Gadis cantik bertubuh tinggi tengah menyebat rokok di kamarnya tanpa diketahui oleh kedua orangtuanya.
Namanya Gia, sifatnya sedikit liar dan agresif. Tak ada satu orang pun menyukainya, termasuk kedua orangtuanya. Bukan karena tak sayang, namun Gia susah di atur.
Wanita itu anak tunggal kaya raya, dari kecil selalu di manja hingga mengakibatkan keliaran masuk dalam sifatnya saat menanjak dewasa.
"Gia, buka pintunya!" teriak mamanya, dari luar yang terus menggedor pintu itu sesekali berteriak.
Gia menulihkan telinganya, ia masih nyaman dengan semua rokok-rokoknya yang ia koleksi.
"Mama dobrak ya pintunya kalau gak di buka?!" ancamnya.
Gia masih acuh dengannya.
"Anak kurang ajar!" makinya, kemudian suara itu tak lagi terdengar.
Sudah makanan sehari-hari makian darinya, Gia anak yang kuat dalam menghadapi hal sepele seperti itu.
"Gimana, Ma? Apa Gia mau berbicara?" tanya sang suami yang sedang duduk santai di sopa sambil menyebat rokoknya, hingga asap rokok mengepul di depannya.
"Gimana mau bicara? Keluar aja enggak!" dengusnya ikut duduk di samping suaminya.
"Kita buang aja lah dia, nyusahin bangat!" sahut suaminya. Dewa, pria tua itu sangat terkenal kejam akan sifatnya di kalangan perusahaan ternama.
"Matamu! Dia anak kita satu-satunya!" judesnya memukul lengan Dewa dengan keras.
Kedua orangtua itu yang tadinya sedang berdebat lantaran Gia, kini berdebatan itu berhenti saat Gia melewatinya tanpa mengatakan sepata pun.
Pakaian Gia cukup minim, hingga memperlihatkan tato-tatonya di tubuh dia.
"Mau kemana anak setan?!" tanya Dewa menatap anaknya dengan sengit.
Langkah Gia terhenti, tubuhnya menghadap ke samping, tepat di depan Dewa.
"Mau keluar, ayah setan!" sahutnya, lalu pergi meninggalkan mereka.
"Ayahhh ... jangan ngomong seperti itu, gak baik," Siti mengusap Dewa yang kini tersulut emosi akibat ucapan Gia.
_
Gia mengendarai mobil sport berwarna merah itu ke arah salah satu rumah yang berada di ujung jalan.
Bukan club atau pun bascamp. Namun, rumah yang kosong lah yang Gia sukai saat pikiran kacau. Gia suka menyendiri, di saat mentalnya remuk.
Mobilnya di parkirkan di perkarangan rumah tersebut, ia turun sembari membawa rokoknya ke dalam rumah.
Gia duduk di bangku, mengambil satu batang rokok dan membakar serta menyebatnya. Asap rokok kembali mengepul, Gia tersenyum miring.
"Orang bodoh!" gumamnya tanpa sadar.
"Oy broo!" teriak temannya yang baru saja sampai, ketika Gia memberitahukan bahwa dirinya di rumah kosong itu.
Gia acuh, ia masih asik dengan kesibukannya. Temannya bergerutu, lalu duduk di hadapan Gia lalu mengambil rokoknya dan menyebat.
"Kek anak kunyuk luh diam mulu!" sindirinya.
Gia menatap Joko dengan tajam. "Diemm dehh, bacot loh kek kentut!" balas Gia.
Joko terkekeh. "Sorry-sorry, bercanda. Baperan amat."
"Gue pusing dengan masalah keluarga gue." Gia mulai bercerita, dan Joko menyimak.
Joko dan Gia adalah teman dekat waktu SMK dulu, gara-gara Joko pernah berantam dengan cowo lain, namun kalah. Untungnya, ada Gia yang bantuin Joko hingga pria itu berhutang budi padanya.
"Bokap sama nyokap gue berasa nyesel ngelahirin gue! Gue selalu di tuntut ini itu sama mereka! Pengen gue bunuh, tapi gue masih waras!"
Joko masih diam mendengarkannya.
"Mentang-mentang gue anak satu-satunya yang mereka buat, mereka jadi seenaknya ngatur gue!"
"Gue ngerasa di kekang, Jok!" geram Gia mematihkan rokok tersebut.
Merasa tak ada sahutan dari temannya, Gia akhirnya melirik ke samping.
"Sialan!" umpat Gia memutar matanya malas.
Joko tertidur dalam curhatannya Gia tadi.
"Kebiasaan luh buluk!" makinya, kemudian menarik bibir Joko yang memang dower.
Tidur Joko terganggu, ia langsung membuka matanya. "Sakitt!" adunya.
"Kebiasaan luh, gue pecat jadi teman nih!"
"Ehh, jangann donggg!" Joko memasang wajah imut. Bukannya cute, malah kek monyet tengah merengek ke induknya.
•••
Cerita baru lagi.
Aku up yang ini sesuai mood.
Semoga suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strong Woman
Fanfiction"Diem di situ atau gue cium!" ancam Gia seraya melayangkan tatapan tajamnya pada Samudra. "Gia mau cium, aku? Mau dong ...." "Idiot!"