11. Nyaman?

27 11 5
                                    

"Jeje!" teriak Luna saat melihat Zelfan sedang berjalan kearahnya.

Zelfan tersenyum, sedikit mempercepat langkahnya agar segera berada di depan Luna.

Baru saja sampai, Zelfan sudah mengusap kepala gadis mungil itu. Sepertinya, itu akan menjadi kebiasaan baru Zelfan.

"Nggak usah teriak segala, kan aku bakal nyamperin kamu," ucap Zelfan masih dengan senyumnya.

Luna mencebikan bibirnya. "Abisnya kamu jalannya lama," ujar Luna.

Zelfan terkekeh, dia tidak habis pikir, saat siang hari ketika semua siswa akan terlihat kusut karena sudah lelah belajar, kenapa Luna masih terlihat imut?

"Kenapa? Ada yang mau dikunjungi dulu sebelum pulang?" Luna menggeleng, dan Zelfan kembali bertanya," atau kamu mau beli sesuatu dulu sebelum pulang?" 

Luna kembali menggeleng, membuat Zelfan mengerutkan keningnya heran.

Luna menggigit bibir bawahnya, dia sedikit ragu untuk mengatakan hal ini.

Baru saja Luna ingin berkata, tiba-tiba ada seorang siswa datang menghampiri mereka.

"Lun, jadi pulang bareng, 'kan?" tanyanya setelah sampai di samping Luna.

Mata Zelfan membola, dia menatap sahabat mungilnya untuk meminta penjelasan.

Luna yang ditatap begitu hanya bisa tersenyum lebar memperlihatkan gigi rapinya.

Tangan Zelfan memegang pergelangan tangan Luna, lalu membawa gadis itu sedikit menjauh dari siswa tadi.

Luna menatap tidak enak hati ke arahnya, lalu berkata tunggu sebentar tanpa suara.

"Kamu nggak mau pulang bareng aku, Lu?"

Luna meringis, dia tahu Zelfan pasti kesal. Pasalnya sudah hampir sebulan mereka tidak pernah pulang bersama karena kesibukan gadis itu yang membuatnya selalu pulang dengan Fikri. Hari ini, saat Luna kembali bersekolah seperti semula, harusnya mereka kembali pulang bersama. Namun Luna malah akan pulang bersama orang itu lagi, tentu saja Zelfan kesal.

"Bukannya nggak mau, Je. Tadi saat jam istirahat, aku sempet ngobrol sama dia, terus dia ngajakin pulang bareng."

"Dan kamu malah iyain?" tanya Zelfan memotong perkataan Luna.

Luna mengangguk pelan. "Soalnya dia bilang mau sekalian traktir aku, karena dipengibaran kemarin dia sukses sama tugasnya," lanjut Luna yang membuat Zelfan menghela napas.

"Padahal aku juga bisa traktir kamu, loh," ujar Zelfan.

Luna menggigit bibir bawahnya, dia tidak bisa melihat Zelfan kecewa, tapi dia juga tidak bisa membatalkan rencana pulang barengnya dengan Fikri.

Ya, lelaki itu Fikri, orang yang selalu membuat Zelfan naik darah.

"Jeje," lirih Luna saat melihat Zelfan mengusap kasar wajahnya.

Jujur saja, saat ini Zelfan sedang lelah, karena tadi mendadak ulangan kimia. Belum lagi tadi juga terjadi sedikit cekcok antara petugas piket dengan seksi kebersihan karena satu sapu di kelas mereka hilang. Zelfan memang bukan ketua kelas, tapi menyaksikan orang ribut cukup membuat kepalanya pusing. Dia pikir saat pulang sekolah, rasa lelahnya akan sedikit berkurang karena kehadiran Luna. Namun nyatanya dia salah.

Zelfan menghela napas, dia ingin melarang, tapi tidak bisa. Mood nya sudah terlanjur hancur. "Samperin, gih, dia udah nunggu terlalu lama," ujar Zelfan seraya menunjuk Fikri dengan dagunya.

"Je," lirih Luna.

Zelfan memaksakan senyumnya, dia tidak mungkin marah kepada Luna hanya karena mood nya sedang jelek. "Aku nggak papa, kok. Udah sana samperin, katanya mau pulang bareng Fikri, 'kan?" Kini suara Zelfan kembali melembut.

AZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang