Tiba-tiba ia terbangun di tengah malam. Entah mimpi apa yang barusan menggentayangi, namun hal tersebut benar-benar membuat keinginan Jisoo untuk kembali tidur, lenyap.
Berbekal gaun tipis dan rambut yang dicepol asal, gadis itu menikmati pekatnya malam. Memandang dalam jarak tempuh yang terbatas, lantaran rembulan sedang sembunyi malam ini.
Pikiran Jisoo menerawang jauh. Beberapa fakta membuat hatinya sedikit bergetar, serta beberapa persoalan yang menumpuk di kepala. Alasan yang besar juga, yang membuatnya tak tenang beberapa hari belakangan.
"Kamu ya, jadi istri kok kayak nggak berguna banget? Apa-apa nggak bisa! Jangankan jadi istri yang sempurna yang serba ringkas, lah ini, persoalan goreng telor aja pake drama gosong, bikin mie instan alot. Nyapu nggak bisa, ngepel apalagi. Nyuci ngandelin laundry terus, mana yang nyuci piring keseringan suami. Udah gitu, belum juga bisa ngasih saya cucu. Saya tahu, kamu masih muda, saya maklumin kamu agak keteteran harus menjalani peran istri di usia jagung begini. Tapi cukup, Jisoo. Saya udah toleransi, dan ini udah dua tahun saya diam terus."
"Haein itu anak saya satu-satunya. Saya mau anak saya bahagia. Kalau dengan menikahi kamu cuma jadi beban, yaudah... kalian mending pisah aja. Biar saya yang tanggung jawab, untuk wasiat mendiang suami saya."
Mama mertuanya tak salah. Jisoo hanya merasa kesal pada diri sendiri. Kenapa ia juga baru sadar, ternyata dirinya memang seburuk itu.
"Ji, kok belum tidur?"
Haein adalah suami yang sempurna. Pria mapan, sopan, patuh kepada orang tua, terlebih bisa melakukan apapun. Begitu berbanding terbalik dengan Jisoo yang hanya remaja labil, mood-moodtan, cerewet, merepotkan, dan beban yang tak berguna.
"Eh, kamu nangis?"
Jisoo menggeleng, menghapus jejak basah yang tanpa ia sadari sudah mengalir di pipinya. Huh! Bahkan sempat-sempatnya Jisoo cengeng sekarang.
"Kamu kenapa hmm? Mimpi buruk?"
"Dibilang nggak apa-apa, kan?"
"Oke. Kalau bener nggak apa-apa, coba sini lihat aku dulu."
"Aku ngantuk."
Pergerakan Jisoo yang akan melangkah kembali ke kamar tidur, dihentikan lebih dulu karena tangannya yang dicekal.
Seolah begitu enteng, Haein berhasil membuat gadis itu berdiri menghadapnya.
"Kenapa sih?"
Mana kuat harus bohong dalam posisi saling bertatapan begini. Pakai ditanya "kenapa" saat Jisoo sedang berusaha menahan tangis. Yang ada bukannya menjawab, bibir gadis itu malah manyun-manyun. Air matanya jatuh lagi.
Aneh. Biasanya Jisoo bukan tipikal gadis manja, tapi entah kenapa sekarang begitu mudah menangis.
"Eh eh? Tuh kan. Kamu kenapa nangis lagi?"
"Ih, jangan ditanya kenapa mulu! Yang ada aku makin nangis nih!"
Heran. Marah aja lucunya sampai ubun-ubun. Haein gemas, jadi dia tarik istri kecilnya itu dalam dekapan.
"Mas?"
"Hmm?"
Merasa agak tenang, Jisoo melepas diri dari pelukan suaminya. Beralih menatap pria itu dengan mata bulatnya.
"Kita cerai aja ya?"
"Heh! Ngomong apa sih kamu?!" Haein mengusap dada, merasa kaget dengan ucapan istrinya barusan.
"Apa? Kita tuh nggak simbang. Kamu terlalu sempurna buat dapat istri yang bisanya cuma nyusahin kayak aku! Kamu berhak dapat yang lebih cantik, pinter, dewasa, dan yang penting bisa jadi istri yang baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
For Jisoo-yaa
Historia CortaKumpulan cerita oneshoot Jisoo x boy Daftar: 📎 Love Yourself | Kim Jisoo ft. boy 📎 My Destiny | Kim Jisoo ft. Park Chanyeol 📎 Pagar Pesantren | Kim Jisoo ft. Jung Jaehyun 📎 You're Not My Destiny | Oh Sehun, Kim Jisoo, Kim Taehyung 📎 The Scandal...