#Hai, hai, Readers! Maaf ya baru bisa update karena masalah teknis. Happy reading :)
Dan dugaan Dhiya salah. SUV Bayu tiba di parkiran café Arion pada pukul setengah empat. Lebih cepat setengah jam dari dugaannya.
Tapi kentang goreng dan es lemon tea sudah telanjur dipesan. Tak mungkin dong ditinggalkan begitu saja. Apa boleh buat, dibikin santai saja.
Dhiya masih menikmati kentang goreng dan es lemon tea-nya saat Bayu masuk ke café.
"Masih makan?"tanya Bayu sambil memperhatikan Dhiya yang masih saja mengunyah dengan santai.
"Enak ni."jawabnya dengan mulut penuh.
Bayu tertawa dan diapun duduk di depannya.
"Gimana urusan tadi?"tanya Bayu sambil ikutan makan kentang goreng.
Dhiya menunjukkan jempolnya yang tandanya oke.
"Udah beres beneran?"tanya Bayu lagi.
Dhiya mengangguk-angguk penuh semangat. Bayu tersenyum.
"Pacarku emang pinter."kata Bayu sambil mengusap-usap kepala Dhiya yang masih sibuk makan.
Dhiya senang Bayu sudah lebih dewasa dalam bersikap. Pastilah, emang umur berapa mereka? Udah mau seperempat abad.
"Kamu laper banget? Tadi ga makan siang ya?"selidik Bayu curiga.
"Tadi ga sempat, Bay. Aku kan harus beres kerja jam 2, jadi ya aku paksa jam istirahatnya mundur."jawab Dhiya setelah selesai meminum es lemon tea nya.
Bayu menghela napas.
"Ga papa kok, Bay. Kan jadi dapet bonus pulang cepet."lanjut Dhiya menenangkan Bayu.
"Ya deh, sekali ini aja ya. Besok-besok jangan gini lagi."
Dhiya bahagia dengan perhatian Bayu ini. Dhiya mengulurkan tangan dan menyentuh pipi Bayu.
"Senyum donk."
Bayu refleks mengembangkan senyuman.
"Yuk ah, ke tempat lain?"ajak Bayu setelah dilihatnya Dhiya sudah tak lagi menyentuh makanan di meja.
"Yuk."jawab Dhiya.
Keduanya bangkit dan melangkah meninggalkan café Arion. Tanpa sadar Dhiya berjalan dengan melompat-lompat. Bayu yang berjalan di belakangnya hanya tersenyum melihat tingkah gadis itu. Tampak nyata bahwa hati gadis itu sedang Bahagia. Bayu tentunya merasakan hal yang sama.
SUV itu meninggalkan halaman café dan menuju ke arah Jalan Bantul, mereka berdua setuju akan menghabiskan waktu sepanjang sore ini di sebuah restoran bernuansa pedesaan di daerah Imogiri.
Menikmati hembusan udara sore dan pemandangan matahari terbenam yang indah sudah terbayang di kepala keduanya.
Mereka saling bercerita hingga tiba di tujuan.
"Tunggu disitu, Dhi."pinta Bayu.
Dhiya patuh. Duduk manis di kursinya dan memperhatikan Bayu yang berlari kecil di melewati depan mobil.
Bayu membukakan pintu mobil untuk sang kekasih dan membantunya turun.
"Kayaknya mobilku harus ganti nih."gumam Bayu.
Dhiya yang sudah turun dari mobil, urung melangkah mendengarnya.
"Kenapa?"tanya Dhiya polos.
"Kamu mungil banget. Kasihan kalo harus loncat waktu naik dan turun mobil."seringai jahil menghiasi wajah Bayu.
Dhiya langsung mencubit pinggangnya.
"Aw! Ampun... iya iya salah ngomong."kata Bayu masih dengan tertawa.
"Aku ga sependek itu kok. Masih bisa naik dan turun dengan normal." Dhiya cemberut.
"Iya sayang... aku bilang kan kamu imut. Imut tuh lebih ke manis dan gemesin." Goda Bayu.
Ternyata rayuan ini mempan dan membuat senyuman Dhiya Kembali merekah.
"Yuk, masuk"ajak Bayu.
Keduanya berjalan dengan semangat memasuki bangunan restoran yang berbentuk rumah joglo.
"Bayu, aku bahagia banget hari ini."kata Dhiya saat mereka sudah duduk lesehan di sebuah gubug.
"Aku tahu, Dhi. Kita pasti akan selalu Bahagia."jawab Bayu.
Lalu Bayu merogoh sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah kotak beludru mungil berwarna beige kini berada di tangan Bayu.
"Dhiyanti Sukma Wahyono, maukah kamu menerima tanda cinta dariku?"Bayu membuka kotak mungil itu yang ternyata berisi sebuah cincin dengan mata berkilau.
Dhiya menutup mulut dengan kedua tangannya. Kaget, terharu, bahagia, dan tentunya melayang dengan lamaran dari Bayu.
Bayu menatap mata gadis itu yang kini berkaca-kaca. Lalu sebuah anggukan dihadiahkan kepada Bayu.
Bayu langsung menyematkan cincin itu di jari manis Dhiya.
"Tahun depan maukah meresmikannya?"tanya Bayu lagi.
Kali ini air mata Dhiya mengalir di pipinya.
"Iya, Aku mau."jawab Dhiya dengan suara bergetar karena rasa haru.
Langit sore itu telah menunjukkan semburat jingga, tanda sang Mentari hendak merebahkan diri di peraduan dan menyambut sang bulan.
Hati Dhiya dan Bayu berbunga. Mata keduanya menatap takjub pemandangan sore itu dan juga mengucap syukur kepada Tuhan atas kebahagiaannya saat ini.
Dhiya dan Bayu berjanji bersama akan menjalani hari-hari selanjutnya dengan penuh gairah. Menyambut hari-hari berikutnya yang pastinya akan lebih indah dari hari ini.
Bagaimana dengan keluarga Bayu? Sabar ya... akan ada jawaban di chapter selanjutnya.
YOU ARE READING
Dua Puluh Empat [END]
Roman d'amourDua puluh empat bisa berarti apa saja. Jumlah jam dalam sehari, empat dikali enam, dua lusin barang, nomor rumah, ataupun tanggal lahir. Dalam cerita ini, secara spesifik yg dimaksud dengan dua puluh empat adalah usia. Ada apa dengan dua puluh empat...