Sadtember

59 28 17
                                    



Jangan lupa tinggalkan  jejak⭐ 💬

Selamat membaca

•••

Seorang gadis menapaki lantai marmer yang membawanya menuju rooftop sekolah di mana tempat yang sering ia kunjungi, sedikit terengah-engah memijak begitu banyak anak tangga akhirnya ia mencapai pintu, membukanya hingga menemukan satu tujuannya untuk datang ke sini.

Merapikan anak rambutnya yang sedikit berantakan, tak lupa menampakkan senyum paling termanis yang ia miliki. Melangkah lambat sambil menikmati angin sepoi-sepoi menabrak dirinya memberi kesejukan di setiap kulit putihnya.

Setelah mencapai pagar pembatas rooftop, gadis itu tersenyum dan menghirup udara lepas.

"Patah hati lagi?" tanya gadis itu menatap cowok disamping dengan telinga disumbat satu earphone.

"Lumayan," memasukkan kedua tangan ke saku celana lalu menghembuskan napas kasar.

"Mengsabar" tepuk gadis itu pada pundak si cowok. "Sini earphone satunya."

"Iya orang sabar di sayang kamu. Lagunya sad, jangan dengerin" larang si cowok namun tetap menyodorkan earphone itu.

"Disayang Tuhan, bukan aku. Lagian kamu luarnya kelihatan kek badboy, aslinya sadboy... bukan maen"

"Gemesin banget anak ini, anak siapa sih!"

"Jangan diacak rambutnya Va!" kesal si gadis begitu rambutnya sudah di acak-acak tidak karuan.

"Rapiin cepet!"

"Iya Reylaaan"

Keduanya kini terduduk di tangga menuju rooftop, sebenarnya Reylan masih ingin berlama-lama di rooftop dirasa matahari begitu menyengat Vanda membawa masuk Reylan ke dalam tentunya harus melalui proses perdebatan cukup panjang. Vanda takut jika gadis ini jatuh sakit, akan sangat merepotkan nantinya.

"Next lah Lan, sad banget lagunya" keluh Vanda, sejak tadi Reylan memanjakan telinganya dengan lagu sedih terlebih lagu milik Stevan Pasaribu-Belum siap kehilangan.

Menyakitkan!

"Makanya jangan nyari penyakit... Lu bego banget kalau di bil---"

"Ups!" Reylan sontak menutup mulutnya rapat, sedangkan Vanda menatapnya dengan alis terangkat.

Shit!

"Ga maksud Va" Reylan mengangkat jari telunjuk dan tengah membentuk V.

"Ya gapapa manggil aku pake 'lu' senyaman kamu aja Lan"

"Aku lebih ke Aku-kamu, lu-gua itu dipake kalau udah kesulut emosi aja"

"Berarti tadi?"

"Eh, tadi aku bilang apa?" Reylan mendadak kikuk ditempat.

Melihat ketidaknyamanan Reylan, Vanda tersenyum tipis lalu merangkul bahu Reylan mengusapnya pelan lalu menepuk kuat hingga membuat Reylan menahan teriakan.

"Saaakit Va!"

"Uuu... Maaf sayang, sengaja."

"Sialan emang, jangan lari Va buaya kok lari" teriak Reylan mengejar Vanda di depannya.

Reylan Callia Brand, gadis berambut sepinggang memiliki tinggi 165, terlahir dari keluarga dengan marga Brand cukup bagus untuk Reylan bak gadis baratan. Di sekolah, Reylan hanya memiliki satu teman dekat yaitu El-Vanda Gutama.

Keduanya dekat waktu pertama kali mengikuti MOS saat Reylan kebingungan mencari kelas yang akan di tempatinya hingga Vanda menghampiri Reylan dan membantunya mencari kelas Reylan.
Keduanya tidak menempati kelas yang sama, Reylan tipe gadis yang tidak cukup terbuka dengan sekitarnya memilih hanya mengandalkan Vanda sebagai temannya.

Vanda adalah anak yang sangat beda strata dengan Reylan, namun itu bukanlah alasan kuat untuk Reylan menjauhi Vanda. Kedekatan keduanya cukup membuat beberapa siswa sering memojokkan Vanda bahkan sering membully Vanda itu pun tanpa diketahui Reylan selama 2 tahun belakangan ini.

Kebayang sekuat apa Vanda berdiri 'kan?

"Dengerin dulu lagunya, bagus tau" paksa Reylan saat mendapati Vanda duduk termenung di bawah pohon besar saat bel pulang berbunyi.

"Ga mau Lan, perih ni ati" jelas Vanda dramatis.

"Kesian yang Septembernya udah jadi sadtember" ledek Reylan lalu menyumpal telinga kanan Vanda, cowok itu hanya pasrah.

Tapi ada hiburan juga baginya karena Reylan bisa menghiburnya meskipun dengan cara tidak manusiawi.

Menyebalkan!

"Sini" tepuk Reylan pada bahu kiri.

"Apa hm?"

"Nangis sepuasnya di sini"

"Basah baju kamu, masuk angin juga nanti"

"Ya udah kalau ga mau," Reylan mengeser tubuhnya sejengkal, belum dua jengkal tangannya sudah dicekal Vanda.

"Iya, pinjem bahunya Lan." Jujur Vanda tidak kuat lagi, lebih tidak kuat saat melihat perjuangan Reylan bagi dia.

"Nah pinter, sini senderan jangan lupa kuras habis air matanya. Besok-besok jangan nyari penyakit lagi"

"Boleh peluk ga sih?" Vanda mulai menyamankan posisi kepalanya.

Hah?

Tbc


Surat terbuka untuk El-Vanda

Hari ini aku menuliskan kisah ini dengan tangis yang pecah seperti ombak menghantam karang.

Entah endingnya aku akan berderai air mata lagi ataukah bergembira selayaknya kita bercengkrama, penuh tawa.

Reylan Callia Brand

TACENDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang