12. Two Sides : Perubahan

397 99 18
                                    

"Eunha, kau belum makan apa-apa."

"Tunggu sebentar, aku sedang mencoba satu soal ini."

Sinb menaruh piring di atas meja belajar Eunha yang kosong, membuat Eunha menoleh tetapi untuk dilihat saja. Terjadi perubahan sejak Eunha menyatakan bahwa ia iri kepada Sinb, dia mau bangun dari malas dan ingin belajar.

"Aku tahu kau sedang belajar, tapi belajar dan meninggalkan makan itu tidak baik."

Eunha menoleh dengan mata yang memicing, bibirnya menyungging seulas senyuman. Sinb hanya menatap dengan datar, seperti tak ada minat hidup.

"Bisakah kau menyuruhku makan dengan cara yang halus? Semisal dengan senyuman~" oceh Eunha.

Sinb mendorong piring itu pelan. "Makanlah."

"Sinb yya~" rengek Eunha.

"Apa?" tanya Sinb dingin.

"Suapi aku."

Tangan itu kontan mengambil piring yang berada di meja, buru-buru ia mengaduk nasi dan menyuapi Eunha.

Eunha mengunyah makanan dengan antusias. "Hmmm, rasanya lezat sekali."

Sinb tidak perduli, dia hanya terus menyuapi dengan wajah datarnya. Memang tidak punya ekspresi lain selain wajah datar ini.

"Sinb," panggil Eunha dengan mulut penuh.

"Apa?"

"Lihat ini, aku menyelesaikan beberapa soal matematika dalam waktu yang cepat. Ya ... walau aku masih bergantungan pada kalkulator."

Sinb tersenyum tipis. "Bagus."

"Ya ampun, kenapa kau pelit senyuman, sih?" Eunha bertanya heran.

"Satu suapan lagi." kata Sinb.

Eunha membuka mulutnya, ketika hendak menerima Sinb malah menarik dan makanan terakhir itu justru berakhir di mulutnya sendiri.

"YAK!" teriak Eunha tak menerima.

Sinb mengunyah dengan santai.

"Kim Sinb, kenapa? Itukan gigitan terakhir, rasanya yang paling enak!"

Sinb tidak perduli dan terus mengunyah makanan.

"Sinb!"

Masih mengabaikan.

"Kim Sinb, kau!"

Sinb menelan makanan itu dengan susah payah. "Kenapa?"

"Muntahkan!"

"Apa?"

"Muntahkan sekarang, Sinb!"

"Tapi Eunha, ini sudah—"

"MUNTAHKAN!"

Sinb membuka mulutnya, Eunha berkacak pinggang sambil menggembungkan pipi.

"Kau tahu? Gigitan terakhir itu rasanya paling enak!"

Sinb masih setia membuka mulutnya tanpa berniat bicara.

"Dan kau ... kenapa kau menyuapiku lalu mengambil bagian paling lezatnya, hah?"

"Eunha—"

"Jangan bicara dulu, Sinb!" Eunha memotong sambil menggelengkan kepalanya kuat.

Dan Sinb memutuskan untuk diam.

"Kau ... mengambil gigitan terakhir yang paling aku harapkan," ucap Eunha sambil memegangi dadanya dramatis. "Huwaaaa! Muntahkan makanan itu sekarang juga!"

Two SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang