Wallflower 3: Luka Terpendam

216 41 21
                                    

Anye masuk ke ruang kerjanya di kantor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anye masuk ke ruang kerjanya di kantor. Seperti ruangan manajer lainnya, di belakang meja kerjanya terdapat credenza dan lemari berukuran sedang untuk menaruh beberapa arsip. Anye tidak terlalu rewel soal interior ruangan. Ia hanya menginginkan benda-benda penting demi menunjang kinerjanya. Begitu duduk di kursi, sepasang matanya langsung menangkap beberapa benda di atas meja, tepatnya di depan komputer yang biasa ia gunakan.

Anye melihat kalender di atas meja kerjanya. 20 November 2019. Ah, pantas saja. Kemudian pandangannya teralih sebentar ke arah pintu, seseorang mengetuk pintunya dan muncullah sosok Jeany membawa dua gelas kopi di tangannya.

"Thanks a million." Gelas kopi berpindah ke tangan Anye. "Kamu beneran enggak pernah lihat orang aneh masuk ke ruanganku selama aku pergi kemarin, Jen?"

"Aku enggak pernah lewat sini. Lagian lima hari kemarin website Joyful bermasalah sampai makan siang saja aku tetap di kursiku."

Aneh.

Hampir dua tahun sejak Anye bekerja di Joyful, ia terus dikirimi benda-benda aneh. Sebenarnya benda-benda itu tidak bisa disebut aneh, hanya saja pengirimnya yang aneh karena sampai sekarang pun Anye masih belum bisa menemukan orang itu. Ia sudah mengecek beberapa kamera pengawas dibantu pihak keamanan kantor. Anye bahkan bertanya pada orang yang dimintai tolong untuk memberikan titipan padanya. Mulai dari office boy, pengantar paket, sampai penjual bubur ayam di kafetaria sudah Anye tanyakan, tetapi semuanya tidak membuahkan hasil. Mereka hanya mengatakan, "hanya dititipi pesan oleh seseorang". Ya, tetapi seseorang itu siapa?

"Kali ini, benda apa yang Si Twenty kasih?" Jeany sampai memberikan nama untuk orang itu, agar mereka tidak kesulitan memanggilnya. Tanggal 20 adalah waktu di mana benda-benda itu datang kepadanya. Satu-satunya yang Anye pikirkan adalah tanggal itu sama dengan hari ulang tahunnya, tetapi apa tidak terlalu berlebihan?

Anye mengusap-usap lengannya, karena mendadak ia merinding dengan pikiran yang berkelebat di benaknya. Tidak mungkin.

"Obat-obatan dan ... bantal leher." Anye mengangkat bantal leher berwarna merah dengan motif buah kesukaannya. Stroberi.

"Dia tahu banget ya, kamu habis dinas ke Jepang yang pastinya capek dan pegal-pegal. Kurasa, orang itu memang dekat dengan kita." Jeany tertawa sembari mengusap bahu gadis yang kini memasang tampang cemberut. "Nanti kita cari tahu pelan-pelan, ya, Princess. Oh, ya, Yugo gimana, sudah ngasih kabar kamu lagi? Kalau aku jadi kamu sih, bakalan marah karena dia enggak datang ke hari spesialku."

"Tapi kan, dia ngelakuin itu juga karena kerjaan, Jen."

"Iya sih, tapi kamu kesal enggak? Aku kelewat gemas, soalnya kamu jadi pacar kok baik banget."

Kalau dipikir-pikir, Jeany salah. Anye bukan terlalu baik, ia kelewat naif dalam menilai ketulusan seseorang yang datang ke hidupnya. Setelah persahabatannya dengan Alya terkikis dan cintanya yang bertepuk sebelah tangan kepada Inu, semua itu bagaikan sebuah jebakan karena ia terlalu mudah menilai orang lain.

WallflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang