Dia berlari menerobos orang-orang yang berani menghalangi jalannya. Seseorang memberitahukan bahwa ada yang siap bunuh diri dari atap gedung sekolah. Tentu saja hal itu menghebohkan murid-murid di sekolah, serta para guru yang juga harus turun tangan menghadapi kejadian ini.
Beberapa tangga ia lalui, karena dia ingin menyelamatkan seseorang yang dinyatakan akan bunuh diri itu. Napasnya memburu, langkahnya terhenti begitu sampai di tangga terakhir untuk menuju ke atap. Kepalanya terasa berat, kondisinya belum sepenuhnya pulih, karena belum genap satu pekan ia beristirahat.
"Tidak, kumohon jangan lakukan apapun."
"Sinb yya!"
"Sinb yya!"
"Sinb! Sinb! Sinb!"
Grep!
"Aish, kenapa? Kenapa sulit bagimu untuk menjawabku, hah?"
"Ada apa?"
"Aku mau es krim, dong~"
Sinb menghembuskan napas pendek. "Ya."
"SERIUS? KITA AKAN MEMBELI ES KRIM, 'KAN?"
"Ya."
Eunha menguyel-uyel pipi gembulnya tepat pada lengan Sinb, membuat gadis dingin itu pasrah terhadap sikap manjanya. Selesai dan puas melakukan itu, Sinb lantas berjalan dengan Eunha yang berada di sampingnya.
"Bisa kau melepaskan tanganku?" tanya Sinb dingin.
Eunha menggeleng, ia semakin merapat. "Tidak bisa~"
"Ya sudah."
Eunha terkikik, dan dia merasa sangat nyaman dengan apa yang sedang dilakukannya. Sinb adalah tempat paling nyaman untuk sebuah pelukan, karena meskipun sifatnya dingin, Sinb adalah gadis hangat. Terhalang oleh gengsi, makanya dia selalu berpura-pura tidak perduli.
"Bisakah kita berjanji untuk suatu hal?" tanya Eunha.
Sinb menoleh. "Apa?"
"Kita harus saling bergenggaman tangan, kita tidak boleh saling meninggalkan."
Sinb tersenyum miring. "Aku tidak yakin tentang hal itu."
"Ayolah~ aku tidak mau kalau nanti aku sendirian, Sinb ah~"
Langkah mereka terhenti, Sinb lantas berbalik untuk berhadapan dengan Eunha. Sinb tersenyum sedetik, yang kemudian dibalas lebih lama oleh Eunha.
"Kau tahu?" Eunha meraih wajah itu. "Kau akan lebih cantik jika tersenyum lebih lama lagi."
"Untuk apa?"
"Untuk memperindah dirimu, Sinb."
"Tidak mau."
"Kalau begitu berjanji dulu!"
"Apa?"
"Jangan pergi meninggalkan aku, ya?"
Sinb menatap jari kelingking yang terangkat ingin sebuah balasan, lalu ia mengangguk paham serta menautkan jari kelingking itu.
"Terima kasih!"
Eunha memeluk Sinb erat, merasa sangat berterima kasih karena telah diberikan adik kembar yang begitu baik.
Sinb tersadar dari lamunan, dia berusaha untuk tidak perduli akan rasa sakit setelah mengingat perjanjian yang sempat terungkap di masa lalu.
"Eunha, aku datang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Sides
Fanfiction[COMPLETED] Tentang dua sisi yang saling bertolak belakang, antara si kembar Eunha-Sinb. [26-10-21] #3 in Sinb