22 - Pulang

45 9 0
                                    

“Lami?”

Lami tersenyum lalu mendekat ke arah keduanya dengan Jisung di belakang mengikutinya.

“Jadi sekarang kak Jeno sama Jiheon?” tanya Lami masih dengan senyumannya. “Selamat ya”

Jiheon gugup dan ingin melepas genggaman Jeno lagi. Namun Jeno semakin menggengamnya, meyakinkan Jiheon.

Thanks, Lam” balas Jeno. “Gue harap ini gak bikin hubungan kalian jadi canggung ke depannya”

Lami menggeleng, “Gak kok, Kak. Lagian emang kakak gak liat? Lami kan udah sama Kak Jisung” ujarnya sambil menunjuk Jisung yang berdiri di sampingnya.

“Kalian pacaran?” tanya Jiheon ragu.

“Engga” jawab Lami dan Jisung serempak.

“Terus?”


-o0o-


“Setelah check up terakhir Yujin perlu dirawat 2 sampai 3 hari supaya kami mudah melihat perubahannya”

Yujin terngiang ucapan dokternya pada konsultasi sebelumnya. Dirinya lagi-lagi harus terjebak di rumah sakit. Konsultasi terakhirnya dijadwalkan sore ini.

Seminggu belakangan dirinya tidak menemukan Minhee di sekitarnya. Yang terakhir adalah saat sosok itu menanyakan jadwal konsultasi terakhirnya yang merupakan hari ini. Yujin kira ‘Casper’ akan muncul untuk sekedar mengucapkan selamat atau mengganggunya, namun sampai saat ini makhluk itu belum terlihat.

“Mentang mentang beneran ghost

Sementara Minhee yang memang sedang bersembunyi dari Yujin dapat mendengar ucapan tersebut hanya terkekeh, “Liat lo nyariin gue begini, fix, lo suka sama gue!”

“Jangan terlalu percaya diri!”

Minhee menoleh mendapati tuan Malaikat Maut yang berdiri di sampingnya. “Ayo, kamu harus ikut saya”

“Eh? Ikut kemana om? Kan saya udah bilang saya belum mau dikirim ke Tuhan”

“Siapa kamu nawar nawar? Udah ayo” titahnya sambil menarik tangan Minhee menjauh dari Yujin, meninggalkan ruangan yang akan menjadi kamar inap Yujin beberapa hari ke depan.

Setelah cukup jauh, Malaikat Maut itu berhenti di depan sebuah kamar inap yang terisi lalu melepaskan tangan Minhee. Minhee menyadari ruangan tersebut adalah ruangan yang selalu menarik perhatiannya setiap dirinya mengikuti Yujin check up. “Kenapa om?”

“Masuk!”

“Kok masuk?”

“Udah, nurut aja!” paksanya sambil mendorong Minhee ke ruangan yang pintunya sedikit terbuka itu.

Dilihatnya ada sepasang laki-laki dan perempuan yang terlihat sebaya dengan pasien yang terbaring di sana. Dan Minhee menyadari tubuh yang terbaring itu adalah miliknya.

“Lo tuh kritis engga, tapi kok gamau bangun sih, Min?” tanya si perempuan pada tubuh Minhee yang setia menutup matanya. “Sekarang lo dimana? Main petak umpet sama malaikat maut?”

Minhee dan Malaikat Maut yang selama ini telah ‘menemani’nya saling menatap sambil mengatupkan bibir masing-masing.

“Lena, jangan ngomong gitu” tegur sang lelaki.

“Sa, meskipun Lena sama Minhee berantem terus, dia tetep kembaran Lena. Lena gamau kehilangan kembaran yang dari rahim udah sama sama”

“Minhee pasti balik lagi, kok” ujar Eunsang menenangkan Lena. “Minhee juga pasti gamau ninggalin Lena”

Minhee tertegun saat sekelebatan ingatan memenuhi pikirannya. Tentang siapa dua orang yang sedang membicarakannya ini, tentang mengapa dirinya bisa menjadi pasien yang terbaring itu, dan semua hal yang tidak diingatnya selama dirinya menjadi ‘transparan’.

“Udah? Inget sesuatu?”

Minhee mengerjap dan mengangguk mengiyakan pertanyaan sang Malaikat Maut.

“Terus kamu nunggu apa? Silahkan kembali ke tubuh kamu!”

“Hah?” bingung Minhee. Dia masih terlalu terkejut setelah mengingat semuanya.

“Gamau? Kalau gitu saya kirim kamu ke hadapan Yang Maha Kuasa”

“Jangan! Jangan!” panik Minhee. “Saya cuman gatau harus gimana”

Malaikat Maut itu tersenyum, senyum yang pertama dilihat Minhee selama mengenalnya. “Tutup mata!”

Minhee menurut, tidak berniat memberontak atau dirinya benar-benar akan dipulangkan ke hadapan Tuhan. Dirasakannya sang Malaikat Maut itu memegang seperti mencekik lehernya. Diarahkannya Minhee ke ranjang tempat tubuhnya terbaring.

“Om, saya bakal ketemu om lagi gak?” tanya Minhee saat merasa dirinya mulai didorong untuk kembali bersatu dengan tubuhnya oleh sang Malaikat Maut.

“Kamu masih mau ketemu saya?” balasnya sambil terkekeh.

“Saya cuman mau menjaga silaturahmi sama om”

“Kalau sudah saatnya, saya pasti bakal ngunjungin kamu”

Minhee sedikit merinding mendengarnya, tapi dirinya pasti ingin bertemu lagi dengan sosok yang seharusnya menyeramkan ini. “Terima kasih om, karena bertanggung jawab atas saya dan gak ngirim saya ke atas”

Setelahnya yang Minhee rasakan adalah benturan yang cukup keras dan terasa sakit sebelum rungunya mendengar suara perempuan yang memanggil dokter ke ruangannya.

“Kang Minhee! Ayo bangun!”

Denouement - Ahn YujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang