegiatannya harus terhenti. Suara pintu yang dibuka menjadi fokusnya saat ini.
Pintu yang juga berwarna putih sudah terbuka lebar. Menampakan lelaki jangkung dengan tas yang tersampir di tangan kirinya. Zelfan mengangkat alisnya, seolah bertanya ada apa.
"Je, gue pergi dulu." Hanya itu yang Melvin ucapkan. Ya, lelaki itu Melvin, sahabatnya.
"Sarapan dulu, Mel," titah Zelfan. Pasalnya saat dia sarapan tadi, lelaki jangkung itu tidak ikut sarapan. Maklum saja jika di hari minggu dia tidak ikut sarapan. Zelfan tahu dia pasti masih tidur. Terlalu kelelahan hingga membuatnya bangun siang di tiap minggu.
"Nanti aja di sana." Melihat Zelfan akan kembali berbicara, Melvin segera berkata, "gue berangkat."
Blam ...
Pintu kamar kembali tertutup dengan keras.
Zelfan hanya bisa menggeleng melihat sikap sahabatnya. Dia sudah hapal dengan kebiasaan teman satu rumahnya itu. Walau berkata nanti saja di sana, tapi saat sampai di bawah dia pasti akan memakan satu atau dua lembar roti dengan satu gelas susu. Lelaki hobi makan seperti dia, mana bisa bepergian tanpa sarapan.
Baru saja Zelfan kembali fokus kepada buku pelajarannya, pintu tadi kembali terbuka dengan suara dentuman keras. Sepertinya pelaku pembuka pintu sangat bersemangat.
Matanya kembali teralih. Lain dengan tadi, kini di sana ada gadis mungil yang sudah rapi dengan baju putih dan celana jeans. Dia tersenyum manis, menampilkan deretan gigi putihnya.
Zelfan yang awalnya ingin marah pun urung. Mana bisa dia memarahi gadis semanis Luna. Ya, pelaku kedua dari insiden pintu pagi ini adalah Luna, sahabat perempuannya.
Tak perlu ijin dari sang pemilik kamar, Luna kini sudah berjalan masuk. Mendudukan pantatnya di pinggiran kasur. Terdiam sebentar, kemudian menjatuhkan punggungnya agar ikut menyentuh benda empuk itu. Zelfan hanya bisa terkekeh melihat tingkah Luna.
Tiga menit Zelfan terdiam. Menunggu Luna berbicara seraya memperhatikan tingkah lucu gadis mungil itu. Di menit ke empat, karena Luna masih diam, dia memilih untuk kembali belajar.
Luna yang awalnya setengah tertidur, kini menaikan kedua kakinya ke atas kasur. Gadis itu merangkak di atasnya hingga mencapai kepala kasur. Tangannya terulur mengambil bingkai foto di atas nakas.
Melihat foto itu dengan seksama. Luna bangun dari tidurannya. Menyilangkan kaki dan duduk bersila di atas kasur. Senyum Luna terbit. Dengan masih memegang foto itu, kini Luna kembali terlentang di sana. Namun kali ini, dia sedikit menurunkan kepalanya ke bawah. Menatap Zelfan yang tengah belajar di karpet dari arah samping.
Tiba-tiba saja telinga Zelfan memerah. Berdekatan dengan Luna sedekat ini membuatnya kepanasan. Ingin rasanya Zelfan menoleh ke arah Luna, dan memandang wajah cantik itu dengan jelas bukan hanya dari ujung mata saja. Namun sayangnya, Zelfan tidak seberani itu. Walaupun mereka sudah bersahabat dari kecil, tapi untuk sekedar menatap Luna dari jarak dekat, lelaki itu tidak sanggup.
"Je."
Panggilan Luna membuat Zelfan sedikit terkejut. Dia yang memang sudah tidak fokus belajar, menjadi sangat tidak fokus.
Karena tidak ada jawaban, Luna kembali memanggil Zelfan. "Jeje."
Untuk panggilan ke dua Zelfan menjawab. Walau hanya dalam bentuk deheman.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZ
Teen FictionCover by @mra_01l (Instagram) ********** Sejauh A&Z Sedekat Z&A Aluna dan Zelfan, mereka berdua telah saling mengenal sejak kecil. Hubungan keduanya saling menguatkan. Hanya Aluna yang tahu, di balik kesan 'baik' yang orang lihat dari Zelfan, ada se...