Brak
Suara kursi yang jatuh akibat benturan dari tubuh deni karena tendangan dari alvaro.
"Bapak boleh hina saya, pukul saya, bahkan anda boleh injak harga diri saya, tapi jangan pernah sekali-kali anda hina orang tua saya. "APA LAGI IBU SAYA!" Bentak alvaro penuh amarah.
Alvaro mengangkat kursi dan mengayunkan ke arah deni, sementara deni bergerak cepat melindungi kepala dengan kedua tangannya.
"Al Berhenti!" pekik Elvino yang baru datang, membuat alvaro reflek menoleh.
Elvino langsung menahan tangan alvaro yang masih memegang kursi.
"Al, lepasin kursinya!" titah elvino dan berusaha mengambil kursi dari tangan alvaro.
"Minggir!" Usir alvaro, kemudian melihat deni yang sudah babak belur.
"Al sadar, jangan kayak gini! Lo mau di hukum lagi sama__ " elvino.
"Gue nggak peduli, papa mau marah, mau hukum gue, GUE NGGAK PEDULI___"
"TAPI GUE PEDULI" teriakan elvino membuat alvaro melihat nya.
"Gue perduli sama lo dan gue nggak mau lo sampai di hukum lagi sama papa. Jadi gue mohon lepasin kursi nya" elvino menangakup wajah alvaro yang masih emosi.
"Sadar Al, Tolong jangan kayak gini, gue mohon" bujuk elvino membuat alvaro luluh, elvino yang mengerti mengambil kursi dari tangan alvaro.
"Dia brengsek el - dimia brengsek" kata alvaro bersamaan dengan air mata yang jatuh.
"Ada apa ini?" tanya kepala sekolah yang baru saja datang.
"Ya Tuhan, pak deni" ucap kepala sekolah yang terkejut saat melihat deni yang tergeletak di lantai dengan wajah penuh memar dan tangan yang melindungi kepala.
Dengan buru-buru kepala sekolah langsung membantu deni untuk berdiri, setelahnya kepala sekolah melihat ke arah alvaro yang sedang di tenangkan oleh kembarannya.
"El, bawa Al ke ruangan saya! Saya akan panggil ayah kalian sekarang juga. Beliau harus tau apa yang sudah di lakukan alvaro kali ini" kata kepala sekolah dan pergi dari sana lebih dulu bersama deni.
.
.
.
.Atma turun dari mobil dengan angkuh, dia terus berjalan menuju ruangan kepala sekolah tanpa melihat kanan atau kiri. Sampainya di depan ruang kepala sekolah, Atma melihat elvino, anggara, bastian dan satya berdiri di sana.
"Papa" gumam elvino setelah atma berdiri di depan mereka.
"Kenapa kalian di sini? Bukannya ini masih jam pelajaran?"tanya atma dan melihat mereka dengan tatapan dingin.
Satyag, anggara dan bastian hanya diam menunduk. Hanya elvino yang berani melihat atma dan menjawab pertanyaannya.
"Kita di sini nunggu al, pa. Dia__"
"Kembali ke kelas!" titah Atma.
"Tapi..." elvino menghentikan ucapan nya saat atma hanya menatap nya tanpa mengatakan apapun.
"Kembali ke kelas atau saya keluarkan kalian!" Atma bicara dengan tegas pada anggara, bastian dan satya.
Mereka saling melihat untuk beberapa saat, tak lama mereka memilih untuk pergi meninggalkan elvino.
"Pa, El mohon tolong jangan sakiti Al" mohon elvino sambil menangkupkan tangan ke depan dada.
"Kembali ke kelas!" Titah atma tanpa menjawab meladeni ucapan elvino.
"Papa, el mohon" Melas elvino.
Atma tidak memjawab, dia hanya mengusap kepala elvino dan masuk ke dalam meninggalkan elvino di luar. Elvino hanya menghela nafas sambil melihat pintu yang baru saja di tutup oleh ayah nya.
Di dalam, semua guru dan kepala sekolah berdiri dengan sedikit membungkuk saat pemilik sekolah baru saja masuk. Atma hanya tersenyum membalas salam mereka, dia terus berjalan ke arah alvaro yang juga sudah berdiri dan melihat nya.
"Papa" ucap alvaro saat atma sudah berdiri di depan nya.
PLAK
Bukan jawaban yang alvaro terima, melainkan tamparan yang sangat keras mendarat di pipi kanan nya, Bahkan saking keras nya, wajah alvaro sampai merah dan sudut bibir nya mengeluarkan sedikit darah, membuat guru dan kepala sekolah yang melihat nya hanya mengernyit tidak tega.
"Papa kenapa mukul al? Papa kan bisa dengerin dulu penjelasan al?" Alvaro melihat atma dengan perasaa kesal bercampur sedih.
"Apapun alasan kamu, mukul guru itu tidak di benarkan , al" sahut atma dan alvaro hanya terkekeh mendengarnya.
Sambil menahan emosi, alvaro maju satu langkah dan membisikan sesuatu ke telinga atma.
"Al tidak menjawab atau melawan bukan karena al takut pa, tapi karena al menghargai mu di depan orang banyak" bisik alvaro, kemudian pergi begitu saja meninggalkan ruang kepala sekolah.
Alvaro bahkan tidak perduli dengan tatapan para guru dan kepala sekolah pada nya, dia terus berjalan dengan air mata tertahan yang menggenang di pelupuk mata.
.
.
.
.Alvaro berjalan menuju kelas, tapi tiba - tiba kepala nya terasa pusing.
Sesekali dia memegangi punggung nya yang terasa nyeri. Perlahan pandanganya membuaram membuat nya berjalan dengan tangan yang memegang dinding sebagai tahanan diri nya agar tidak jatuh."Al" gumam bastian yang baru saja keluar dari toilet. Dengan buru-buru bastian berlari menghampirinya.
"Al, lo kenapa?" tanya bastian yang khawatir saat melihat wajah alvaro yang merah, sudut bibir berdarah dan wajah yang terlihat pucat juga berkeringat.
Alvaro tidak menjawab, dia hanya melihat bastian dengan mata sayu.
"Gue nggak papa kok, santai aja" ucap nya dan tersenyum
"Lo yakin?" tanya bastian memastikan dan alvaro hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Tapi muka lo puc__" bastian menghentikan ucapannya saat melihat alvaro yang lemas dan rebah ke samping.
"AL" bastian reflek berteriak dan menangkap alvaro sebelum tubuh sahabat nya itu menyentuh lantai.
"Al, heh, lo kenapa?" Bastian menepuk wajah alvaro.
Alvaro melihat bastian dengan sayu dan lemah.
"Bas, dingin" keluh alvaro.
"Dingin? Ke - kenapa lo kedinginan?" Bingung bastian.
Alvaro tidak menjawab, perlahan mata nya memejam dan membuat bastian panik.
"Al, Bangun! Astaga panas banget badan nya" panik bastian.
Dengan cepat bastian menggendong alvaro ke punggung nya untuk di bawa ke ruang kesehatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold ✅
FanfictionSuatu kebenaran yang terungkap dengan caranya. Star : 15 oktober 2021 End : 4 juni 2022