1. SATU

8 2 15
                                    


"You were an incredibly pretty person."

______________















______________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Nathusya sangat takut pagi ini. Bagaimana tidak, dia sudah telat datang ke sekolah lebih dari 15 menit. Dan hal yang lebih gila lagi adalah, ini hari Senin—yup upacara bendera. Sedangkan hukuman bagi yang telat di sekolah ini sangat-sangat menyebalkan. Yaitu, siswa siswi yang terlambat dipersilahkan untuk membersihkan kamar mandi.

Langkah kaki Nathusya memelan, dia berjalan mengendap-endap agar satpam ataupun OSIS yang berjaga tidak mengetahui kehadirannya. Nathusya berbelok, berjalan melewati koridor sebelah kiri. Dia berniat langsung masuk ke kelas.

Baru saja Nathusya akan menghela nafas lega, namun harus tertahan karena dia malah jatuh tersungkur. Nathusya meringis pelan, membersihkan seragamnya dari beberapa debu. Kemudian menoleh pada manusia yang baru saja menabraknya.

“Jalan tu pake mata!”

Nathusya tercengang, astaga kenapa dia yang marah. Sedangkan dia adalah orang yang menabraknya. Harusnya jika ada yang berhak marah, itu adalah Nathusya. Namun Nathusya diam saja. Dia berdiri sambil terus memperhatikan orang yang masih terduduk membersihkan seragam itu.

Lebay banget, kotor juga nggak, Nathusya memberengut kesal didalam hati.

Look, seragam gue kotor.” Teriaknya marah.

Oh, sepertinya Nathusya tidak perlu menahan kekesalannya lagi sekarang. Dia kesal sekali, apalagi melihat orang yang menabraknya malah marah-marah.

“Lo yang nabrak gue, Liana.” Ya, yang baru saja menabrak Nathusya itu Liana. Siswi pintar nan modis di SMA Nusa Harapan, yang sekaligus siswi yang tidak pernah akur dengannya.

“Ya trus ngapain lo berdiri disana, ngehalangin jalan tau ngga!” Ana kembali menjawab dengan sinis. Tidak mau kalah sama sekali.

Nathusya yang paham kalau hal ini berlanjut, akan semakin kacau nantinya. Jadi dia memilih abai, dan kembali berjalan. Nathusya tidak pernah mengalah sebelumnya, tapi ini adalah situasi yang berbeda. Bisa gawat jika guru maupun OSIS mendengar pertengkaran mereka.

Tapi sepertinya pemikiran Nathusya tidak sejalan dengan Ana. Perempuan itu menahan tangan Nathusya, lalu membalikkan tubuhnya. Menatap Nathusya dengan kesal. “Lo pikir bisa pergi dari gue?”

Nathusya memutar bola matanya lelah. Baginya, Ana ini memang pintar namun bodoh dalam waktu bersamaan. “Bilang, alasan apa yang lo punya sehingga mikir gue ngga bisa pergi dari sini.”

GHAZALITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang