Bab 16 - kisah lalu

110 10 0
                                    

Rani terkejut saat Juan tiba - tiba datang ke apartemennya tanpa pemberitahuan. Ia tidak menyangka kalau lelaki itu akan mengajaknya untuk sekedar keliling kota Jakarta. Suasana Jakarta di malam hari cukup bagus, dengan gedung - gedung yang menjulang tinggi dan lampu - lampu kota yang gemerlapan, dan lalu lalang kendaraan membuat kota metropolitan itu semakin terlihat hidup.

Juan memberhentikan mobilnya disebuah cafe yang tampak unik dan cozy. Terlihat beberapa pasang anak muda yang sedang duduk menikmati suasana malam sambil mengobrol santai sembari bersenda gurau bersama.

"Kita kok kesini? Katanya cuma keliling kota aja?" tanya Rani.

"Nggak papa. Biar bisa ngobrol - ngobrol aja sama Kamu," jawab Juan. Rani mengangguk - angguk sambil memperhatikan suasana sekitarnya.

"Lumayan," batin Rani menilai cafe yang didatanginya cukup asyik, bahkan jika digunakan untuk meeting pun suasananya sangat mendukung.

"Kamu kenapa sih senyum - senyum sendiri?" tanya Rani kepada Juan yang tersenyum memandangi ponselnya.

"Liat deh, cantik ya?" ungkap Juan sambil menunjukkan sebuah foto kepada Rani.

"Loh, ini kan Aku," ujar Rani.

"Memang ini Kamu," kata Juan tersenyum bangga karena berhasil mengambil foto Rani secara diam - diam.

"Iihhh ... Juan, hapus please," rengek Rani.

"Jangan dong, masak dihapus?"

"Siniin handphone-nya, Aku mau hapus," kata Rani berusaha meraih ponsel Juan.

Juan terus mengangkat tangannya ke atas supaya Rani tidak bisa meraihnya. Rani tak berhenti sampai disitu, Ia pun berdiri agar bisa mendapatkan ponsel Juan, Juan pun tak mau kalah. Ia ikut berdiri. Posisi Mereka kini saling berhadapan. Postur tubuh Juan yang tinggi menjulang, membuat wajah Rani tepat berada di depan dada Juan. Mereka berpandangan sepersekian detik sebelum akhirnya Mereka terduduk kembali dan sibuk mengatur perasaan masing - masing.

"Hai ... nggak nyangka ya bisa ketemu disini," ujar Risa yang baru saja datang ke cafe dan membuyarkan suasana canggung antara Juan dan Rani.

"Eh, Ris, ngapain Lo disini?" tanya Juan. Sementara Rani hanya tersenyum kepada Risa.

"Tadinya janjian sama temen sih, tapi barusan dikabarin katanya dia nggak jadi datang," gerutu Risa.

"Ya udah, gabung aja sama Kita," tawar Juan.

"Emang nggak papa kalau Gue gabung? Takutnya Gue ganggu lagi?" tanya Risa merasa nggak enak hati.

"Nggak kok, nggak ganggu sama sekali. Iya kan Ran?" ujar Juan meyakinkan Risa dengan bertanya kepada Rani.

"Iya, Mbak. Nggak ganggu kok," jawab Rani sambil tersenyum canggung.

"Panggil Risa aja kali ya? Kita kan seumuran," kata Risa yang ingin lebih akrab. Rani mengangguk tanda setuju.

Sepanjang obrolan Rani tak terlalu banyak bicara, Ia hanya mendengarkan dan sesekali menimpali ucapan Juan mau pun Risa.

Sampai akhirnya Risa mulai mencurahkan isi hatinya kepada Juan tentang permasalahan antara dia dan mantan kekasihnya.

Dengan penuh emosi Risa menceritakan segalanya kepada Juan, seolah - olah mereka hanya berdua saja disana, tanpa berpikir bahwa Rani juga ada di sana.

"Gue nggak tau seberapa sakit yang Lo rasakan, karena tiap orang punya rasa sakit yang berbeda - beda. Tapi jangan terlalu larut sama rasa sakit itu, cobalah membuka diri untuk orang lain. Maaf kan semua yang pernah nyakitin Lo, supaya hati Lo bisa lebih ikhlas untuk menerima orang baru yang akan menetap dihati Lo," nasihat Juan kepada Risa yang sedang dikuasai oleh amarah karena ternyata Dia belum lama ini diselingkuhi oleh mantan kekasihnya.

'DEEGGGGG'

Hati Rani mencelos mendengar nasihat Juan yang ditujukan untuk Risa.

Kata - kata Juan begitu menancap di relung hatinya. Bukan kah hatinya juga diliputi amarah ketika dilarang menikah oleh Yangtinya. Meski kini Ia telah melepaskan Vendra untuk menikah dengan wanita lain, namun hingga kini hatinya masih belum ikhlas untuk merelakan kandasnya hubungan antara dirinya dengan Vendra.

Dan orang baru yang dikatakan oleh Juan, begitu egoisnya Dia untuk meminta Juan menunggu dirinya yang masih belum bisa move on dari masa lalunya. Batin Rani berkecamuk. Ia berperang melawan nuraninya yang tengah meronta - ronta.

"Ok deh, Gue duluan. Thank's ya Juan atas nasihatnya. Gue akan coba untuk mengikuti saran Lo," tutur Risa.

"Rani, Gue balik dulu ya. Sorry nih kalau Gue ganggu acara Kalian," pungkas Risa kemudian cipika - cipiki dengan Rani.

"Nggak ganggu kok. Santai aja," sahut Rani.

"Hati - hati Ris," ujar Juan sambil melambaikan tangannya kepada Risa yang telah pergi menjauh dari Mereka.

Kini hanya tinggal mereka berdua. Juan yang memperhatikan sikap Rani selama Ia mengobrol dengan Risa tadi pun akhirnya menanyakan apa yang sedang Rani pikirkan.

"Kamu kenapa sih? Aku perhatiin dari tadi diam aja. Kamu sakit?" tanya Juan sambil meletakkan telapak tangannya ke dahi Rani.

"Enggak. Aku cuma lagi kepikiran sesuatu aja," sanggah Rani.

"Mikirin apa sih kalau boleh tau?" tanya Juan penasaran.

"Lupain aja, nggak terlalu penting kok," elak Rani. Juan mengangguk.

"Risa itu dari dulu nggak pernah berubah. Dia itu sangat ambisius. Dia selalu ingin mendapatkan yang lebih dari yang seharusnya dia dapatkan," cerita Juan tanpa diminta oleh Rani. Namun Rani tidak lantas mengabaikan cerita Juan, Ia mendengarkan Juan mengenang masa lalunya bersama Risa. Toh selama ini Ia tak banyak tau tentang Juan, jadi Ia tak keberatan untuk mendengar cerita Juan.

"Kalau boleh tau, apa alasan Risa menolak Kamu?" tanya Rani.

"Sama persis seperti apa yang pernah Kamu dengar dari Risa. Aku ditolak karena Aku dulu tidak seperti saat ini," sahut Juan.

"Maksudnya?"

"Risa berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Aku tau dia suka sama Aku, dan Aku pun naksir sama dia," kata Juan menghentikan ceritanya. Sesaat seperti tengah menahan sesuatu yang ada di hatinya.

"Kalau Kalian saling menyukai, lantas apa yang membuat Kalian tidak dapat bersama?" tanya Rani penasaran.

"Waktu itu Kami masih SMA, Aku nembak dia dihari kelulusan Kita. Aku sudah yakin akan diterima karena Aku tau bahwa dia juga suka sama Aku, tapi ternyata Aku salah. Dia menolak Aku mentah - mentah. Alasannya karena Aku tidak kaya, sedangkan dia ingin seorang lelaki yang kaya agar bisa memberikan apa pun yang dia inginkan," ungkap Juan.

"Dia bahkan memamerkan kekasihnya yang membawa mobil mewah dan mampu memenuhi semua kebutuhannya kepadaku. Sedangkan Aku harus membantu papaku untuk merintis kembali usahanya yang sempat bangkrut, meski pun tidak lama usaha Papaku kembali bangkit, namun saat Risa menolakku, Aku dan keluargaku benar - benar berada dititik terendah hidup Kami," imbuh Juan.

Rani mengusap - usap tangan Juan yang ada di meja sebagai tanda perhatiannya atas cerita Juan.

"Mungkin Aku pernah sesayang itu sama Dia, dan Aku juga pernah sesakit itu karena Dia. Tapi sekarang sudah nggak lagi. Perasaan itu bisa berubah seiring berjalannya waktu. Terlebih sekarang ada Kamu disampingku. Aku bersyukur atas kehadiranmu di hidupku," ujar Juan sambil menggenggam tangan Rani yang sejak tadi mengusap tangannya.

***







Jodoh Pilihan EyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang