Bab 22 - Sebuah syarat

116 10 0
                                    

Tidak seperti biasanya, hidangan spesial dengan menu – menu tradisional khas Jogjakarta tersaji mewah diatas meja kayu dengan motif ukiran Jepara.

Mulai dari gudeg, sate klatak, tengkleng, oseng mercon dan lain – lain. Masih ada beberapa jajanan pasar yang tersaji seperti cenil, yangko, dan beberapa jajanan yang lainnya. Tidak lupa juga dengan peyek kacang dan keripik belut yang tersimpan di dalam toples. 

“Tumben meja makan sampai penuh begini, Wid?” tanya Yangti merasa keheranan.

“Iya Bu. Ada tamu spesial yang akan datang sebentar lagi,” jawab Bu Widya antusias.

“Siapa?”

“Nah itu Mereka datang,” kata Bu Widya yang mendengar suara mobil Pak Gunawan yang baru saja datang menjemput kedua anaknya.

“Assalamu’alaikum,” Rani memberikan salam saat masuk ke rumahnya.

“Wa’alaikum salam. Cucu kesayangan Yangti datang,” ujar Yangti yang menyambut kedatangan Rani dengan pelukan. Ia rindu dengan cucunya yang begitu Ia sayangi.

“Yangti,” panggil Rajendra yang telah berdiri di belakang kakaknya. Ia melambaikan tangannya agar Yangti juga melihat bahwa dirinya ada disana.

“Cucu kebanggaan Yangti juga datang. Yangti rindu sama Kamu, Le,” kata Yangti yang kemudian memeluk cucu yang sudah lama tidak dilihatnya.

Rani dan Bu Widya pun berpelukan untuk melepas kerinduan Mereka. Rajendra memeluk Bu Widya dengan sangat mesra sesaat setelah melepaskan pelukan dari Yangtinya. Ia sungguh sangat kangen dengan pelukan Ibunya.

Pak Gunawan yang melihat kemesraan itu pun tak mau kalah dan langsung menghambur ke pelukan keluarganya.

Kini Mereka telah duduk di meja makan dan bersiap menyantap hidangan makan malam yang telah disajikan oleh Bu Widya.

Rajendra merasa sangat senang karena dihadapannya telah tersaji berbagai macam makanan favoritnya.

“Bu, ada hal yang ingin disampaikan oleh Rajendra,” ucap Pak Gunawan di sela – sela acara makan malam Mereka. Pak Gunawan tidak ingin mengulur -ulur waktu cuti Rajendra yang hanya sebentar. Jadi dia memutuskan untuk membicarakan hal ini kepada Yangti Sundari secepatnya.

“Ada apa Le?” tanya Yangti penasaran.

“Hm ... itu Yangti,” ucap Rajendra ragu sambil melirik ke arah ayahnya. Pak Gunawan memberi kode anggukan sebagai dukungan agar Rajendra berani untuk mengatakannya.

Suasana tegang tidak terhindarkan saat ini. Baik Rani mau pun Bu Widya ikut merasa dag dig dug saat menunggu Rajendra meneruskan kata – katanya.

Pikiran keempat orang itu tertuju pada reaksi apa yang akan diberikan oleh Yangti saat mendengar penuturan Rajendra.

“Ono opo to? Kok sepertinya ada yang disembunyikan dari Yangti?”

“Begini Yangti ..., Rajendra ingin meminta izin untuk menikahi pacar Jendra sebelum Jendra di tugaskan ke daerah,” kata Rajendra gugup. Walau Ia seorang tentara yang biasa bicara dengan tegas, namun nyalinya tetap ciut saat berhadapan dengan Yangti dan orang tuanya.

Yangti geming dan tak bereaksi apa – apa. Mereka sangat bingung dengan sikap Yangti yang kali ini lebih tenang dibandingkan saat Rani meminta izin akan menikah.

“Bagaimana Yangti? Apakah boleh Rajendra menikah sebelum Jendra pindah tugas?” tanya Rajendra takut – takut.

“Boleh,” jawab Yangti singkat.

Hati Rani mencelos mendengar jawaban Yangti. Ia merasa Yangti tidak bersikap semurah hati ini ketika dirinya dan Vendra datang menghadap Yangti.

“Anak pertama selalu menjadi pembuka jalan bagi anak kedua,” batin Rani.

Jodoh Pilihan EyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang