Wira mengernyit saat melihat pergerakan nafas alvaro yang lambat, karena penasaran wira merubah posisi alvaro menjadi terlentang.
"Al" gumamnya khawatir karena wajah alvaro semakin pucat.
"Anak ini...kenapa kayak lagi sekarat?" Gumamnya, kemudian melihat jaket alvaro yang basah.
"Kenapa jaketnya sampai basah?" Wira yang penasaran memegang bagian jaket yang basah.
Mata wira langsung membulat dengan jantung berdetak kencang. kaget, panik dan khawatir ia rasakan bersama saat melihat darah di telapak tangannya.
"Ya Tuhan, Alvaro!" Wira menarik jaket sekaligus baju alvaro ke atas.
"Ya Tuhan!" Pekiknya saat melihat darah yang terus keluar dari luka yang tertutup kasa.
"Al, bangun!" Wira membangunkan alvaro dengan menepuk wajahnya, tapi alvaro tidak bangun.
"Alvaro..., bangun, hei, al, alvaro...!" Wira terus membangunkan alvaro dengan suara gemetar, tapi tak ada respon sama sekali.
"Kamu ini kenapa lagi sih, al? Kenapa selalu aja celaka?" Wira yang panik membopong alvaro untuk di bawa ke rumah sakit menggunakan mobil.
.
.
."Selama ini aku cuma mau papa melakukan ini sambil bilang ' anak papa udah besar, kamu memang jaogannya papa, papa bangga sama kamu" alvaro menarik nafas panjang untuk tidak menangis.
Alvaro kembali memindahkan tangan atma ke pipinya sekarang.
"Aku juga mau papa bilang begini 'kenapa nangis? Kamu punya masalah? Sini cerita sama papa, kenapa berantem? Coba jelasin alasannya sama papa.
"Aku cuma butuh di tanya kayak gitu pa saat aku melakukan kesalahan, bukan di hukum kayak biasanya" kata alvaro kemudian mengernyit menahan sakit.
"Seandainya aja kamu tau kalau papa juga sayang sama kamu, al. Seandainya kamu tau kalau papa juga selalu ingin melakukan hal yang kamu mau.
"Tapi setiap kali papa mau melakukannya, selalu aja ada hal yang kamu lakukan dan itu membuat papa sangat marah" Atma bicara dengan mata berkaca-kaca.
Walaupun ia kasar, bahkan mengusir alvaro, tapi hati nya tetap menghawatirkan alvaro di luar sana.
"Apa yang harus ku lakukan? Anak itu semakin di bentak, di hukum bahkan di pukul sekalipun tetap aja melawan" pikirnya, tanpa terasa air mata mengalir begitu saja.
.
.
."Satu lagi bukti telah hilang" kata elvano setelah membuang ponsel milik alvaro yang pecah.
"Kasihan banget hidup lo, al. dari korban jadi tersangka. Gue yang nusuk, tapi lo yang di pukul dan usir sama papa" kekehnya puas.
"Kira-kira dia masih hidup nggak ya? Apa jangan-jangan udah mati? Dia kan bego, kalau sakit di tahan sendiri, bukannya di obati" elvano berucap sambil memegang gunting yang masih berlumur darah alvaro.
"Ini cuma gunting kecil, jadi nggak mungkin dia mati, kecuali yang gue tusuk dada atau leher nya" lanjutnya yang kemudian membuang gunting ke tempat sampah.
Dengan perasaan puas, elvano berbaring sambil bersiul karena merasa menang dan berhasil menyingkirkan alvaro dari rumah.
"Wah__, lo emang jenius, el" elvano memuji dirinya sendiri atas kepintaran yang ia lakukan.
Elvano mengingat kembali saat ia menusuk alvaro, saat ayah nya memukul dan menampar alvaro, bahkan sampai ayah nya mengusir alvaro.
"Sumpah, tadi itu keren banget akting gue" ucapnya dan tertawa setelahnya.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold ✅
FanfictionSuatu kebenaran yang terungkap dengan caranya. Star : 15 oktober 2021 End : 4 juni 2022