13. Ngerjain Tugas

35 10 7
                                    

Ada dua tipe murid ketika pulang sekolah. Pertama, mereka yang lebih memilih untuk langsung pulang. Kedua, mereka yang lebih memilih untuk berkunjung ke suatu tempat terlebih dahulu. Dan siang ini, Zelfan dan Luna memilih tipe kedua. Mereka sekarang tengah berada di kafe Teratai, kafe yang akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan. Sebenarnya, tadi Zelfan sempat menawarkan untuk ke kafe TPOF saja, tapi Luna menolak.

Zelfan hanya bisa pasrah. Sebenarnya jika tujuan Luna hanya untuk sekedar mencoba menu-menu di sana, Zelfan tidak masalah, dia akan langsung menuruti keinginan sahabat mungilnya. Namun sayangnya, niat Luna bukan hanya untuk makan, tapi juga untuk mengerjakan tugas yang kebetulan tugas mereka sama. Jadi, Luna menyarankan untuk mengerjakan tugas terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah. 

Kalian tahu bukan, Luna akan menangis jika mengerjakan soal yang sangat sulit. Dan Zelfan takut, tugas mereka nanti sulit, hingga membuat Luna menangis.

Alasan itu juga, kenapa tadi Zelfan menawarkan untuk mengerjakan di TPOF. Jika di sana, mereka bisa menggunakan ruangan bunda. Akan sangat aman jika Luna menangis di sana, karena tidak akan ada pengunjung lain yang tahu. Namun, jika di kafe lain, mereka akan belajar di meja pengunjung biasa, dan pengunjung lain akan bisa melihat gadis itu menangis.

Bukan, bukannya Zelfan malu, tidak sama sekali. Dia hanya tidak ingin dituduh macam-macam oleh pengunjung lain.

Saat ini Zelfan hanya bisa berharap, semoga tugas mereka mudah.

Di meja nomor 12, makanan dan minuman yang mereka pesan sudah tertata rapi. Buku tugas juga sudah mereka simpan di atas meja.

"Jeje, kita makan dulu aja, ya," pinta Luna. Pasalnya, makanan itu lebih menggiurkan daripada tugas mereka.

Zelfan terkekeh, kemudian mengangguk.

Mereka pun mulai menikmati makanannya. Luna sangat fokus dengan pasta di depannya. Sedangkan Zelfan, lelaki itu juga tengah makan, tapi fokusnya lebih kepada gadis di depannya. Ya, Zelfan sedang makan dengan mata yang melihat ke arah Luna. Senyum tipis lelaki itu pun terlihat.

Hatinya menghangat setiap kali melihat Luna seperti ini. Gadis itu akan sangat menggemaskan jika sedang berhadapan dengan makanan. Pipi gembulnya semakin membesar karena makanan yang tengah dia kunyah.

Merasa diperhatikan, Luna mengangkat kepala untuk menatap Zelfan. "Kamu nggak makan?" tanya Luna setalah meminum jusnya.

Zelfan mengangkat garpu yang sudah dililit dengan pasta. "Makan, kok. Nih," ucapnya seraya menyuapkan pasta tersebut ke dalam mulut.

"Tapi, kenapa matanya malah liatin aku?"

Zelfan tersenyum. Setelah menelan makanannya, dia menjawab, "soalnya kamu lebih enak buat diliat daripada pasta yang aku makan."

Luna merengut. "Kamu belajar gombal dari siapa, sih?"

Kening Zelfan mengerut. Kenapa Luna malah bertanya begitu? Padahal yang dia katakan itu benar kenyataan, bukan hanya gombalan semata.

Zelfan menelisik wajah Luna. Pipi gadis itu tidak merona. Berarti ucapan Luna tadi, murni pertanyaan kesal bukan hanya untuk menutupi salah tingkah?

Zelfan menghela napas, dia rasa, jika Fikri yang mengatakan itu, mungkin saat ini Luna tengah merona malu.

Sial, kenapa pake mikir gitu segala. Jadi panas, 'kan.

Zelfan kembali menghela napas, menetralkan hatinya yang tiba-tiba terasa panas karena ulahnya sendiri. Zelfan menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum manis ke arah Luna. "Kamu pikir aku gombal? Aku serius, Lu. Kamu lebih enak dipandang daripada pasta aku yang udah acak-acakan."

AZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang