# Hai, hai... READers! Masih semangat kan baca lanjutan ceritaku? jangan lupa follow, vote, dan comment yaa :)
Hari ini seperti janjiku pada Bayu, kami bertemu dan berbicara. Masih ditempat yang sama. Café Arion.
Pembicaraan desain proyek kami sudah berlangsung sejak pagi dan perkembangannya bagus. Suasana hatiku juga lumayan baik, karena urusan kerjaan lancar. Hanya saja masih ada beban terkait Mas Danar. Aku belum bisa menemukan ganjalan itu. Aku perlu berbagi dengan Windu.
Hanya saja, Windu sedang ke Semarang. Dan baru pulang lusa.
"Tunggu aku pulang, ya. Sabar ya. Kalo teleponan tuh ga enak."kata Windu dari seberang sana. Semalam aku sudah meneleponnya. Akhirnya kami janjian ketemu di hari Sabtu pagi.
Bayu dan aku memilih duduk di pojok samping jendela. Selain lebih private, pemandangan jendelanya tak banyak terhalang.
"Kamu baik-baik saja, Dhi?"tiba-tiba Bayu bertanya. Aku menatapnya sejenak lalu tersenyum.
Mungkin terlihat dari kantung mataku. Mata panda. Sulit tidur semalam memikirkan kata-kata Mas Danar. Bayu memang tipe yang perhatian dengan hal detil. Sejak kami mulai berkenalan dulu, segala perubahan kecil pasti tertangkap olehnya. Aku menyukai perhatiannya itu.
"Ga papa kok. Hanya semalam susah tidur aja."jawabku.
"Kenapa susah tidur? Gara-gara siapa nih?"selidiknya.
"Kamu."jawabku asal. Bayu tertawa renyah.
"Duh, ge er nih aku."balasnya di sela tawa.
"Serius Dhi? Kamu mikirin apa?"lanjutnya.
"Bay... aku tahu kita masih sangat dekat. Ga ada yang berubah. Tapi..."aku ragu melanjutkan.
"Aku menetap disini. Aku ga balik ke Amsterdam lagi."jawaban Bayu membuatku menatapnya. Mencari-cari keseriusan ucapannya. Bayu benar-benar bisa membaca apa yang membuatku terganggu.
"Aku ga akan menjauh lagi darimu, Dhi. Aku tak menyesali keputusanku sekolah disana, tapi aku sangat ingin kamu memaklumi aku 3 tahun ini dan mau kembali padaku."lanjut Bayu.
Aku menatapnya lekat-lekat. Aku melihat Bayu sangat serius mengatakan semua itu. Hatiku melayang. Aku sayang Bayu. Masih sangat mengingat bagaimana sayangnya dia padaku dengan jelas. Tapi... Mas Danar?
Kenapa tiba-tiba bayangan wajah Mas Danar muncul di benakku.
Bayu meraih jemariku. "Aku tahu ini sudah lama. 4 tahun lalu. Tapi, apa aku sudah benar-benar hilang dari hatimu?"tanyanya lembut.
"Harusnya aku Kembali lebih cepat. Aku tahu. Aku menyesalinya karena melukaimu."Bayu memandangku dengan tatapan memohon.
"Aku masih sayang kamu, Bay. Tapi... Aku perlu waktu berpikir dulu. Apa boleh?"jawabku pelan dan hati-hati. Saat ini hatiku berkecamuk. Bayangan Mas Danar terus mengusik, sementara pandangan mata Bayu, wajahnya, kata-katanya, semua perlakuannya padaku juga terus berseliweran.
Bayu melepas genggaman tangannya dan tersenyum.
"Tentu saja boleh. Pikirkan dengan baik ya. Aku siap menunggu."jawabnya.
Aku mengangguk.
YOU ARE READING
Dua Puluh Empat [END]
RomanceDua puluh empat bisa berarti apa saja. Jumlah jam dalam sehari, empat dikali enam, dua lusin barang, nomor rumah, ataupun tanggal lahir. Dalam cerita ini, secara spesifik yg dimaksud dengan dua puluh empat adalah usia. Ada apa dengan dua puluh empat...