9. Belajar Bareng

36 12 13
                                    

Setiap pulang sekolah, tidak ada kegiatan penting yang Zelfan lakukan. Kalau tidak belajar, paling dia akan main ke kafe TPOF untuk sekedar makan atau membantu bunda.

Tapi hari ini Zelfan sedang malas untuk melakukan kedua hal itu. Makanya sedari tadi yang dia lakukan hanya tiduran sambil scroll instagram. Biasanya dia tidak akan segabut ini, selalu ada Luna yang membuat kegabutannya hilang. Namun, sudah beberapa minggu ini Luna tidak bisa hadir untuk menemani kegabutan Zelfan.

Ya, Luna masih fokus dengan kegiatan aubade nya. Apalagi upacara peringatan hari kemerdekaan tinggal dua minggu lagi, jadi tentu saja Luna sedang sibuk. Zelfan yang biasanya menjadi ojek gratis bagi gadis mungil itu, sudah tidak dibutuhkan lagi, karena Luna selalu pulang bersama Fikri. Hanya ketika berangkat sekolah mareka bisa pergi bersama. Itu pun karena pihak sekolah yang mewajibkan para petugas upacara untuk berangkat bersama dari sekolah. Kalau tidak seperti itu, Zelfan tidak akan tahu nasibnya dengan Luna akan seperti apa sekarang.

Zelfan masih setia pada ponselnya, sampai tiba-tiba dia mendengar suara motor berhenti di depan rumahnya. Ah, lebih tepatnya di depan rumah Luna. Zelfan sudah sangat mengenali siapa pemilik motor itu tanpa harus melihat keluar. Lagi pula, untuk apa melihat pemilik dan penumpangnya kalau hanya membuat hati lelaki itu sesak?

Namun sialnya, tubuh lelaki itu tidak sejalan dengan otaknya yang mencegah untuk melihat lewat jendela kamar. Zelfan kini sudah berada di depan jendela dan menyaksikan langsung, ketika Luna turun dari motor Fikri.

Tidak ada adegan peluk memeluk seperti di pinggir lapangan dulu, tapi saat melihat Luna tersenyum manis kepada Fikri, itu cukup membuat Zelfan kesal. Mata Zelfan melotot, dia berdecak kesal, kemudian segera berbalik untuk kembali berbaring di atas kasur.

"Kenapa gue harus ngintip segala, sih. Jadi bete, 'kan," gerutu Zelfan seraya melihat langit-langit kamarnya. Zelfan kesal bukan hanya karena senyum Luna untuk Fikri, tapi dia makin kesal saat melihat Fikri mengacak rambut Luna.

Pikiran Zelfan berkelana, bayangan tentang kebersamaan mereka dulu terlintas di otaknya, senyum lelaki itu pun mengembang. Namun senyum itu segera luntur saat bayangan Luna dan Fikri yang sedang berpelukan tiba-tiba terlintas. "Bangsat, kenapa harus inget itu mulu, sih." Umpatan kasar yang sangat jarang keluar dari bibir manis Zelfan pun terdengar.

Zelfan menghembuskan napasnya kasar. Perkataan Melvin tempo hari kembali terlintas. Lo cemburu sama Fikri. Zelfan termenung memikirkan maksud dari kata 'cemburu' itu.

"Gue cemburu sama si cowok tonggos?" monolongnya.

"Tapi cemburu dalam artian apa? Cemburu karena gue cinta sama Lulu atau cemburu karena gue takut posisi persahabatan gue sama Lulu akan terancam?"

Zelfan mengacak rambutnya frustasi. Memikirkan hal itu ternyata lebih susah dari pada menghapal rumus atom.

"Jeje."

Zelfan mengerjapkan matanya. Dia terkejut saat mendengar suara lembut menyapanya. Dia segera duduk dan menatap sang pelaku dengan mata yang masih membola. Sial, Lulu denger nggak, ya.

Ya, dia Luna, perempuan yang tadi Zelfan bicarakan dengan dirinya sendiri.

Luna berjalan masuk, lalu duduk di samping lelaki itu. Dia menyimpan buku yang tadi dia bawa di sampingnya. Tanganya kini bergerak merapikan rambut Zelfan yang sedikit berantakan.

Zelfan menegang, berada dijarak sedekat ini membuat hatinya bertalu-talu. Dia rasa telinganya juga sudah mulai memerah. Kenapa sekarang dia selemah ini.

"Lulu," lirih Zelfa. Luna hanya membalasnya dengan deheman.

"Selesai." Luna mulai menjauhkan tubuhnya, senyum gadis itu kini sangat mengembang dan sangat manis.

AZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang