Bab 11 - Tak kan lari jodoh dikejar

174 10 1
                                    

Renata memindai seluruh kawasan Kota Tua untuk mencari Rani dan keluarganya. Namun Renata tidak menemukan mereka.

Renata sedang mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Rani ketika seseorang menabraknya.

“Aduh gimana sih ini? Kalau jalan hati – hati dong!” seru Renata sambil mengambil ponselnya yang jatuh.

“Sorry ... sorry ... Aku nggak sengaja,” kata seorang laki – laki berparas tampan yang ikut mengambil ponsel Renata.

“Maaf ya, tadi Aku tidak melihat ke arah belakang,” kata lelaki itu.

“Lain kali hati – hati, Bang,” ujar Renata tetap berusaha galak, meski pun di dalam hatinya bergemuruh karena bertemu dengan pria yang masuk dalam kriteria cowok idamannya. Badan tinggi, kulit putih, hidung mancung dan memiliki tatapan mata yang tajam.

“Iya, Maaf. Aku benar – benar nggak sengaja,” ujar lelaki itu.

“Ya udah, Saya maafin.”

“Namaku Harris,” kata pria itu sambil mengulurkan tangannya. Renata tak langsung menerima uluran tangan Harris. Ia memandang sejenak ke arah laki – laki berkaca mata itu.

“Saya Renata,” jawab Renata akhirnya menerima uluran tangan Harris untuk bersalaman.

“Aku baru aja datang ke Jakarta, jadi lagi jalan – jalan,” kata Harris menjelaskan tujuannya tanpa diminta.

“Oh, memang asal Kamu dari mana?” tanya Renata.

“Aku asli Jakarta, orang Betawi. Tapi sudah bertahun – tahun nggak tinggal di Jakarta. Ternyata Jakarta udah banyak berubah ya,” kata Harris.

“Sama dong. Gue juga asli Betawi. Nggak papa kan pakai Gue Elo? Belibet banget kalau bilang Aku Kamu,” ujar Renata yang sudah lelah berbahasa formal.
Lagian toh yang diajak bicara pun orang Betawi asli.

‘DDRRRTTT’ ponsel Renata bergetar.
[Ren, Lu dimana?] Tanya Rani.

“Lha Elo yang dimane? Gue tunggu di parkiran deh ya,” kata Renata kemudian menutup telponnya dan berpamitan pada haris lalu berjalan menuju ke tempat parkir namun diikuti oleh Harris.

“Lo ngapain ikut Gue?” tanya Renata kepada Harris.

“Kayaknya Gue naksir sama Lo, dah,” kata Harris.

“Bussyet dah. Baru juga ketemu,” kata Renata dengan logat betawinya.

“Gue mau dijodohin kalau nggak bisa nemu calon istri sendiri,” kata Harris.

“Kok sama sih. Gue juga dijodohin. Orangnya udah tua, lagi. Gue ogah,” ujar Renata menggambarkan lelaki yang akan di jodohkan padanya.

“Makanya, mendingan sama Gue aja,” goda Harris.

Renata tak menjawab. Harris memang tipe idaman Renata. Tapi perkenalan yang singkat ini membuat Renata ragu apakah ucapan Harris ini benar atau hanya main – main.

“Hei ... kok malah bengong?” tanya Harris membuyarkan lamunan Renata.

“Gue minta nomor Lu deh, biar gampang ngubunginnya,” kata Harris lagi.

“Ren, ngapain Lu di sini? Ceileeehh ... lagi ngobrol sama cowok ternyata,” goda Rani saat melihat Harris disebelah Renata.

“Apaan sih Ran? Yuk balik,” ujar Renata tersipu malu kemudian mengajak Rani dan orang tuanya masuk ke dalam mobil dan berpamitan pada Harris. Ia pun lupa memberikan nomornya kepada Harris. Harris pun hanya bisa melongo karena gagal mendapatkan nomor telepon Renata.

***

Orang tua Renata sudah bersiap menyambut calon besan mereka. Sementara Renata terlihat ogah – ogahan karena membayangkan calon yang akan dikenalkan padanya sudah berumur.

Saat yang ditunggu pun tiba. Keluarga laki – laki yang dijodohkan pun tiba, namun hanya ada orang tuanya saja. Sementara lelaki yang di jodohkan kepada Renata tidak tampak dalam rombongan.

“Selamet deh ... orangnya nggak ikut. Mungkin masih di pulau Natuna,” batin Renata.

“Ren, ayo salam dulu sama calon mertua Lo,” panggil Babe Duloh ke pada Renata yang masih ada di dalam kamarnya.

“Babe, Renata kan udah bilang nggak mau dijodohin,” jawab Renata.

“Gue nggak jodohin Lo. Gue Cuma mau ngenalin Elo, perkara Lo mau atau enggak, itu urusan Elo. Babe nggak ikut campur. Tapi Lo temuin dulu dah. Kasian noh udah jauh – jauh datang, masa Lo nggak mau nemuin,” ujar Babe Duloh.

“Duh nyesel deh Gue kemarin nggak jadi ngasih nomor telpon Gue ke Harris,” gerutu Renata di dalam hatinya. Renata pun keluar dan menyalami tamunya.

“Cakep bener nih anak Lo, Duloh,” ujar tamu laki – laki itu. Sepertinya Ia adalah ayah dari orang yang akan di jodohkan dengannya.

“Iya lah cakep. Babenya juga cakep,” canda Babe Duloh. Sontak saja yang ada di ruangan itu tertawa semua.

“Assalamu’alaikum. Maaf ini Aye terlambat,” ujar seorang laki – laki yang datang dari arah pintu. Semua menjawab salam, namun Renata hanya bisa terbengong melihat siapa yang datang.

“Harris?” kata Renata.

“Renata?” jawab Harris yang terheran karena melihat Renata.

“Lah, udah pada kenal aja nih?” kata Babe Duloh dan orang tua Harris kompak.

“Baru kenal kemaren Beh,” jawab Renata.

“Jadi gimana? Mau nggak Lo dijodohin sama Harris?” tanya Babe Duloh.

“Kalau Om – Om nya kayak gini sih, Aye mau Beh,” ujar Renata tersipu malu.

“Kemaren aja nolak terus, kapan liat cowok bening aje Lo langsung mau dijodohin,” canda Babe Duloh.

“Ya kan yang ini nggak keliatan tuanya, Beh,” jawab Renata tersipu malu.

“Tapi dari segi umur, Gue udah tua loh Ren. Udah Om – Om,” kata Harris menggoda Renata.

Wajah Renata semakin merah seperti udang rebus karena menahan malu.

***

Sementara itu Juan kembali datang ke apartemen Rani. Dia berusaha untuk mengambil hati Rani melalui orang tuanya. Rasanya seperti de javu.

Dulu Vendra pun melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Juan.

“Kamu yang sabar ya Nak Juan. Rani memang anak yang teguh pendirian. Mungkin karena anak sulung, dia terbiasa mandiri sejak kecil. Apalagi dia juga baru putus cinta dan gagal menikah, jadi wajar saja kalau Rani belum bisa membuka hatinya lagi,” kata Pak Gunawan menasihati Juan saat sedang mengobrol berdua.
Sementara Rani dan Bu Widya sedang menyiapkan makan malam untuk mereka.

“Iya Om. Saya masih bisa sabar menunggu agar Rani bisa menerima Saya,” jawab Juan.

“Tapi Om salut sama Kamu karena sudah menyukai anak Om sejak jaman kuliah,” ujar Pak Gunawan menepuk pundak Juan.

“Dulu Saya pernah patah hati waktu tahu kalau Rani sudah punya cowok, Om. Jadi Saya melarikan diri ke luar negri supaya bisa move on. Eh ternyata pas balik ke Indonesia ketemu lagi sama Rani, bahkan satu kantor. Alhasil, roboh sudah semua pertahanan hati Saya,” jelas Juan sambil tertawa. Pak Gunawan pun ikut tertawa bersama Juan.

“Seru banget Pah, ngobrolin apa?” tanya Rani kepada Papanya.

“Rahasia laki – laki,” kelakar pak Gunawan.

“Ish ... nyebelin banget.”

“Sudah – sudah. Ayo Kita makan dulu,” kata Bu Widya mengajak semuanya makan malam.

“Masakan Mama memang yang paling uuueenaakk,” puji Pak Gunawan saat menyantap masakan istrinya yang mendapatkan jempol dari Juan dan Rani.

‘PRAAANGGGG’

“Suara apa itu Pah?”

Bersambung ...

***


Jodoh Pilihan EyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang