5. Fikri

63 14 27
                                    

Hari senin menjadi hari paling membosankan bagi sebagian siswa. Karena di hari itu, mereka harus berbaris kepanasan untuk mengikuti upacara. Banyak siswa yang leha-leha ketika upacara. Padahal jika mengingat bagaimana dulu para pahlawan dengan susah payahnya memperjuangkan kemerdekaan, tidak sebanding dengan lelahnya kegiatan upacara. Sungguh pemandangan yang miris.

Namun, tujuh serangkai tidak seperti itu. Meski pun mereka terkadang mengomel ketika akan upacara, tapi ketika upacara berlangsung mereka selalu mengikuti dengan khidmat. Juna, Arum, dan Arin adalah anggota OSIS. Sudah sepatutnya mereka menyontohkan sikap yang benar kepada siswa lain. Zelfan dan Nita yang notabenenya anak baik-baik, sudah jelas mengikuti upacara dengan baik pula. Luna yang pernah menjadi tim oubade saat upacara tujuh belas Agustus, sudah terbiasa dengan lamanya upacara hari senin. Terakhir, meski pun Melvin paling tidak bisa diam, tapi ketika upacara dia tahu bagaimana caranya menjadi generasi muda yang benar.

Saat upacara sudah selesai, semua siswa keluar barisan dengan rapi. Semuanya langsung menuju kelas masing-masing.

"Aluna."

Teriakan itu membuat langkah Luna terhenti. Tidak perlu ke belakang untuk mengetahui pelakunya. Karena sekarang dia sudah ada di samping Luna.

Luna menoleh ke samping, senyum manis gadis itu terbentuk. "Kenapa, Fik?"

Fikri, lelaki itu membalas senyum Luna seraya menggeleng. "Nggak ada apa-apa. Cuman mau ke kelas bareng aja."

Luna mengangguk. Kelas mereka memang berada di lantai yang sama.

"Widih, abang paskib dari mana aja, nih?" celetuk Juna yang kini berada di antara Luna dan Fikri.

Fikri terkekeh. "Apaan, sih, Jun. Padahal tiap rapat OSIS juga ketemu."

Fikri juga termasuk anggota OSIS. Dia selalu mengikuti kegiatan OSIS, tapi kalau kegiatannya tidak bentrok dengan jadwal latihan paskibra. Ya, Fikri juga anggota paskibra. Keren bukan? Dan karena itu pula Fikri dan Luna bisa saling kenal. Karena tahun lalu mereka bertugas bersama.

"Biarin aja, Fik. Juna emang gaje orangnya." Kali ini Arin ikut menyahuti. Jangan lupakan kalau mereka itu sekelas.

Fikri hanya terkekeh. Sudah biasa dengan tingkah para tujuh serangkai. "Btw, lo jadi keluar OSIS, Rin?"

Arin mengangguk sebagai jawaban.

"Apa gue juga harus ikut keluar OSIS, ya? Gue rasa fokus gue terlalu berat ke paskibra."

"Kalau kamu ngerasa cape punya dua ekskul, lepas salah satu aja, Fik. Lagian di sini nggak diwajibin buat ngikutin banyak ekskul, 'kan?" Luna angkat bicara untuk memberikan pendapatnya.

"Kalau mau keluar, keluar aja, Fik." Mendengar itu wajah Fikri terlihat bimbang. Dia menyukai kedua ekskul itu, hanya saja memang sangat melelahkan jika harus menjalankan keduanya.

Juna merangkul pundak Fikri, seraya berkata, "makanya, bro. Jangan latihan poligami dari sekarang. Jadi pusing 'kan lo?"

Fikri menyikut perut samping Juna. "Sialan, lo. Kenapa pemisalannya poligami?"

"Sama kayak kasus lo sekarang. Lo pilih istri kesatu atau kedua? Lo pilih OSIS atau paskib?"

Berkat ucapan Juna, kekehan Luna dan Arin terdengar. Juna kadang memang serandom ini.

"Dua-duanya aja. 'Kan poligami bisa langsung dua," balas Melvin. Entah datang dari mana, tiba-tiba saja Melvin ada diantara mereka.

"Gaya lo langsung dua, satu aja lo nggak punya, Vin," balas Nita.

Ah, bukan hanya Melvin, tapi tiga temannya yang lain juga ada. Zelfan, Nita, dan Arum.

"Lagi bahas apaan, nih? Kok pada ngomongin poligami?"

AZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang