Chapter 9 : Awal Masuk SMA

35 11 0
                                    

Mendapat teman-teman baru di sekolah baru membuat Muti memiliki semangat baru untuk meraih kesuksesan. Namun kelainan dalam diri Muti tidak lantas menghilang. Sepulang sekolah Muti menemukan catatan dari Ara yang membuatnya sangat terpukul.

Dear Muti... Aku memang sudah biasa dicubit, ditampar, disabet, dipukul, tapi kali ini aku benar-benar kesakitan. Aku sedang tertidur nyenyak saat kak Lio tiba-tiba menjambak rambutku dan menarikku turun dari kasur lalu diseret ke kamar mandi. Ternyata ia habis memeriksa tas ku dan menemukan nilai ulangan biologi di angka 40. Ia marah besar karena tidak bisa mentolerir nilai yang sangat buruk tersebut.

Kak Lio mencabut selang dari keran, menjambak rambut belakangku, menenggelamkan kepalaku ke dalam air kolam. Lalu ia menyabet punggung, paha, dan betisku berkali-kali dengan selang. Aku berteriak dalam air tanpa suara keluar sedikitpun. Kehabisan nafas, air kolam terminum olehku sambil ku pukul-pukul tangannya untuk memberi tanda bahwa aku butuh bernafas. Aku tidak menyangka sabetan selang sangat amat menyakitkan dibanding sabetan gesper. Rasa perih yang menusuk hingga kedalam menyelimuti sekujur tubuhku.

Kepalaku akhirnya diangkat dari air dan aku segera bernafas sambil menangis sejadi-jadinya akibat sakit yang ku rasakan. "Ampun kak... Ampun maafin Ara..." ucapku merintih.

"Bodoh banget apa kamu sampe dapet nilai 40? Awas ya sekali lagi dapet nilai segitu, habis kamu! Kakak bakal hukum kamu lebih menyakitkan dari ini!" bentak Kak Lio padaku dengan mata melotot penuh kemarahan. Aku mengangguk sambil terus menangis dan menggeliat karena tubuhku menahan perih hingga akhirnya ia melepaskan jambakannya dan pergi keluar meninggalkanku.

Maafkan aku Muti, aku tidak bisa menghentikan kehadiran Kak Lio walau sudah berusaha melepasnya pergi setahun lalu. Ia terus menerus datang kembali dan tidak menepati ucapannya, tetap kasar kepadaku dan memukuliku. Aku begitu takut kepadanya, ia terasa sangat nyata bagiku. Mungkin kamu kecewa padaku, karena selalu tidak punya keberanian untuk melawan Kak Lio. Namun sungguh rasanya sangat mencekam saat ia muncul dengan penuh kemarahan. Aku lemas dan melemah, jantungku berdegup sangat kencang, tanganku gemetar hingga kadang keringat dingin. Aku sungguh tidak berani melawannya dalam kondisi tersebut dan tidak bisa menghentikannya maupun menghilangkannya. Maafkan aku yang sangat lemah ini, maafkan aku yang tidak bisa melindungi tubuh ini.

-Ara-

Air mata menetes di pipi Muti saat ia membaca catatan tentang kekerasan yang dilalui Ara. Muti mencoba memeriksa bagian tubuh yang disebutkan Ara, benar saja terdapat memar disana. Dada Muti penuh sesak, kepalanya sangat sakit, dan perutnya terasa mual sekali setelah membaca catatan Ara. Ia merasa dunia berputar, lemas, dan tenggelam dalam tangisnya yang penuh kebingungan tentang apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan diri.

Tiba-tiba Muti teringat dengan Bu Laila, guru BK di SMA-nya. Bu Laila sangat baik dan ramah. Muti berniat menceritakan tentang kelainan dalam dirinya kepada Bu Laila besok pagi. Ia berharap Bu Laila bisa memberikan solusi untuknya. Walau ia sadar bahwa ia seharusnya pergi ke psikolog atau psikiater, keterbatasan biaya menghalanginya dan memaksanya berjuang dengan segala ketidaknormalannya tanpa pengobatan.

Another Me in Another World (DID And Bipolar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang