Atrium Timur AEON MALL pukul 11
Anye membaca kembali pesan beserta foto dan nomor ponsel Putra dari mamanya beberapa hari lalu. Ia juga sudah bertukar pesan dengan lelaki itu untuk memberitahu bahwa akan datang hari Minggu sekadar mengatakan pada Putra bahwa ia sudah memiliki pacar. Anye berharap Putra akan memahami situasinya kalau ia jujur di awal pertemuan mereka.
Lantas Anye berniat memberitahu Yugo tentang rencananya, tetapi lagi-lagi lelaki itu tidak bisa dihubungi. Panggilan masuk dari Yugo membuyarkan lamunannya tentang deretan spekulasi yang mungkin saja terjadi. Anye menjawab buru-buru. Hatinya kecewa karena lelaki itu kembali mendapat pekerjaan di luar kota, kali ini Kota Malang katanya.
Dulu Yugo selalu ada untuknya, bahkan menjemputnya tiap pulang kerja. Namun, akhir-akhir ini Anye merasa pacarnya terlalu sibuk. Lelaki itu bahkan tidak datang ke pesta ulang tahunnya. Ia tahu bisnis fotografi Yugo sedang merangkak, dan setiap bulannya selalu ada klien baru yang lelaki itu dapatkan. Seharusnya, ia bisa memercayai pacarnya bukan malah curiga seperti ini.
"Kamu enggak curiga sama pacarmu yang sekarang? Pengalaman romansamu kan, payah sekali! Yakin sama cowokmu yang ini?"
Anye menggelengkan kepalanya, berusaha menepis kata-kata Arga kemarin. Lagi pula, kenapa lelaki itu mau repot-repot ikut campur dengan masalah pribadinya sih?
Astaga, Arga benar-benar seorang penguntit. Seharusnya setelah meminta maaf, lelaki itu diam saja, tetapi kenapa malah membahas tentang Yugo.
Mobil putih Anye masuk ke parkiran mal dengan gesit, lalu memilih tempat parkir khusus perempuan.
Belum sempat sampai di atrium, sosok lelaki jangkung menghampirinya dan mengenalkan diri sebagai Putra. Penampilannya sangat rapi, kemeja biru tua yang lengannya digulung serta celana jin berwarna hitam. Sosoknya tidak berbeda jauh dengan yang dilihat Anye dari foto yang mamanya kirimkan.
"Apa kamu punya pilihan tempat yang nyaman untuk kita bicara?"
"Mau ke Purpleology?" Putra menyebut salah satu nama salad bar yang ada di mal tersebut.
"Boleh."
Sembari berjalan menuju tempat yang direkomendasikan Putra, pandangan Anye berkeliling melihat suasana mal. Nuansa akhir tahun sudah terasa dari dekorasi dan pohon natal yang dipajang di berbagai sudut mal. Sampai di tempat tujuan, keduanya menghampiri konter pemesanan.
"Kamu mau menu apa?" tanya Putra seraya memindai menu di depan mereka.
"Yang ada sambal matahnya apa, ya?"
"Oh, itu uluwatu." Anye memilih menu itu, dan Putra segera memberitahu pesanan mereka kepada penjaga konter.
"Sepertinya kamu sudah biasa ke sini."
"Iya, salad di sini tuh makanan favorit pacarku." Anye tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, meski begitu ia sangat bersyukur mendengar fakta itu. Wajah Putra terlihat tegang, mungkin ia takut Anye akan marah atau kecewa padanya. "Maaf. Sebenarnya aku menyetujui pertemuan pertama kita karena pengin bilang ke kamu bahwa aku sudah punya pacar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wallflower
Fiksi Umum(COMPLETE) Cantik, bergelimang harta, dan punya pacar potensial adalah harapan semua orang, terutama bagi perempuan. Setidaknya, itu anggapan orang lain tentang hidup yang dijalani Anyelir. Nyatanya, Anyelir justru merasa tercekik di rumahnya sendir...