Chapter 1 : Ara

280 29 10
                                    

Muti terpaku menatap layar HP, ia sedang menonton video yang membuatnya merasa membeku. Seorang wanita di dalam video nampak berbicara sendiri dengan raut wajah penuh ketakutan dan suara gemetar. Seakan ada seseorang lain di hadapannya yang sedang memarahinya habis-habisan. Wanita itu berkata, "Ampun kak, Ara minta maaf," sambil menyatukan kedua telapak tangan dan meletakkannya di depan dada untuk memohon kepada seseorang yang tidak dilihat oleh Muti.

Belum habis keheranan Muti, tiba-tiba ekspresi Ara berubah menjadi sangat kejam dan marah seraya berkata, "Ngga ada ampun!" hingga sebuah tamparan melayang dari tangan Ara ke pipinya sendiri, seakan tubuhnya digunakan oleh sosok lain yang sedang marah dan ingin menyakiti dirinya melalui tangannya.

Tidak berhenti disitu, ekspresi Ara kembali menjadi penuh ketakutan dan mulai menangis. Lalu tangan kanan nya menjambak rambutnya dan tangan kirinya berusaha melepaskan jambakannya sambil terus berkata, "Ampun kak... Lepasin kak... Sakit."

Muti gemetaran hingga merasa mual saat melihat video tersebut, air mata mengalir di pipinya. Namun, ia tetap bertekad untuk menonton video hingga akhir. Dilihatnya Ara berhasil melepas jambakan tangannya sendiri. Lalu Ara berdiri mengambil gesper yang tergantung pada paku di dinding.

Jantung Muti berdegup semakin kencang membayangkan apa yang akan dilakukan Ara dengan gesper itu. Benar dugaan Muti, ekspresi Ara berubah lagi menjadi penuh amarah lalu ia menghantamkan gesper tersebut ke sekujur tubuh. Muti terkejut hingga napasnya sesak, hatinya hancur, ketakutan sekaligus amarah meluap-luap dalam dirinya. Pikirannya tidak dapat mencerna apa yang sedang terjadi pada wanita dalam video yang menyebut dirinya sebagai Ara, sebab jelas-jelas Muti melihat bahwa wanita itu adalah dirinya sendiri.

Tok tok tok... Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar. "Mutiara, ayo makan... Ibu sudah selesai masak," ajak Ibu dengan suara penuh semangat. Muti yang masih kebingungan dengan apa yang baru saja ia saksikan hanya dapat menjawab, "Ibu makan duluan aja ya nanti Muti menyusul 30 menit lagi."

Selama ini sejak usia 5 tahun Muti sering merasa kehilangan dirinya di momen-momen tertentu, terutama di saat ia sedang sendirian. Ketika berusaha keras mengingat apa yang baru saja terjadi, kepalanya menjadi sakit dan muncul bayangan samar-samar tentang kakak laki-laki yang menyeramkan. Bertahun-tahun Muti memilih mengabaikan potongan-potongan memori tentang kekerasan kakak laki-laki kepadanya karena ia tidak nyaman saat ingatan itu muncul dan dalam kenyataannya ia adalah anak pertama yang sangat disayang oleh kedua orang tuanya. Namun, tetap saja Muti terkadang menemukan bekas memar di tubuhnya pasca merasa kehilangan dirinya untuk beberapa saat.

Setelah berusaha lari dan bersembunyi dari bayang-bayang menakutkan selama 8 tahun, akhirnya pada tahun 2009 terjawab semua pertanyaan Muti tentang mengapa ia sering tidak dapat mengingat apa yang baru terjadi dan mengapa ada bekas memar misterius di tubuhnya yang selalu ia sembunyikan dari kedua orang tuanya. Video di HP Muti sangat cukup untuk membuktikan bahwa selama ini Muti kadang memang berubah menjadi sosok lain yang memiliki halusinasi seorang kakak yang kejam. Apakah ini benar diriku? Mengapa aku seperti orang gila? Apakah aku terkena gangguan jiwa? Atau apakah ada hantu yang merasukiku tiap aku sendirian hingga aku menjadi aneh seperti ini? Tanya Muti dalam hatinya yang perih.

Muti tidak siap dengan fakta yang harus ia terima tentang kondisinya yang tidak wajar. Muncul sedikit perasaan menyesal karena telah sengaja meletakkan HP barunya di sudut ruang tamu dengan rekaman video menyala saat ia sedang sendirian di rumah kemarin sore sepulang sekolah dari SMPN 572 Jakarta. Di awal video terlihat Muti sedang menonton film di TV, semua nampak normal pada awalnya. Hal terakhir yang Muti ingat dengan jelas hanyalah terdapat adegan pemukulan di TV lalu ia lupa apa yang terjadi setelahnya. Saat kesadaran penuh telah kembali ia dapatkan, tubuhnya sudah tergeletak di lantai dengan tangan kanan menggenggam gesper dan muncul rasa nyeri di beberapa bagian tubuh.

Perasaan Muti sungguh terguncang, ia khawatir keanehannya diketahui orang tua ataupun temannya. Ia berniat menyembunyikan semua fakta menyeramkan itu. Diambilnya sebuah buku harian untuk meluapkan perasaan kacaunya. Namun, sebelum mulai menulis ungkapan hatinya, ia menemukan tulisan tangan dirinya sendiri dengan tanggal kemarin pada pukul 8 malam padahal semalam ia tidak merasa menulis buku harian. Ketakutan kembali menyeruak dalam dirinya, perlahan dibacanya tulisan itu.

Jumat, 02 Oktober 2009

Dear Diary... aku bingung, aku gatau harus gimana. Ini pertama kalinya aku beraniin diri nulis diary. Aku udah lama pengen tulis ungkapan perasaanku tapi aku takut Kak Lio baca dan marah. Aku pengen ngadu ke Kak Devin tentang kekerasan Kak Lio tapi kak Devin pasti berantem sama kak Lio atau bisa sampai pukul Kak Lio. Walau aku kesel banget sama Kak Lio yang galak tapi aku tetep ga mau dia dipukul Kak Devin.

Ya Allah tolong kasih petunjuk aku harus gimana? kadang aku ngerasa ga kuat sama Kak Lio yang ringan tangan. Andai Kak Devin ga kerja di Bandung, andai Kak Devin tinggal di Jakarta serumah sama aku, pasti Kak Lio ga akan berani pukul aku seenaknya.

Sore tadi Kak Lio marahin aku lagi gara-gara aku nonton TV tapi belum kerjain PR. Padahal PR nya cuma sedikit dan bisa dikerjain setelah acara TV nya selesai, tapi dia ngotot banget nyuruh aku kerjain PR dulu. Kami bertengkar tapi setelah aku liat dia melotot sampai matanya kaya mau copot, aku minta maaf. Eh dia malah tampar aku. Emang dasar dia itu tempramen banget, orang udah minta maaf tetep ditampar. Dia juga jambak aku dan sabetin aku pakai gesper. Mungkin mood dia lagi jelek karna banyak tugas kuliah kali ya, makanya dia lampiasin ke aku. Tapi harusnya ga perlu sekasar itu kan? Aku adik perempuan satu-satunya, harusnya aku disayang...
-Ara-

Bagai tersambar petir ditengah hujan deras, ketakutan Muti memuncak hingga membuatnya dipenuhi kegelisahan yang luar biasa menyiksa. Apa yang terjadi padaku? Apakah aku benar-benar sudah tidak waras? Aku... Punya dua kakak laki-laki? Tapi aku anak pertama... Aku punya adik perempuan, bukan kakak laki-laki. Apakah aku akan berakhir seperti Mas Beni, tetanggaku yang sering dihujat gila oleh masyarakat karena sering tertawa dan berbicara sendiri di jalanan? Apakah aku sudah tidak punya masa depan? Tanya Muti dalam hatinya yang diselimuti kecemasaan dan kebingungan.

Diurungkannya niat untuk menulis diary karena tangannya gemetar dan pikirannya kacau tidak menentu. Ia meletakkan kepala di atas bantal, memeluk guling dan menarik selimut hingga menutupi seluruh wajah. Tenggelam dalam isak tangis kekalutan hingga ia tertidur.

Another Me in Another World (DID And Bipolar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang