3. Terbiasa Sakit Hati

48 8 4
                                    

Annyeong chingu-deul
Bertemu lagi sama author yang suka banget ngehalu  jadi pacarnya Hueningkai.
Maaf banget karena sebulan lebih nggak up date. Maaf udah bikin nunggu, ya.

Chapter ini jumlah wordnya angka kembar, lho, 1717. Cantik, ya. Kalau tambah pembukanya jadi 1771 words.
Di chapter ini bakal bertabur cogan, hahaha.

Happy reading

🦢🦢🦢
.
.
.
.
.

"Hahaha, bangke. Mulut si Soobin emang menyesatkan."

"Dan waktu gue tau kalau dress merah sekalian celana dalem di atas kasurnya Hyuka itu punya anaknya Kak Lea, gue rasanya pingin nyeburin si Soobin ke Segitiga Bermuda, tau nggak!"

"Iya, abis itu gue yang menggal kepala lo, Lyn."

"What the hell, Ola, lo beneran belum bisa move on dari Soobin yang modelan Uncle Atong gitu?"

Sinta yang sedang tiduran sembari bertelepon itu refleks bangkit dari posisi rebahannya. Terdengar kekehan dari seberang telepon.

"Actually, gue belum nemuin cara yang bener-bener ampuh bikin gue ngelupain Soobin, Lyn."

Sinta berdecak heran, "Eh, Markonah, hampir dua tahun tinggal di Moskow ternyata nggak bikin ada peningkatan proses move on lo, ya."

"Lyn, asal lo tau ya, gue sama Soobin itu punya banyak kenangan indah. Lalu, kami berdua nggak ada yang menginginkan perpisahan ini. Kami dipaksa berpisah, wajar kalau gue susah lupain dia."

"Jangankan gue dan Soobin yang sama-sama cinta, lo aja yang nggak dianggep sama Hyuka gitu juga susah ngejauh dan lupain dia, kan?"

Hmm, menohok sekali, ya, Bund.

"Shit!" Sinta mengumpat

"Kak Elyn!"

"Kakak!"

"Sinta Evelyn Axiora!"

Sinta mengernyit sembari menoleh ke arah pintu kamarnya saat mendengar suara seseorang berteriak memanggil namanya. Itu adalah suara anak laki-laki yang sangat familiar di telinganya, siapa lagi kalau bukan bontotnya keluarga Axiora, Jevano Kaiden Axiora.

"Kak Elyn! Kuping nya udah nggak berfungsi apa gimana, sih?"

Jeka masuk ke dalam kamar sang kakak sambil medumal. Terpampang jelas raut kesal pada wajah tampan bocah SMP itu.

"Javano, kita itu nggak tinggal di hutan, ya. Nggak usah teriak-teriak, dong!" Kesal Sinta

"Lagian, Kak Elyn dipanggilin nggak jawab," dengkus Jeka. Cowok berwajah kelinci itu mendaratkan bokongnya di pinggiran kasur Sinta, lantas merebahkan tubuhnya dengan kedua kaki yang masih menjuntai.

"Kenapa, sih, lo teriak-teriak?"

"Susu pisang gue habis, Kak," adu Jeka, ia mengerucutkan bibir tipisnya.

Mas Kamal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang