Wallflower 2: Pesta Kenangan

230 44 20
                                    

Anye pernah membaca sebuah artikel menarik di media daring yang membahas tentang kepribadian manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anye pernah membaca sebuah artikel menarik di media daring yang membahas tentang kepribadian manusia. Katanya, manusia terbiasa memakai kedok ketika risiko menjadi diri sendiri lebih besar. Kedok itu nantinya bertujuan untuk menyesuaikan harapan masyarakat terhadap hidup yang dijalani. Dan kedok-kedok itu juga dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang luar biasa kuat.

Dan Anye menyadari, setiap berada di tengah pesta, kedok itu melekat dalam dirinya. Senyum yang dipasangnya memang selalu manis, tetapi kali ini tidak sampai ke matanya. Senyumnya hanya sebatas bibir ketika menerima tamu yang mengajaknya bicara, khususnya terhadap orang asing yang berusaha sok akrab.

Anye mengedarkan pandangan ke seluruh aula. Karpet tebal dan musik jazz lewat speaker tersembunyi meredam langkahnya ketika pelayan lelaki menawarinya minuman. Anye mengambil segelas mirinda lalu pandangannya kembali berkeliling.

Dekorasi mewah dengan balutan warna dominan ungu muda seolah menyambut para tamu yang hadir ke perayaan ulang tahunnya. Liliana yang menyiapkan semuanya. Berusaha meyakinkan sang mama agar ulang tahunnya kali ini tidak perlu dirayakan di gedung pencakar langit adalah suatu kemustahilan, sebab pendapatnya di rumah tidak pernah diperhitungkan.

Merayakan ulang tahun di rumah bersama keluarganya, sekadar tiup lilin atau makan malam dengan penuh kehangatan adalah keinginannya. Sederhana. Namun, rasanya sulit diwujudkan. Anye melihat Liliana dan Nugi masih sibuk menerima tamu, begitupun dengan Camellia. Sesekali ia akan dipanggil untuk dikenalkan kepada kolega mereka bertiga.

Menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan, Anye berusaha tersenyum untuk kesekian kali. Isi gelas di tangannya sudah hampir habis, ketika Mas Rambut Klimis masih mengajaknya bicara. Topik yang dibahas pun sudah makin melebar, mulai dari kiat sukses membangun bisnis bagi generasi millenial sampai kisah romansa di masa lalunya. Rasanya Anye ingin sekali menguap lebar-lebar agar Mas Rambut Klimis ini mengerti bahwa ia sudah bosan mendengar senandung indahnya.

"Anyelir!"

Ah, bagus sekali penyelamatnya datang.

Setelah pamit kepada Mas Rambut Klimis, Anye mengajak Jeany melipir ke sudut aula, tepatnya di samping jendela besar.

"Yang tadi enggak tertarik?"

"Enggak usah bercanda deh." Anye menggandeng Jeany usai menaruh gelas minumannya ketika pelayan lelaki membawa nampan kecil lewat di depannya.

"Kamu enggak berubah, Princess. Birthday party is network party. Seharusnya kamu berbaur supaya bisa menjalin komunikasi dengan mereka."

"Quote yang bagus, Jen."

Kata-kata Jeany mengingatkan Anye pada nasihat Nugi, papanya, soal network party. Pesta diadakan demi membangun relasi dengan orang baru, dan hal itu mampu melahirkan peluang bisnis di masa depan.

"By the way, Yugo belum datang?" Anye menggeleng. "Tiup lilinnya setengah jam lagi loh, apa dia masih kena macet? Telepon, gih!" Anye mengangguk patuh lalu melipir ke luar aula untuk mencari suasana yang lebih senyap.

WallflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang