A VACATION

18 6 4
                                    

Karamel telah mantap mengambil cuti untuk mengunjungi orang tuanya di Kairo, akhir-akhir ini ia merasa kurang fokus dan biasanya ketika ia sudah dalam mode seperti ini, itu artinya ia harus segera mengambil cuti untuk pulang, karena biasanya itu semua karena rindu pada kedua orang tuanya.

Seperti kali ini juga ia telah memutuskan untuk kembali ke Kairo untuk beberapa hari, menikmati waktu dengan kedua orang tuanya atau beralih profesi sejenak untuk menjadi ahli keuangan yang memeriksa buku kas restoran yang dikelola oleh orang tuanya selama ini. Mungkin kali ini aku memilih untuk tidak melakukan apa-apa, karena sepertinya otak dan tubuhku membutuhkan istirahat total.

"Sudah beres mengepak pakaianmu?"

"Hm? Oh, sudah," ujar Karamel seraya menunjuk pada koper dengan ukuran yang tidak terlalu besar yang akan dibawanya.

"Hanya itu?" mata Lheina membelalak tak percaya.

"Memang hanya itu Lheina, jarak apartemen dan rumah kan hanya memakan waktu beberapa jam saja, memangnya apa lagi yang harus aku bawa?" seringai Karamel.

"Astagfirullah ..., sampai lupa aku kalau memang tidak sejauh itu."

"Aku pamit dulu ya, kamu hati-hati di rumah sendiri."

"Hati-hati ya, Kara," ucap Lheina sambil memeluk temannya ini. Memang tidak terlalu jauh hanya saja Lheina tidak terbiasa sendiri.

Karamel memacu mobil pribadi yang jarang ia gunakan ini untuk pergi ke rumah orang tuanya yang sudah menantikan kepulangannya.

***

"Assalamualaikum, Nak, hari ini apa kegiatanmu?" sapa Bianca pada anak perempuannya yang terlihat sedang merapikan pakaiannya di depan cermin. Karamel menatap sang ibunda melalui cermin seraya tersenyum dan membalas salam.

"Walaikumsalam, bun. Aku ingin memanah di halaman belakang, ada apa bunda?"

"Temani Ayah sama Bunda, yuk ke restoran kita, melihat keadaan di sana."

"Hm, baik bun. Aku siap-siap dulu, ya."

Bianca meninggalkan Karamel untuk bersiap, sementara itu ia beserta suaminya menunggu di ruang keluarga. Baru saja Bianca akan duduk di samping suaminya, ponselnya berbunyi, dengan riang ia menerima panggilan telepon tersebut.

"Eonni! Apa kabar? Sudah lama sekali kau tidak menelepon kami. Kami sangat merindukanmu," sapa Bianca senang.

"Alhamdulillah, kami baik-baik di sini, bagaimana dengan kalian? Aku sangat merindukan kalian. Kapan kalian akan mengunjungiku? Apakah menunggu sampai aku mati?"

"Eonni ..., bagaimana bisa Eonni berkata demikian?"

"Itu karena aku merasa kalian menjauh dariku, kau tahu! Berkunjunglah ke sini. Banyak hal yang ingin aku bicarakan dengan kalian, terutama masalah Kim Min Jung. Apakah Karamel sudah tahu kalau ia sudah di jodohkan dengan Kim Min Jung sedari bayi?" tanya Hye Mi dengan nada khawatir juga memohon.

"Memangnya apa yang terjadi dengan anakmu, Eonni?"

"Aku rasa, satu-satunya jalan agar ia dapat kembali adalah dengan segera menikah dengan Karamel. Aku khawatir dengan pergaulannya yang aku rasa menjauhkannya dari Allah, sementara peranku sebagai ibu sangat sedikit dalam mendidiknya. Pengaruh luar lebih banyak. Aku sungguh khawatir. Datanglah ke sini, Bianca bawa Karamel beserta kalian juga lebih dari rasa khawatirku sebenarnya aku sangat merindukan kalian."

Bianca memandang suaminya khawatir dan mereka sepakat membicarakan ini dengan Karamel dan mempersiapkan untuk bertolak ke Korea.

"Bunda, aku sudah siap."

"Ah, ya nak ... Duduk dulu, ayah sama bunda ingin bicara denganmu."

Karamel memandang kedua orang tuanya dengan perasaan bingung namun yakin kalau apa yang akan disampaikan keduanya sangat penting sehingga mereka terlihat tegang seperti ini.

"Nak, sebenarnya kami sudah menjodohkanmu dengan anak dari sahabat baik kami sejak kamu masih berada di dalam perut bunda," jelas Abiyasa pada Karamel, tidak dapat dipungkiri kalau Karamel merasa terkejut dengan berita yang disampaikan orang tuanya namun, dirinya tidak menentang perjodohan ini karena orang tuanya tidak mungkin menjerumuskan anak-anak mereka pada hal yang tidak baik, oleh sebab itu Karamel yakin kalau pilihan kedua orang tuanya adalah baik hanya saja, dirinya masih buta untuk urusan seperti ini sehingga ia hanya memilih untuk diam.

"Nak ..., apakah keputusan ini membuatmu sedih?" kini suara Bianca yang memecah keheningan.

Karamel menggeleng perlahan seraya tersenyum ke arah orang tuanya, "Aku nggak keberatan apalagi sampai merasa sedih dengan pilihan Ayah juga Bunda.

"Alhamdulillaah, Nak ... kalau begitu kita harus bersiap untuk mengunjungi Hye Mi Imo. Kita akan ke Korea." Kali ini Karamel tidak sanggup membendung keterkejutannya mendengar satu kata; Korea.

Karamel segera meraih ponselnya lalu mengirimi Lheina pesan pendek yang isinya memberitahukan kepada Lheina bahwa kali ini cutinya akan sedikit lebih panjang dari dua tahun lalu karena kali ini ia beserta keluarganya akan berlibur ke negara lain, setelah selesai dengan Lheina tak lupa Karamel mengirimkan email terkait izin cutinya yang akan diperpanjang pada pihak rumah sakit tempatnya bekerja.

Ini diluar dugaannya, perjodohan ini lalu pergi meninggalkan Mesir menuju Korea, bukankah itu negeri yang sangat jauh dengan kebudayaan yang juga sangat bertolak belakang dengan Mesir? tanpa disadari wajah Eun Ju muncul dalam benak Karamel, sepertinya doa Eonni terkabul karena dengan alasan apapun pada akhirnya aku tetap mengunjungi negaramu. Senyum Karamel memudar sesaat setelah wajah lain mencuri hadir di dalam pikirannya, lelaki yang memiliki rabbit eyes, yang katanya seorang selebritis terkenal itu, lelaki yang bernama MJ itu. Astagfirullah ... 

KaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang